Mohon tunggu...
Azhara Nurizkya
Azhara Nurizkya Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa Universitas Brawijaya - Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Perjuangan dan Pencerahan: Tinjauan atas Film Kartini

9 November 2023   18:10 Diperbarui: 9 November 2023   18:11 88
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Film merupakan dunia rekaan yang sebisamungkin dikonstruksi sesuai dengan realitas sebenarnya. Realitas ini seolah sebagai mood cues, di mana penonton dapat membangun imajinasinya melalui film. Istilah Mise-en-scene dalam dunia perfilman yang mengacu pada elemen-elemen visual dalam sebuah adegan atau frame dalam sebuah film. Di Indonesia, seperti di banyak negara lain, Mise-en-scene dalam sebuah film dapat mencakup berbagai elemen, seperti pengaturan lokasi, kostum, pencahayaan, arah kamera, properti, dan ekspresi karakter, sebagai contoh terdapat pada film Kartini. Mise-en-scene pada film Kartini (2017) bisa dilihat dari penggunaan kostum yang tampak merepresentasikan karakter tokoh dan juga atmosphere artistic, serta desain interiornya yang menjadikan latar terkesan klasik layaknya di tahun1980-an.

Kartini sendiri merupakan sebuah film yang diperankan oleh Dian Sastro. Film ini menceritakan tentang perjuangan Kartini dalam melawan pernikahan dini dan mewujudkan pendidikan di Indonesia pada abad ke-19. Total durasi film ini adalah 119 menit. Meski begitu, dapat dibilang film ini telah berhasil mengemas berbagai tema seperti makna poligami bagi perempuan, agama, dan hierarki sosial Jawa. Sebagai contoh bagaimana film ini mampu mengemas dengan baik tema tersebut. Ini bisa terlihat pada penceritaan perjuangan yang dihadapi ibu kandung Kartini, Ngasirah. Ngasirah tinggal di kompleks gerbang yang sama dengan putrinya, tetapi terpisahkan oleh peringkat sosial dan harapan budaya Jawa. Kartini diharuskan memanggil ibunya sendiri "Yu"---istilah untuk staf perempuan dari sebuah rumah---sedangkan Ngasirah diharuskan memanggil putrinya sendiri"Ndoro"---yang berarti majikan.

Review singkat mengenai perjuangan yang dapat disimpulkan dari film Kartini adalah tentang perjuangan melawan pernikahan dini dan perjodohan yang sering menghambat perempuan dalam mencapai potensi penuhnya. Ia juga memperjuangkan hak perempuan untuk memilih pasangan hidupnya sendiri. Perjuangan dalam mewujudkan pendidikan di Indonesia yang digambarkan di film Kartini dapat dibuktikan dengan mendirikan sekolah untuk anak perempuan di Jepara dan kemudian di rembang. Ia berjuang keras untuk memberikan akses pendidikan kepada perempuan, yang sebelumnya terbatas. Terdapat konflik tentang budaya dan tradisi antara ambisinya untuk belajar dan berkembang dengan norma-norma budaya dan tradisi Jawa pada masa itu yang sangat ditonjolkan dalam film tersebut.

Aspek pencerahan yang dapat disimpulkan yaitu, tentang pendidikan serta pengetahuan yang digambarkan oleh Kartini tentang pentingnya pendidikan dalam membuka pikiran dan menciptakan perubahan sosial. Perjuangan yang dapat digarisbawahi tentang R.A Kartini adalah kebebasan perempuan dari keterbatasan sosial dan budaya pada zamannya. Ia berjuang agar perempuan diberi kesempatan untuk mendapatkan pendidikan yang setara dan menjadi bagian aktif dalam masyarakat. Oleh karena itu, film ini dapat menjadi inspirasi bagi generasi muda untuk menghargai perjuangan seorang tokoh wanita yang berani berdiri untuk hak-hak mereka. Namun, harus diakui bahwa film ini tidak lepas dari yang namanya kekurangan. Karena film ini sangat memadatkan sejarah hidup Kartini. Tidak heran terdapat beberapa aspek penting dari perjuangannya yang tidak dijelaskan terlalu mendalam.

Secara keseluruhan, film Kartini adalah upaya yang baik untuk menggambarkan perjuangan dan pencerahan seorang tokoh wanita bersejarah di Indonesia. Film ini mengingatkan kita tentang pentingnya perjuangan untuk kesetaraan gender dan hak pendidikan, serta nilai-nilai pencerahan dan pengetahuan. Meskipun ada beberapa kritik, film ini masih dapat menginspirasi dan memberikan pemahaman tentang sejarah penting Kartini. Sebagai perempuan Indonesia sendiri, film Baramantyo memicu apresiasi yang lebih besar dalam diri saya terhadap perjuangan yang dihadapi dan pengorbanan Kartini sepanjang hidupnya. Lama setelah periode penjajahan Belanda, banyak wanita telah mampu membangun sebuah negara bersama laki-laki. Walaupun memang, kesetaraan gender masih belum sepenuhnya tercipta sampai saat ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun