Akulturasi berasal dari bahasa Latin "acculturate" yang berarti tumbuh dan berkembang bersama-sama. Menurut Koentjaraningrat (2005:155), akulturasi adalah sebuah proses sosial yang timbul apabila sekelompok manusia dengan suatu kebudayaan tertentu dihadapkan pada unsur-unsur kebudayaan asing sedemikian rupa sehingga unsur kebudayaan asing tersebut lambat laun diterima dan diolah ke dalam kebudayaan sendiri tanpa menyebabkan hilangnya kebudayaan lokal.
Seperti yang dikatakan Koentjaraningrat, akulturasi dapat terjadi apabila masyarakat dihadapkan oleh dua atau lebih kebudayaan yang berbeda. Ia menambahkan bahwa masa penjajahan atau kolonialisme turut membawa pengaruh dalam proses akulturasi karena memberikan pengaruh yang cukup besar terhadap perkembangan budaya lokal.
Melihat dari sejarah Indonesia, negara ini pernah diduduki oleh para penjajah. Setidaknya ada enam negara yang cukup lama dan tercatat dalam buku sejarah yakni Portugis, Spanyol, Prancis, Inggris, Belanda dan Jepang. Penjajahan memang bukanlah hal yang menyenangkan bagi negara yang dijajahnya dan bahkan sangat dikutuk keras. Akan tetapi, penjajahan bisa membawa keunikan budaya yang kita nikmati saat ini karena hasil akulturasi. Masing-masing negara membawa pengaruhnya kepada Indonesia ketika menjajah Indonesia, menghasilkan suatu kebudayaan yang unik dan menghiasi kehidupan kita saat ini.
Kedatangan para penjajah ke Indonesia khususnya adalah untuk memperoleh rempah-rempah dan melakukan perdagangan, selain melakukan selogan perangnya yang terkenal dengan 3G "Gold, Glory and Gospel".
Bangsa Portugis adalah yang pertama datang menduduki dan menjajah Indonesia. Portugis tidak terlalu lama menjajah Indonesia, akan tetapi dampaknya dapat dirasakan oleh bangsa ini. Kedatangan Portugis menghasilkan satu bentuk akulturasi tepatnya di Jakarta Utara, ada sebuah kampung bernama Kampung Tugu. Di kampung tersebut terdapat beberapa keturunan Portugis yang masih mempertahankan budaya mereka dalam keseharian mereka. Salah satunya adalah jenis musik Keroncong, yaitu Keroncong Tugu.
Selanjutnya datang Spanyol ke Indonesia, tepatnya ke Maluku dan menjadi ancaman bagi Portugis. Peperangan terjadi dan memakan banyak korban dari kedua belah pihak dan juga dari Indonesia yang ikut dari adu domba mereka. Spanyol akhirnya memenagkan tanah Maluku dan menjajahnya, kemudian terjadilah akulturasi antara kedua negara ini. Akulturasi yang terjadi diantara kedua negara ini adalah dengan perkawinan, menghasilkan keturunan dari dua negara yang berbeda kebudayaan sehingga akulturasi yang terjadi di Maluku bisa dikatakan seperti yang terjadi di Kampung Tugu. Keturunan Spanyol yang ada di Maluku masih menjalankan dua kebudayaan unik yang melokal.
Penjajahan Inggris dapat dikatakan yang paling menguntungkan Indonesia. Inggris tidak sekedar menjajah negara yang didudukinya, akan tetapi turut mencerdaskan masyarakatnya. Selama Inggris menjajah Indonesia, mereka juga mengajarkan bahasa mereka untuk digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Mengajarkan tentang sistem jual tanah, dan juga sistem mata uang. Sistem mata uang ini kemudian dikembangkan oleh budaya lokal Indonesia dan sampai sekarang sistem mata uang berlanjut di Indonesia dengan Rupiah.
Belanda adalah negara yang paling lama menjajah Indonesia, hampir tiga setengah abad dan yang paling banyak memberikan pengaruhnya terhadap Indonesia. Bentuk akulturasi hasil bertemunya kebudayaan Belanda dan Indonesia yang kontras amat terlihat dari kebudayaan politik. Politik Indonesia sekarang ini mengikuti politik kebudayaan yang ditinggalkan Belanda saat penjajahan dulu. Salah satu contoh kebudayaan politik ini adalah sistem desentralisasi yang ada di Indonesia, sistem yang melimpahkan wewenang pusat kepada daerah-daerah yang lebih rendah untuk mengambilkan keputusannya secara mandiri. Saat Belanda menjajah Indonesia, Belanda menerapkan sistem desentralisasi terhadap pemimpin-pemimpin yang ada mulai dari tingkat Camat, Lurah, dan Kepala Daerah. Tujuannya yaitu untuk memenangkan hati masyarakat lokal agar penjajahan berlangsung lancar.
Masa Penjajahan Jepang adalah masa yang paling singkat dibandingkan oleh penjajah lainnya. Meskipun tidak berlangsung lama, Jepang sudah cukup menyengsarakan bangsa Indonesia. Meski demikian, penjajah Jepang memberikan kesempatan kepada bangsa Indonesia untuk memperoleh pendidikan terhadap semua lapisan masyarakat, berbeda dengan Belanda yang hanya memperbolehkan kelas-kelas tertentu yang memperoleh pendidikan. Pendidikan yang diberikan oleh Jepang menyatu dengan kebudayaan lokal dan terjadilah akulturasi di bidang pendidikan. Pendidikan Indonesia hampir sama dengan yang dijalankan Jepang dimana jenjang SD selama enam tahun, SMP selama 3 tahun dan SMA selama tiga tahun.
Penjajahan bukanlah hal yang dapat diterima oleh masyarakat, akan tetapi kehadiran para penjajah ke negara kita justru memberikan warna yang unik ke dalam kebudayaan kita hasil dari akulturasi dua kebudayaan yang berbeda. Akulturasi yang hadir memberikan kebudayaan yang unik dan mewarnai kehidupan kita saat ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H