Rabu, 10 Juni 2015. Hari pembukaan pameran fotografi karya Erik Prasetya di IFI (Institut Français d'Indonésie), karya fotografi yang menangkap rekam realitas keseharian penghuni Kota Jakarta yang menawarkan sebuah model pendekatan yang disebut sebagai Estetika Banal.
Estetika Banal menawarkan cara melihat estetika yang lebih luas, dengan dinamika aktivitas gerak manusia dan elemen lain dalam keseharian yang banal. Karya Erik sudah cukup banyak salah satunya sebuah buku 'JAKARTA Estetika Banal', sebuah buku yang berisi dokumentasi fotografi Erik Prasetya tentang Jakarta (koleksi 1990-2010).
Pameran yang ditempatkan di depan Jalan Sudirman-Thamrin ini menawarkan sebuah karya yang tidak hanya menunjukkan realitas kepada warga Jakarta sendiri, namun galeri foto ini bertujuan untuk dinikmati oleh pengendara yang (sedang) terjebak kemacetan, sehingga menawarkan fenomena yang unik, bagaimana orang dalam kemacetan menikmati karya fotografinya.
Tidak hanya itu, suara klakson mobil/metromini dan pengamen jalanan yang berada di sepanjang jalan, juga menjadi iringan musik yang seolah menyajikan 'backsound' yang melengkapi karya foto.
Orang-orang yang masuk dalam karya fotonya cukup antusias dengan karya Erik ini, karena Erik menyampaikan bahwa masih ada beberapa orang dalam bingkai fotonya, masih menjalin komunikasi dengan dia dan sering datang dalam pameran fotonya.
Erik juga menyampaikan jika ada seseorang yang merasa masuk bingkai karya fotonya, dia bisa meninggalkan kontak dan Erik akan memberi apresiasi berupa buku karyanya. Dan diharapkan pada pameran yang dilakukan di jalan Sudirman-Thamrin ini, akan semakin banyak lagi seseorang tahu bahwa dia berada di bingkai foto karya Erik ini.
Menurut saya ini sangat menarik, karena ada hubungan emosional yang diciptakan antara fotografer dan model yang tak sengaja masuk dalam karya foto nya, sehingga komunikasi akan terus berlanjut dan (mungkin) si model yang berada di bingkai fotonya tersebut bisa bercerita lebih detail tentang suasana yang terjadi dalam karya fotonya.
Dan selain komposisi-komposisi yang dramatis, menangkap momen-momen kejenuhan, kebahagiaan, keruwetan yang terjadi yang direkam dalam satu keadaan yang sangat singkat di tengah hiruk pikuk kota, karya Erik ini seperti mencoba mengajak kita merasakan suasana 'melodramatik', di sebuah realita keseharian dan suasana kehidupan masyarakat ibu kota. (azm)
(Foto Dokumentasi oleh Dimas Jayasrana)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H