[caption id="attachment_178226" align="aligncenter" width="532" caption="Kontras : Ekspresi Pasukan Chelsea dan Bayern Muenchen setelah adu penalti. Sumber : ibtimes.com"][/caption] Kekalahan Bayern Muenchen di markasnya sendiri, Allianz Arena menjadi pukulan telak bagi mereka. Apalagi kekalahan yang didapatkan Bayern justru diiringi fakta dan statistic bahwa mereka mendominasi permainan sepanjang laga. Ini membuat kekalahan Bayern kian tragis, persis mirip film-film jelek, yang bagus alur ceritanya namun jelek endingnya.
Pada saat yang bersamaan, Roman Abramovic, juragan minyak Rusia sekaligus bos Chelsea tengah bergembira. Bagaimana tidak? Tim yang telah dibelinya semenjak 2004 kini telah dapat memenangkan kompetisi terbesar di Eropa, Liga Champions. Itu adalah salah satu ambisi terbesarnya kala membeli pasukan biru London.
Bagaimana dengan RDM? Bagi sebagian orang, ialah sosok sebenarnya di balik keberhasilan The Blues memborong dua trofi sekaligus musim ini. Setelah Chelsea menggaet AVB (Andre Villas Boas) dari FC Porto dengan ekspektasi selangit, ia justru gagal memimpin pasukan biru London. RDM yang ‘hanya’ menjadi asisten pelatih, justru berhasil ketika ditunjuk menjadi caretaker di Stamford Bridge. Bahkan strategi ‘parkir bus’ ala Italianya berhasil menghentikan laju pasukan Blaugrana, Barcelona, tim yang digadang-gadang sebagai tim terbaik sejagad.
Dalam pertandingan yang berlangsung di Muenchen, ia tidak banyak mengubah gaya permainan layaknya melawan Barcelona. Ia kembali memarkir bus di daerah pertahanan, termasuk Didier Drogba yang berposisi sebagai striker tunggal. Bayern memang menguasai laga sepenuhnya. Namun mereka kesulitan meruntuhkan tembok pertahanan yang kokoh dibangun RDM.
Hal ini juga yang dialami oleh Barca. Mereka frustasi dengan tembok pertahanan yang kuat ini. Ini menandakan bahwa RDM telah berhasil mengembalikan gaya sepakbola defensif ala Italia. Semenjak Spanyol berhasil meraih trofi Euro 2008 di Austria dan Swiss, gaya Tiki-Taka menjadi sangat populer. Dan Barcelona, tim dengan mayoritas pemain asli Spanyol dan pemain binaan, menjadi klub tersukes yang memperagakan gaya ini.
Barca kemudian mendominasi persepakbolaan Eropa hingga tiga empat tahun terakhir dengan ciri khas permainan menyerang dan possession ball yang tinggi. Mereka memainkan gaya-gaya elegan dengan umpan-umpan silang berbahaya. Itu membuat sepakbola mereka layak untuk dinikmati.
Namun, petaka Tiki-Taka datang kala negative football muncul. Jose Mourinho berhasil memperagakannya kala menangani Inter Milan untuk menjungkalkan Barca. Musim ini, cara serupa dilakukan Roberto Di Matteo untuk membendung tim yang sama. RDMÂ mengembalikan gaya pertahanan kokoh ala Italia kembali menguasai Eropa!
[caption id="attachment_178227" align="aligncenter" width="455" caption="Pahlawan : Roberto Di Matteo, Racikannya telah Mengalahkan Barcelona dan Bayern Muenchen. Sumber : Buzzbox.com"]
Banyak orang berkata bahwa Chelsea mendapat banyak keberuntungan dengan tidak banyak kebobolan saat melawan Barcelona di dua leg. Memang. Selain bertahan dengan disiplin, mereka juga kerap dibarengi keberuntungan. Jua dua penalti dari Lionel Messi dan Arjen Robben yang gagal masuk gawang Petr Cech. Itu adalah salah satu keberuntungan yang luar biasa. Anehnya, penyebab dua penalti itu adalah satu pemain, yaitu Didier Drogba. Drogba justru menjadi pahlawan di semi final, maupun final.
Apapun itu, Congratulation for The Blues. Hope you Enjoy your First UEFA Champions League Triumph!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H