Keterampilan berpikir manusia dari masa ke masa mengalami perubahan sesuai dengan perkembangan zaman, abad 21 atau disebut dengan Partnership for 21st Century Skills [P21] memerlukan keterampilan khusus, salah satunya dengan keterampilan berpikir tingkat tinggi. Dalam bidang pendidikan pun wajib melakukan reformasi, sesuai dengan tuntutan abad ke-21. Tanpa adanya reformasi di bidang pendidikan, keterampilan peserta didik kita akan jauh tertinggal dengan negara lain.
Hasil Programme for International Student Assessment (PISA) pada tahun 2015, Indonesia mendapatkan rata-rata nilai 403 untuk sains (peringkat ketiga dari bawah), 397 untuk membaca (peringkat terakhir), dan 386 untuk matematika (peringkat kedua dari bawah) dari 72 negara yang mengikuti (Sumber: OECD, PISA 2015 Database). Data di atas menunjukkan peserta didik masih lemah menggunakan keterampilan berpikir tingkat tinggi.
Paradigma pendidikan abad 21 telah bergeser dari pembelajaran yang berpusat pada guru menjadi berpusat pada peserta didik dan menekankan pada kemampuan peserta didik dalam mencari tahu dari berbagai sumber, merumuskan permasalahan, berpikir analitis, dan bekerja sama serta berkolaborasi dalam menyelesaikan masalah (Litbang Kemdikbud, 2013).
Keterampilan berpikir tingkat tinggi mencakup keterampilan berpikir kritis, keterampilan untuk memecahkan masalah, berpikir kreatif, keterampilan berargumen, dan keterampilan untuk mengambil keputusan. Keterampilan berpikir tingkat tinggi merupakan salah satu kecakapan penting dalam abad 21, sehingga setiap peserta didik diwajibkan memiliki kecakapan tersebut.
Menurut Anderson dan Krathwohl (2001), pembelajaran yang berorientasi pada keterampilan berpikir tingkat tinggi menuntut peserta didik untuk mencari tahu yang memerlukan proses berpikir cerdas dan kreatif. Keterampilan berpikir tingkat tinggi mencakup keterampilan menganalisis, mengevaluasi, mencipta, berpikir kritis, dan penyelesaian masalah. Keterampilan berpikir tingkat tinggi hanya berfokus kepada ranah kognitif tetapi mencakup ranah afektif dan psikomotor.
Tuntutan keterampilan dalam era modern berbeda dengan era sebelumnya, hal inilah yang memicu keterampilan berpikir tingkat tinggi harus dikuasai oleh peserta didik. Yoki, dkk. (2019) Pemicu dari keterampilan tersebut adalah kondisi sebagai berikut: 1) sebuah situasi belajar tertentu yang memerlukan strategi pembelajaran yang spesifik dan tidak dapat digunakan di situasi belajar lainnya. 2) kecerdasan yang tidak lagi dipandang sebagai kemampuan yang tidak dapat diubah, melainkan kesatuan pengetahuan yang dipengaruhi oleh berbagai faktor yang terdiri dari lingkungan belajar, strategi, dan kesadaran dalam belajar. 3) pemahaman pandangan yang telah bergeser dari unidimensi, linier, hierarki atau spiral menuju pemahaman pandangan ke multidimensi, dan interaktif. 4) keterampilan berpikir tingkat tinggi yang lebih spesifik seperti penalaran, kemampuan analisis, pemecahan masalah, dan keterampilan berpikir kritis dan kreatif. Kondisi di atas yang menyebabkan keterampilan berpikir tingkat tinggi harus dimiliki oleh setiap peserta didik.
Menurut Resnick dalam Yoki, dkk. (2019), keterampilan berpikir tingkat tinggi adalah proses berpikir kompleks dalam menguraikan materi, membuat kesimpulan, membangun representasi, menganalisis, dan membangun hubungan dengan melibatkan aktivitas mental yang paling dasar. Hal ini sejalan dengan pendapat Thomas & Thorne dalam Heri (ed) (2018), menyatakan bahwa berpikir tingkat tinggi menuntut seseorang untuk melakukan sesuatu terhadap fakta, yaitu memahaminya, menyimpulkannya, menghubungkannya dengan fakta dan konsep lain, mengkategorikan, memanipulasi, menempatkan fakta secara bersama-sama dalam cara-cara baru, dan menerapkannya dalam mencari solusi dari masalah. Dari pendapat kedua ahli dapat disimpulkan bahwa keterampilan berpikir tingkat tinggi memerlukan proses berpikir yang kompleks dalam menghadapi kondisi yang tidak biasa dan bisa memecahkan masalah.
Dalam dunia pendidikan dikenal dimensi proses berpikir dalam taksonomi Bloom yang direvisi oleh Anderson dan Krathwohl membagi dua keterampilan, yaitu keterampilan berpikir tingkat rendah mencakup keterampilan mengingat, memahami, dan menerapkan sedangkan keterampilan berpikir tingkat tinggi mencakup menganalisis, mengevaluasi, dan mencipta.
Menurut Widana (2017) karakteristik soal keterampilan berpikir tingkat tinggi adalah sebagai berikut. 1) mengukur kemampuan berpikir tingkat tinggi, kemampuan berpikir tingkat tinggi mencakup menganalisis, mengevaluasi, dan mencipta. 2) berbasis permasalahan kontekstual, di mana peserta didik bisa menerapkan konsep-konsep dalam pembelajaran di kelas terhadap dunia nyata. 3) menggunakan bentuk soal yang beragam, seperti pilihan ganda, pilihan ganda kompleks (benar/salah, atau ya/tidak), isian singkat atau melengkapi, jawaban singkat atau pendek, dan uraian.
Keterampilan berpikir tingkat tinggi mencakup keterampilan berpikir kritis, keterampilan untuk memecahkan masalah, berpikir kreatif, keterampilan berargumen, dan keterampilan untuk mengambil keputusan. Keterampilan tersebut sangat diperlukan untuk peserta didik dalam menghadapi kecakapan pendidikan abad 21.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H