Mohon tunggu...
Dr. M. Azhar Alwahid
Dr. M. Azhar Alwahid Mohon Tunggu... Dosen - Dosen

Universitas Ibn Khaldun Bogor

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Seuntai Kata Maaf Akan Lebih Berharga dari Segepok Uang

25 Mei 2019   08:20 Diperbarui: 25 Mei 2019   08:34 30
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Sebagai manusia berbuat salah merupakan kodrat yang tak bisa di pungkiri, namun prilaku sadar dan memohon maaf atas segala kesalahan merupakan suatu keharusan. Pada kenyataannya tidak semua manusia di berikan kemudahan untuk  mengungkapkan kata maaf ketika dia berbuat salah. 

Seorang pengendara mobil yang sudah jelas salah akan berupaya marah ketika mobilnya menyerempet  sepeda motor karena ingin menghindar dari tanggung jawab dan bahkan mengumpat dan menyalahkan si pengendara sepeda motor yang sedang sekarat kesakitan tanpa memberikan kesempatan kepadanya untuk membela diri. 

Seorang ayah atau ibu akan merasa enggan dan gengsi ketika berbuat salah pada anak lalu meminta maaf pada anaknya. Padahal beban psikologi yang kita tanamkan pada jiwa dan pikiran mereka akan terus hidup dan terpatri di bawah alam sadarnya. Kalau kita tidak cepat mengurainya akan menjadi beban psikologi seumur hidup mereka. 

Memang kata maaf itu hanya memiliki dua kata  MA, dan AF tapi lebih berat di ucapkan daripada ribuan kata yang kita ucapkan ketika ngerumpi dengan tetangga sebelah rumah. Hal itu terjadi karena adanya perasaan gengsi dan Egosentris. Padahal kita tahu terjadinya perang karena sifat ego, terjadinya keretakan rumah tangga karena antara suami istri saling mempertahankan ego. 

Kata ego bila di tambah dengan huru B di depanya menjadi kata yang kurang sopan, itu lah julukan yang harus di tanggung oleh orang yang mempertahankan EGO nya. 

Perceraian yang terjadi bukan  hanya di awali masalah ekonomi tapi yang lebih dominan adalah faktor egoisme kedua pasangan dalam mempertahankan prinsif mereka sedangkan faktor ekonomi hanya pemicunya saja. Kalau hanya faktor ekonomi semua pasti sudah tahu bahwa rijki kita sudah di atur oleh yang Maha Kuasa dan setiap manusia sudah punya jatah rijkinya masing masing. 

Kalau pemicunya masalah ekonomi kita banyak melihat pasangan yang telah bercerai mereka tetap memiliki penghasilan masing-masing dan bahkan lebih sukses dari sebelumnya.  Tapi pernahkah setiap orang tua yang telah bercerai berpikir tentang masa depan anak mereka, saya yakin dalam pikiran mereka yang namanya masa depan itu hanya materi, pendidikan dan karir. 

Mereka semua salah mereka telah melupakan perasaan dan beban pikiran anak-anak yang di tinggalkanya. Anak-anak bukan hanya butuh materi, pendidikan dan karir tapi lebih daripada itu, kasih sayang dari kedua orang tuanya lebih mereka butuhkan dari sekedar materi.

Ayo mulai dari sekarang bagi anda yang menjadi suami, istri atau orang tua, jangan sulit mengucapkan kata maaf kepada istri, Suami atau anak-anak yang kita sayangi bila kita berbuat salah. Jangan menunggu pasangan kita meminta maaf terlebih dahulu. Kata pak Mario teguh "seorang suami yang baik akan meminta maaf walaupun dia tidak bersalah" dan semua istri akan sangat senang memiliki suami seperti itu. 

Hilangkan gengsi kita meminta maaf kepada anak-anak kita ketika kita berbuat salah, peluklah hangat-hangat, ucapkan kata: " maaf ya nak kalau ayah/ibu berkata yang kurang baik pada mu, maaf ya nak kalau kamu tadi mendengar ayah/ibu berdebat masalah ekonomi, masalah pekerjan atau masalah pergaulan. 

Ayah/ibu akan mencoba memperbaiki sifat kami yang kurang baik demi masa depan kalian. Setelah Stessing perlu ada penguraian emosi, stresing  ringan itu sangat penting dalam memicu semangat untuk menjadi lebih baik. Kalau stressing tak di urai  akan menjadi beban psikologi yang berkepanjangan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun