Ketiga, bingung membuat kalimat pembuka. Ini masalah klasik yang sering dialami banyak orang termasuk saya sendiri. Saya merasakan gejala ini ketika periode awal latihan menulis. Rasanya susah sekali mengeluarkan sebuah kata. Padahal sebelumnya dengan rasa percaya diri ingin segera mengeluarkan ide yang bergelantungan di langit-langit otak saya. Namun ternyata setelah menyalakan laptop, satu kata pun tak segera tampak di layar monitor. Â Ada beberapa alat yang bisa menolong kita ketika terjebak dalam kebuntuan semacam ini. Antara lain dengan membuat daftar pertanyaan sebanyak mungkin mengenai tema yang akan kita tulis. Kemudian jawablah pertanyaan-pertanyaan itu, lalu tuangkan satu persatu menjadi kalimat yang saling berhubungan. Alat lain yang biasa digunakan adalah dengan membuat outline atau kerangka tulisan. Prinsipnya sama, kita diajak untuk menjabarkan gagasan utama yang akan kita tulis menjadi beberapa bagian tulisan, sehingga tersusun seperti kerangka. Paragraf pertama apa, kedua apa dan seterusnya. Kerangka ini akan memandu kita untuk menuangkan kalimat yang ingin kita tulis. Selain kedua alat tersebut, kini diperkenalkan alat lain yang disebut dengan mind mapping atau pemetaan pikiran. Sebenarnya cara kerjanya hampir sama dengan kedua alat diatas, namun mind mapping lebih flexibel karena dapat berkembang bebas. Pembahasan secara komprehensif mengenai masalah ini akan saya kupas pada tulisan lain yang khusus membicarakan tentang membangun paragraf.
Keempat, tidak punya waktu luang untuk menulis. Hambatan ini juga sering diungkapkan oleh banyak orang. Masalahnya hampir sama dengan tidak punya cukup waktu untuk membaca, pada tulisan sebelumnya. Mengapa tidak punya waktu?, saya kok tidak sepenuhnya yakin. Coba direnungkan kembali, benarkah Anda sudah tidak punya waktu lagi?. Dugaan saya sama seperti kasus tidak punya waktu untuk membaca, persoalannya hanyalah tidak bisa mengelola waktu dengan baik. Saya percaya, bagi orang yang sangat sibuk, mengelola waktu memang tidak mudah. Namun itu semua akhirnya berpulang kepada kita, kalau memang menulis menjadi sesuatu yang dianggap penting seperti solat misalnya, ya tentu harus dialokasikan waktu meskipun di sela-sela kesibukan yang dijalani. Sekarang menulis tidak harus membuka laptop dan duduk manis di depan komputer. Saya sudah mulai terbiasa menulis di mana saja menggunakan smartphone, salah satu hikmah teknologi yang sangat saya rasakan manfaatnya. Anda pun bisa, sambil istirahat menunggu makan siang, setelah salat subuh atau menjelang beraktivitas pagi, menjelang tidur dan sebagainya. Ingat! Waktu yang dipinjamkan Tuhan sebanyak 24 jam sehari semalam dan selama hidup ini adalah milik Anda sepenuhnya. Jadi seharusnya Andalah yang mengatur waktu itu, bukan sebaliknya waktu yang mengatur Anda.
Kelima, pernahkah Anda mengalami blank alias tidak punya ide apapun?. Ya ini masalah utama yang menjadi hambatan dalam menulis. Namun persoalan ini sesungguhnya tak perlu dibahas secara panjang dan lebar. Karena upaya untuk mengatasinya sudah dipaparkan dalam mengikat makna, sebuah terapi memberdayan diri. Kali ini saya hanya ingin menegaskan bahwa persoalan blank ide ini terjadi karena kita miskin referensi. Cara mengatasinya ya membaca. Kalau menulis adalah skema pemberdayaan  in-out, artinya kita mebgeluarkan apa yang ada dalam diri kita dan memberikannya kepada orang lain. Maka membaca adalah skema pemberdayaan out-in, kita mentransfer infomasi dan pengetahuan dari luar (membaca) ke dalam otak kita.
Ini semua merupakan hambatan yang bersumber dari dalam diri calon penulis. Hambatan yang dipaparkan tersebut bersifat universal, artinya berdasarkan identifikasi secara umum. Di luar kelima hambatan yang saya paparkan tersebut, tentu masih banyak lagi hambatan menulis yang bisa dialami oleh calon penulis. Karena hambatan internal ini sifatnya dinamis, persoalannya kompleks dan terus berkembang.  Di luar hambatan yang universal ini tentu juga tidak tertutup kemugkinan akan terjadi hambatan yang bersifat eksklusif atau khusus, hanya dialami oleh orang-orang  yang khusus pula. Sehingga upaya penyelesaiannya pun harus khusus pula.
demikian catatan sederhana saya, semoga bermanfaat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H