Mohon tunggu...
hanyn azka
hanyn azka Mohon Tunggu... -

seorang yang ingin terus mengintip dunia lebih luas diluar dunianya sendiri

Selanjutnya

Tutup

Puisi

kalah

10 Oktober 2010   03:43 Diperbarui: 26 Juni 2015   12:33 78
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com


/* Style Definitions */
table.MsoNormalTable
{mso-style-name:"Table Normal";
mso-tstyle-rowband-size:0;
mso-tstyle-colband-size:0;
mso-style-noshow:yes;
mso-style-parent:"";
mso-padding-alt:0cm 5.4pt 0cm 5.4pt;
mso-para-margin:0cm;
mso-para-margin-bottom:.0001pt;
mso-pagination:widow-orphan;
font-size:10.0pt;
font-family:"Times New Roman";
mso-ansi-language:#0400;
mso-fareast-language:#0400;
mso-bidi-language:#0400;}

Sayang, haruskah ku ajarkan lagi kepekaan padamu?

Disaat ku meringkuk kedinginan dalam kamar, kau malah mengangkut semua kayu bakar yang kita kumpulkan bersama tadi pagi, lalu menyalakannya di tempat lain bersama teman-temanmu.

Lalu dengan kayu yang mana lagi kau akan membuat api untuk menghangatkanku?

Sayang,

Maukah kau mencarikan lagi untukku dari hutan di belakang rumah kita?

Atau mintakan sepotong saja dari tetangga sebelah.

Tapi tentu nyalanya tak akan sama, kehangatannya akan berbeda.

Karena kayu yang kita kumpulkan pagi tadi adalah kayu pilihan, yang telah kita jemur dibawah matahari yang tak sekalipun terhalang awan.

Sayang, kau bilang aku tak mempedulikanmu

Padahal baru kemarin, ketika hujan mengguyurmu

Ketika basah yang ada di sekujur tubuh menggigilkanmu

Aku berlari, menyorongkan payung yang baru saja ku beli, yang semula ingin ku gunakan untuk menolak tetes-tetes air langit itu jatuh ke tubuhku.

Lalu ku redakan dinginmu dengan pelukan selimut tebal yang masih wangi

Ku alirkan pula aura hangat tubuhku di tanganmu

Apa kau masih kedinginan waktu itu hingga kau bilang aku tak peduli?

Sayang,

Kau bilang aku telah hilang dalam maya, padahal aku masih duduk disampingmu

Kau bilang aku telah menjadi pipit liar, padahal aku tak memiliki sayap

Kau bilang aku sudah mati, padahal aku ingin selalu hidup untukmu

Kau bilang aku bukan untukmu,

Lalu mengapa ku masih disini?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun