Mohon tunggu...
Saikhunal Azhar
Saikhunal Azhar Mohon Tunggu... lainnya -

Penulis akan mati, tapi karyanya akan tetap abadi. karena itu menulislah untuk kebahagiaanmu di akhirat nanti.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Multiple Spiritual Intelligence Seni Melejitkan Kecerdasan Spiritual Secara Unik dan Menyenangkan Bagian Pertama

2 Maret 2015   06:53 Diperbarui: 17 Juni 2015   10:18 92
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Menjadi orang baik, merupakan cita-cita setiap orang tua terhadap anaknya. Demikian pula cita-cita setiap insan yang hidup di dunia. Kriteria atau tolok ukur baik, yang umum, lazim dan mudah dipahami adalah menjadi pribadi yang saleh. Yaitu pribadi yang menjiwai dan mengamalkan ajaran dan tuntunan agama dalam kehidupan sehari-hari. Makanya, setiap ada orang yang melakukan upacara pemberian nama anak yang baru lahir selalu diiringi doa “semoga kelak menjadi anak yang solih (bagi anak laki-laki) dan solihah (bagi anak perempuan), berbakti kepada kedua orang tua, agama dan seterusnya”.

Namun, dalam lapangan kehidupan ini rupanya telah terjadi kesalahpahaman yang kaprah. Yang memaknai dan menilai orang saleh hanya terbatas pada orang yang menguasai agama secara formal. Seperti pandai mengaji, rajin solat, puasa dan seterusnya. Pemahaman ini, menurut saya tak ubahnya mempersempit makna saleh itu sendiri. Memang, pengamalan agama secara formal akan menjadi landasan bagi pembentukan pribadi yang saleh. Dalam ajaran Islam sendiri, ajaran formal sebagaimana yang termasuk dalam rukun Islam: Syahadat, Solat, Zakat, Puasa dan Haji merupakan syarat wajib yang harus dilaksanakan setiap muslim. Dengan pengamalan ini pula, dapat dijadikan bahan penilaian terhadap seseorang: apakah dia muslim atau tidak.

Namun, penilaian yang didasarkan atas pengamalan ajaran agama secara formal ini tidak dapat dijadikan standar baku untuk menilai tingkat kesalehan seseorang. Karena dalam beberapa kasus, tidak jarang seseorang yang telah mengamalkan ajaran agama tersebut memiliki tabiat yang tidak baik. Banyak sekali contoh kasus dengan berbagai modus. Misalnya, pembunuhan, penipuan hingga korupsi. Semua ini terpapar dalam kehidupan setiap hari. Mereka ini bisa disebut sebagai oknum umat Islam. Saya menyebut, umat Islam yang tidak memiliki kecerdasan spiritual. Praktek keberagamaannya tidak dilandasi dengan kesadaran pribadi yang digali dari kecerdasan spiritual tersebut.

Pemahaman yang sempit terhadap ajaran agama hanya akan menjebak kita pada praktek keberagamaan yang tekstualis dan eksklusive. Di mana teks dalam ajaran agama dimaknai secara statis dan tekstual an sich. Padahal dunia ini dinamis sehingga teks dalam ajaran agama tidak bisa dimaknai secara tekstual, namun harus kontekstual. Agar bisa memamahi agama secara kontekstual itulah, maka kecerdasan spiritual dibutuhkan. Jadi, kecerdasan spiritual merupakan sebuah metode untuk memahami konsep agama secara kaffah, komprehensif. Dengan ini kita bisa memahami dan mengamalkan agama dengan menyenangkan karena semua akan tampak indah.

Ajaran dalam Islam, memilikki dimensi vertikal dan horisontal. Dimensi secara vertikal berisi ajaran yang mengatur hubungan antara manusia dengan Tuhannya. Sedangan secara horisontal berisi ajaran yang mengatur hubungan antara manusia dengan manusia dan antara manusia dengan lingkungan hidupnya. Kedua dimensi ajaran agama ini memiliki sisi-sisi unik dan penuh rahasia. Namun sisi-sisi yang unik itu tidak banyak dipahami sehingga hanya dilewatkan begitu saja. Padahal bukan tidak mungkin dari sisi yang unik dan rahasia itu justru memiliki makna ibadah yang sangat besar dan mendatangkan kemaslahatan dalam kehidupan.

Jadi, sadarkah Anda! Kalau semua waktu dan kesempatan yang kita punya selama hidup di Dunia ini bisa menjadi amal saleh. Yaitu amal yang akan mendatangkan dua manfaat sekaligus. Pertama mendatangkan pahala sebagai reward atas apa yang telah kita lakukan. Kedua mendatangkan kebaikan atau maslahat bagi kehidupan sosial.

Namun pada saat yang sama, semua waktu dan kesempatan yang kita punya selama hidup di Dunia ini, bisa jadi hanya mendatangkan madharat. Yaitu amal yang akan mendatangkan dua kerugian sekaligus. Pertama, mendatangkan dosa sebagai punishman atas apa yang telah kita laksanakan. Kedua,menyebabkan kerugian, maksiat atau fitnah dalam kehidupan. Semua ini sangat mungkin terjadi manakala kita tidak memiliki beragam kecerdasan untuk menggunakan waktu dan kesempatan yang kita punya.

Oleh karena itu, memahami sisi-sisi unik dan rahasia dalam segala aspek kehidupan ini menjadi sangat penting agar kita bisa memanfaatkan semua waktu dan segala kesempatan yang kita miliki selama hidup di dunia. Hal ini sesuai dengan pesan Rasulullah yang intinya bahwa: sesungguhnya dunia ini adalah ladang bagi kehidupan di akhirat kelak.

Di ladang kehidupan dunia ini, kita di perintahkan menanam apa saja yang kita mau. Kalau kita menanam kebaikan, maka kelak kita akan memanen kebaikan pula di negeri akhirat. Demikian pula sebaliknya, kalau kita menanam keburukan maka di negeri akhirat nanti kita akan menuai keburukan. Jadi, semua tergantung kita. Apakah kita ingin menjadi hamba yang memiliki beragam kecerasan spiritual?. Simak Multiple Spiritual Intelleigence bagian kedua. Wassalam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun