/* Style Definitions */
table.MsoNormalTable
{mso-style-name:"Table Normal";
mso-tstyle-rowband-size:0;
mso-tstyle-colband-size:0;
mso-style-noshow:yes;
mso-style-parent:"";
mso-padding-alt:0cm 5.4pt 0cm 5.4pt;
mso-para-margin:0cm;
mso-para-margin-bottom:.0001pt;
mso-pagination:widow-orphan;
font-size:10.0pt;
font-family:"Times New Roman";
mso-ansi-language:#0400;
mso-fareast-language:#0400;
mso-bidi-language:#0400;}
Sayang, haruskah ku ajarkan lagi kepekaan padamu?
Disaat ku meringkuk kedinginan dalam kamar, kau malah mengangkut semua kayu bakar yang kita kumpulkan bersama tadi pagi, lalu menyalakannya di tempat lain bersama teman-temanmu.
Lalu dengan kayu yang mana lagi kau akan membuat api untuk menghangatkanku?
Sayang,
Maukah kau mencarikan lagi untukku dari hutan di belakang rumah kita?
Atau mintakan sepotong saja dari tetangga sebelah.
Tapi tentu nyalanya tak akan sama, kehangatannya akan berbeda.
Karena kayu yang kita kumpulkan pagi tadi adalah kayu pilihan, yang telah kita jemur dibawah matahari yang tak sekalipun terhalang awan.
Sayang, kau bilang aku tak mempedulikanmu
Padahal baru kemarin, ketika hujan mengguyurmu
Ketika basah yang ada di sekujur tubuh menggigilkanmu
Aku berlari, menyorongkan payung yang baru saja ku beli, yang semula ingin ku gunakan untuk menolak tetes-tetes air langit itu jatuh ke tubuhku.
Lalu ku redakan dinginmu dengan pelukan selimut tebal yang masih wangi
Ku alirkan pula aura hangat tubuhku di tanganmu
Apa kau masih kedinginan waktu itu hingga kau bilang aku tak peduli?
Sayang,
Kau bilang aku telah hilang dalam maya, padahal aku masih duduk disampingmu
Kau bilang aku telah menjadi pipit liar, padahal aku tak memiliki sayap
Kau bilang aku sudah mati, padahal aku ingin selalu hidup untukmu
Kau bilang aku bukan untukmu,
Lalu mengapa ku masih disini?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H