Mohon tunggu...
azas tigor nainggolan
azas tigor nainggolan Mohon Tunggu... Pengacara - Advokat dan Analis Kebijakan Transportasi

Aktivis Perkotaan yang Advokat dan Analis Kebijakan Transportasi

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Keadilan Hukum Masih Menjadi Barang Dagangan Mahal di Indonesia, Catatan Hukum bagi Rakyat Kecil Sepanjang Tahun 2024

28 Desember 2024   09:09 Diperbarui: 28 Desember 2024   11:02 79
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Keadilan Hukum Masih Menjadi  Barang Dagangan Mahal Di Indonesia.
Catatan Hukum Bagi Rakyat Kecil Sepanjang Tahun 2024.

Gambar buram warna  hitam masih menjadi warna utama penegakan hukum selama tahun 2024 di Indonesia. Banyak kasus hukum yang terjadi pada tahun 2024 ini tapi tidak diselesaikan ada acara adil. Misalnya saja penanganan kasus tewasnya seorang siswa di Padang Sumatera Barat dan terakhir tewasnya seorang siswa juga di tembak seorang anggota polisi di Semarang Jawa Tengah beberapa bulan lalu masih belum tuntas ditangani secara adil oleh aparat penegak hukum.   Keluarga harus berjuang mata-matanya untuk mendapatkan keadilan secara hukum. Hingga hari ini kasus tersebut tidak bisa dibongkar tuntas dan gantung tidak jelas kasus, pelaku serta penyelesaiannya.

Warna hitam, ketidakadilan penegakan hukum di Indonesia masih banyak terjadi di seluruh Indonesia sepanjang tahun 2024 ini. Berdasarkan pengalaman mendampingi para korban, catatan media dan laporan masyarakat, dalam catatan kami sepanjang tahun 2024 kepolisian masih rendah dalam membongkar kejahatan yang dilaporkan oleh masyarakat. Keluhan atas pelayanan hukum bagi masyarakat oleh Kepolisian masih sangat rendah mengkhawatirkan. Masyarakat masih sulit mendapatkan keadilan dan bahkan pengaduan masyarakat dalam kasus yang terang benderang saja  dibuat gelap dan pelaku terlindungi dari hukuman. Banyak kasus pengaduan kejahatan dilaporkan ke polisi tapi kepolisian tidak menanganinya dan membuatkan gantung tanpa kejelasan secara hukum.

Kami menangani banyak kasus kekerasan seksual pada anak, tetapi ketika korban dan keluarga mau dan berani mengadukan kasusnya tidak didukung oleh proses yang adil dan oleh petugas polisi yang sigap juga bersih. Salah satu kasus yang kami dampingi adalah seorang anak yang menjadi korban kekerasan seksual di Jakarta Pusat. Korban dan keluarganya sudah melaporkan ke kepolisian, tetapi sudah berbulan-bulan polisi tidak juga menetapkan pelakunya sebagai tersangka. Begitu pula kami mendampingi korban kekerasan terhadap perempuan di Jakarta Timur sudah lebih dari setahun lalu laporannya. Hingga hari ini kepolisian tidak juga menetapkan para pelakunya menjadi tersangka. Alasan polisi banyak sekali dan "bersembunyi" di balik alasan prosedural. Tindakan bersembunyi di balik alasan prosedural ini sepertinya untuk menghambat dan membuat korban putus asa melanjutkan laporannya.

Para korban atau keluarganya harus berjuang keras dan mengeluarkan energi dan biaya sangat besar, apabila ingin mendapatkan keadilan hukum atas kejadian menjadi korban kejahatan. Tidak mudah melaporkan sebuah kejahatan ke polisi untuk segera ditangani secara benar sesuai hukum yang berlaku. "Sudah jadi korban, tertimpa tangga pula", demikian ungkapan sinis jika sebagai korban ingin melaporkan kasus yang dialami ke kepolisian. Petugas polisinya akan susah bergerak cepat dan sigap setelah korban melaporkan kejadiannya. Perlu usaha, energi dan bahkan biaya besar untuk memperjuangkan keadilan para korban. "Jika ingin melaporkan kehilangan kambing di kepolisian  maka harus siap kembali kehilangan sapi", ini juga sikap sinis yang mengemuka di masyarakat korban terhadap pelayanan penegakan hukum di kepolisian  Indonesia.

Keluhan masyarakat akan berhenti di tingkat pelaporan penyelidikan atau penyidikan kepolisian  jika korbannya dari masyarakat kecil yang tidak ada dukungan dari tokoh publik, petinggi kepolisian atau pejabat publik atau tidak viral kejadian kejahatannya. Keadilan memang masih barang mahal dan sulit didapat. Bahkan sering dan banyak pelaporan sudah setahun lebih tidak ada perkembangan pemeriksaan di kepolisian level paling rendah hingga level paling tinggi   Perlu dukungan besar dan uang besar hingga hari ini untuk masyarakat yang jadi korban agar kasusnya ditangani secara hukum yang adil. Mari coba dibuka dan dibeberkan ke publik, jumlah tunggakan penahanan  pelaporan kasus kejahatan di kepolisian. Selanjutnya mari diindentifikasi kelemahan dan hambatan penanganannya di level proses mana? Nah perbaikan dan penegakan untuk keadilan hukum bisa diperbaiki dengan adanya penegakan hukum yang di tahun mendatang.

Perbaikan penegakan hukum untuk keadilan, kepolisian seharusnya menjadi garda paling depan  untuk melindungi masyarakat pencari keadilan. Terutama melindungi masyarakat yang sudah jadi korban agar dilindungi hak-haknya secara hukum. Pelaku kejahatan dibiarkan, bahkan "dilindungi" berkeliaran tanpa penegakan hukum dan itu aparat penegak hukum membiarkannya.  Kejahatan terus terjadi dan berkembang karena kepolisian sebagai agen perubahan dan penegakan hukum tidak bekerja secara baik dan adil aturan hukum yang ada. Akibatnya ketidakteraturan dan kejahatan terus marak karena sistem hukum tidak berjalan baik.

Dalam ilmu hukum dikenal sebuah teori sistem hukum dari Lawrence M. Friedman menyatakan bahwa sistem hukum terdiri dari empat elemen utama, yaitu: Struktur hukum (legal structure), Substansi hukum (legal substance), Budaya hukum (legal culture). Menurut Friedman, keberhasilan penegakan hukum bergantung pada ketiga elemen tersebut.
Berikut ini adalah penjelasan mengenai ketiga elemen tersebut:
Struktur hukum, merupakan kerangka bentuk yang permanen dari sistem hukum yang menjaga proses tetap berada di dalam batas-batasnya. Struktur hukum menyangkut aparat penegak hukum seperti kepolisian, kejaksaan dan peradilan.
Substansi hukum, meliputi perangkat perundang-undangan dan produk hukum berupa regulasi yang dihasilkan oleh orang yang berada dalam sistem hukum.
Budaya hukum, merupakan hukum yang hidup (living law) yang dianut dalam suatu masyarakat.

Gagasan Friedman tentang budaya hukum dapat digunakan untuk menganalisis kenapa dan bagaimana sebuah sistem hukum bekerja pada waktu tertentu. Artinya jika struktur hukum bekerja dengan baik, seperti aparat kepolisian, kejaksaan dan kehakiman (peradilan) bekerja dengan baik untuk melindungi korban dan masyarakat maka akan terbangun budaya hukum baru, yakni budaya ketertiban, taat hukum dan keadilan. Aparat hukum seperti kepolisian, kejaksaan dan kehakiman atau peradilan sebagai bagian struktur hukum harus bekerja menegakan hukum sesuai produk hukum atau aturan hukum yang ada. Struktur hukum, aparat hukum tidak menjadikan aturan hukum sebagai alat kekuasaan kepentingan individu si aparat, apalagi menyandera atau memperdagangkan aturan hukum. Keadilan Hukum bagi rakyat kecil sangat penting untuk dapat diakses secara mudah. Jika rakyat kecil bisa mendapatkan keadilan maka budaya hukum baru, keadilan bagi semua dapat diwujudkan. Marilah kita bangun aturan hukum yang adil dan jalankan secara adil agar tujuan hukum untuk kesejahteraan serta keadilan rakyat dapat diwujudkan.

Jakarta, 28 Desember 2024.
Dr. Azas Tigor Nainggolan, SH, MSi, MH.
Advokat di Jakarta.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun