Mohon tunggu...
Saikhunal Azhar
Saikhunal Azhar Mohon Tunggu... lainnya -

Penulis akan mati, tapi karyanya akan tetap abadi. karena itu menulislah untuk kebahagiaanmu di akhirat nanti.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Mengikat Makna, Sebuah Terapi untuk Memberdayakan diri

27 Maret 2016   10:19 Diperbarui: 27 Maret 2016   10:41 95
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Pemberdayaan memang harus dimulai dari diri sendiri, lalu bagaimana cara kita melakukannya?. Caranya melalui “mengikat makna”. Ya, “mengikat makna” bisa menjadi salah satu terapi untuk memberdayakan diri kita. Di luar ini, tentu masih ada cara lain yang bisa digunakan untuk memberdayakan diri kita. Namun kali ini saya ingin mengajak Anda fokus dulu pada terapi “mengikat makna”.

Apa sih mengikat makna?, pada tulisan-tulisan sebelumnya secara tersirat sebenarnya saya beberapa kali sudah menyinggung tentang aktivitas “mengikat makna” ini. Pada tulisan ini, saya ingin secara khusus membahas apa yang disebut “mengikat makna”. Istilah “mengikat makna” saya adopsi dari konsep yang disampaikan Hernowo, seorang praktisi dan trainer dalam bidang menulius dan membaca.

Konsep “mengikat makna” diciptakan pertama kalinya pada tahun 2001. Kemudian pada tahun 2004, konsep ini dipraktiskan supaya lebih mudah dijalankan oleh para remaja. Setahun kemudian, pada tahun 2005, Hernowo memberikan contoh kegiatan praktis “mengikat makna” tidak hanya untuk remaja, namun juga kepada siapa saja yang membutuhkannya. Konsep ini terus dikaji, dikembangkan dan diperbaiki. Hingga kemudian pada November 2009, setelah dilakukan beberapa perbaikan konsep ini terbitkan kembali menjadi buku dengan judul Mengikat Makna Update. Konsep ini pada intinya terletak pada pemaduan atau menyinergikan  aktivitas membaca dan menulis. Kedua aktivitas ini disinergikan menjadi sebuah aktivitas yang utuh, tidak berdiri sendiri satu sama lain. Banyak orang (termasuk saya sendiri) sebelumnya berpendapat bahwa aktivitas membaca, ya membaca saja. Demikian pula menulis, ya menulis saja. Keduanya masing-masing berdiri sendiri. Namun dalam konsep ini keduanya merupakan aktivitas yang terpadu, bak dua sisi mata uang. Keduanya saling melengkapi satu sama lain.

Membaca itu sama seperti kita menuang sebuah air ke dalam gelas. Lama kelamaan gelas yang kita tuang air akan penuh dan tumpah. Nah, sebelum tumpah tuangkanlah ke dalam gelas lain supaya tidak mubazir, karena bisa diminum oleh siapa saja yang kehausan. Menuangkan kembali ke dalam gelas lain, inilah menulis.

Bagaimana membaca bisa memberdayakan?. Tentu, karena dalam aktivitas membaca pikiran dan daya imajinasi kita dipaksa untuk menangkap informasi apa yang sedang kita baca. Informasi itu bisa berupa data, cerita dan referensi apa saja sesuai bahan bacaan kita. sehingga informasi itu akan menggerakkan pikiran kita, karena ada rangsangan baru yang memberikan pengetahuan dan pemahaman kepada otak. Informasi itu kemudian akan menelusup masuk ke dalam relung-relung memori otak sampai akhirnya membekas, inilah yang disebut dengan ingatan. Jika aktivitas membaca dilakukan secara terus menerus, meskipun hanya beberapa kata yang berhasil ditangkap memori otak kita, maka lama kelamaan akan terkumpul banyak informasi dan pengetahuan dalam otak kita. Sama seperti menabung, meskipun sedikit tapi rutin akhirnya juga akan banyak. Kalau yang kita tabung itu berupa informasi dan pengetahuan, meskipun sedikit lama-lama kita juga akan mengantongi banyak informasi dan pengetahuan secara tidak sadar. 

Nah, dengan banyak informasi dan pengetahuan itulah seseorang akan berdaya dan berkualitas hidupnya. Berbeda dengan orang yang memiliki sedikit informasi dan pengetahuan atau bahkan yang tidak memilikinya sama sekali. Dengan pengetahuan dan informasi yang banyak itu, pikiran akan terus aktif bekerja, mereview dan merangkai atau menghubungkan pengetahuan satu dengan yang lain. Pikiran juga akan dirangsang untuk selalu bertanya tentang hal-hal yang tertampung di dalam otak. Menghubungkan pengetahuan yang sudah dimiliki dengan konteks kehidupan di mana kita berada. Seolah tak terpuaskan dengan pengetahuan yang sudah dimiliki. Pikiran akan terus bekerja, bertanya ini dan itu, juga bertanya tentang bagaimana dan mengapa. Semakin banyak pengetahuan yang dimiliki maka semakin haus rasanya otak kita akan jawaban atas pertanyaan yang kita bangun. Disini akan terjadi sebuah hubungan kausalitas, sebab-akibat antara membaca dan bertanya. Semakin banyak membaca pikiran akan dirangsang untuk semakin banyak bertanya. Semakin banyak pertanyaan dalam otak maka kita juga harus semakin banyak membaca untuk menemukan jawabannya. Membaca dalam arti luas, tidak hanya buku (teks) atau ayat-ayat qauliyah tentunya, namun juga membaca hal-hal yang tidak tertulis dalam teks atau ayat-ayat qauniyah.

Sungguh dahsyat bukan!. Oleh sebab itulah Islam menempatkan aktivitas membaca sebagai bagian yang sangat penting kehidupan manusia. Sampai-sampai ayat yang pertama kali diturunkan Allah SWT kepada utusanNYA (Rasulullah SAW) adalah perintah untuk membaca, iqra’. Dengan demikian aktivitas membaca sama artinya dengan menjalankan perintah Tuhan. Oleh karena itu maka membaca juga diperhitungkan sebagai amal ibadah yang mulia. Orang yang membaca berarti juga beribadah karena mengamalkan perintah Tuhan. Sampai disini kiranya kita menjadi semakin yakin bahwa membaca merupakan pengejawantahan dari ketaqwaan terhadap Tuhan.

Sudah tidak diragukan lagi membaca akan memperkaya pengetahuan manusia. Sehingga bisa dikatakan sebagai orang yang berkualitas atau berisi, sebaliknya orang yang pengetahuannya sedikit disebut sebagai orang yang tidak berkualitas atau tidak berisi. Semakin berkualitas hidupnya, maka orang tersebut akan semakin berdaya dalam mengahadapi segala situasi dan masalah hidup, demikian pula sebaliknya.

Namun membaca saja tidak cukup, mengapa?. Benar, membaca akan memperkaya pengetahuan kita. Namun pengetahuan yang tertanam di alam pikiran, dalam waktu tertentu akan tertumpuk dengan pengetahuan lain sehingga akhirnya lupa dari ingatan kita. Dalam hal ini memang batas kemampuan manusia tidak sama. Ada yang memiliki kapasitas besar dalam memori otaknya sehingga mampu menampung banyak sekali informasi dan pengetahuan. Ada pula yang memiliki kapasitas kecil dalam memori otaknya, sehingga tidak mampu menampung terlalu banyak informasi dan pengetahuan. Dalam kondisi ini, menulis bisa menjadi terapi untuk mengikat pengetahuan yang sudah kita dapatkan dari membaca.

Ikatlah kencang-kencang pengetahuan dan informasi yang sudah kita dapatkan menjadi susunan kata-kata. Menulis dalam konsep mengikat makna, memiliki peran yang sangat penting sebagai latihan untuk mengalirkan pikiran. Latihan untuk mengeluarkan ide yang sudah kita tangkap dalam sederet pengetahuan. Latihan untuk memilih kosakata dan merangkai konsep pikiran, dari konsep-konsep kecil yang tercecer menjadi sebuah konsep besar yang utuh. Saya menyebutnya dengan kegiatan mengorganisasi pikiran.

Aktivitas menulis sangat dipengaruhi oleh pengetahuan yang sudah kita dapatkan. Namun pengetahuan saja tidak cukup bagi kita untuk bisa menuliskan kata-kata, atau lebih tepatnya membangun sebuah konsep besar yang utuh. Banyak sekali orang pandai, orang yang memiliki banyak pengetahuan, namun tidak mampu isi pengetahuannya itu ke dalam kalimat yang mudah dipahami dan enak dibaca. Wajar saja, karena menulis itu butuh keterampilan. Menurut pakar pendidikan Benyamin S Bloom, yang kemudian melahirkan teori taksonomi Bloom, keterampilan digolongkan ke dalam ranah psikomotorik, sementara pengetahuan termasuk ranah kognitif. Jadi sangat berbeda ranahnya. Pengetahuan dapat diperkaya dengan banyak membaca, sementara keterampilan menulis dapat ditingkatkan hanya dengan latihan dan latihan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun