Mohon tunggu...
Saikhunal Azhar
Saikhunal Azhar Mohon Tunggu... lainnya -

Penulis akan mati, tapi karyanya akan tetap abadi. karena itu menulislah untuk kebahagiaanmu di akhirat nanti.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Bagaimana Ciri Teks yang Memberdayakan?

25 April 2016   20:56 Diperbarui: 25 April 2016   21:35 64
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Pada tulisan yang lain saya pernah menyinggung tentang teks yang bergairah, paling tidak meliputi dua hal di dalamnya. Pertama adalah konten atau isi teks yang berupa ide, opini, wacana dan sebagainya. Kedua adalah kulit teks yang berupa tata bahasa, pemilihan kosakata dan sebagainya. Apakah teks yang bergairah tersebut bisa disebut sebagai teks yang memberdayakan? 

Untuk menjawab pertanyaan ini kita tentunya harus mengetahui ciri-ciri teks yang memberdayakan terlebih dahulu. Paling tidak dengan mengidentifikasi ciri atau kriteria tersebut akan memberikan gambaran yang lebih baik untuk menilai apakah sebuah teks yang kita baca atau kita buat sudah memberdayakan apa belum.

Menurut ijtihad yang saya lakukan, kriteria sebuah teks yang memberdayakan baik penulis maupun pembacanya, bisa ditemukan berdasarkan cirri-ciri sebagai berikut:

Pertama, teks yang inovatif, yaitu teks yang menawarkan idea tau wacana baru baik sebagian atau seluruh teks tersebut. Mengapa? Karena ide baru sangat dibutuhkan oleh siapa saja, entah bisa langsung dioperasionalkan atau tidak, setidaknya dengan adanya ide baru yang ditawarkan oleh teks tersebut akan mempengaruhi pemikiran orang. Ide baru ini bisa bersentuhan langsung dengan individu atau orang perorang maupun yang bersentuhan dengan kelompok orang atau komunitas. 

Sebagai contoh, saya merasa telah menemukan teks yang inovatif tersebut dalam sebuah buku yang berjudul: Sekolahnya Manusia, yang ditulis oleh Munif Chatib (2009). Mengapa saya menyebut buku ini sebagai teks yang inovatif?. Karena buku ini menyampaikan atau menawarkan gagasan yang menurut saya berbeda dari buku lainnya. Sebagai buku yang membahas tema tentang pendidikan, ia mampu mendobrak wacana yang sudah berkembang dan mengakar di sektor pendidikan (baca: pendidikan konservatif). 

Teks dalam buku ini benar-benar menampilkan kebaruan wacana dari wacana-wacana tentang pendidikan yang sudah ada sebelumnya. Dimana letak inovasinya? Kalau wacana dalam pendidikan konservatif pada umumnya sepakat mengatakan bahwa keberhasilan sebuah proses pembelajaran sangat besar dipengaruhi oleh raw input calon peserta yang ada. Kalau calon peserta didiknya berkualitas, maka besar kemungkinan proses pembelajaran yang akan dilakukan berhasil dengan baik, demikian sebaliknya. Inilah sebabnya beberapa sekolah konservatif, selalu menerima calon peserta didik yang ditentukan berdasarkan rangking nilai dan prestasi tertentu, dengan harapan sekolah akan memperoleh calon peserta didik dengan kualitas terbaik. 

Inilah wacana yang sudah berkembang dan mengakar di bidang pendidikan. Sehingga kemudian muncul siswa pandai dan siswa bodoh, karena memang sudah sejak awal dipetakan sedemikian rupa. Paradigma ini didobrak melalui teks dalam sekolahnya manusia. Gagasan utama yang sangat berkesan dalam pikiran saya dan kemudian mengubah jalan pikiran saya tentang fakta-fakta tersebut adalah, menurut Munif Chatib, pembuat teks tersebut, tidak ada siswa bodoh dan pandai. Yang benar, menurut teks ini adalah adanya potensi kecerdasan yang berbeda antara satu anak dengan yang lain. 

Artinya tidak semua anak bisa dipaksakan untuk menguasai sebuah materi pelajaran yang sama. Misalnya pada pelajaran matematika, tidak adil kalau semua anak hanya diukur tingkat kecerdasan mereka berdasarkan kemampuan menguasai pelajaran matematika dengan baik. Karena memang sejak dilahirkan, manusia sudah memiliki potensi bawaan yang sangat berbeda, sekalipun dengan saudara sekandung. Seorang anak yang tidak bisa menguasai pelajaran matematika dengan baik, pasti ia memiliki kelebihan untuk bisa menguasai lebih baik dalam bidang yang lain. 

Nah, tugas guru yang paling mendasar sejatinya adalah meneliti keberagaman potensi peserta didik tersebut, sehingga mereka bisa dididik dan dikembangkan kecerdasannya berdasarkan potensi bawaan dalam dirinya. Dengan demikian, maka semua peserta didik tentunya dapat dimaksimalkan potensinya berdasarkan potensinya masing-masing. Inilah yang disebut sebagai multiple intelligences (MI), gagasan utama yang ditawarkan dalam teks sekolahnya manusia. Sesuatu yang baru dan memberdayakan pikiran dan sikap saya dalam bidang pendidikan.

Kedua, teks yang memberikan alternatif pemecahan masalah. Dalam berbagai buku motivasi, kata-kata yang sampaikan bisa jadi sangat menyentuh diri kita dalam menghadapi berbagai problem hidup yang sedang terjadi. Meskipun ketika sedang membaca, kita sebenarnya tidak sadar akan menemukan solusi disana. 

Banyak sekali problem hidup yang bisa ditemukan jalan keluarnya melalui bacaan, asal kita mampu menemukan bacaan yang tepat. Sebuah contoh misalnya apabila Anda sedang bingung ketika akan memulai sebuah usaha, padahal hanya memiliki modal yang sangat terbatas. Belakangan ini banyak sekali bacaan, baik buku maupun media online seperti blog yang mencoba menawarkan wacana berupa kiat-kiat usaha dan pilihan-pilihan bidang usaha yang bisa Anda terjuni. Nah semua teks itu, apabila Anda mampu menemukan jalan keluar atas persoalan yang sedang Anda hadapi di dalamnya, sesungguhnya teks itu telah memberdayakan diri Anda.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun