Oleh: Azami Ziyad Fatih
Keberagaman adalah hal yang tidak bisa dihindari dalam kehidupan kita, terutama di negara seperti Indonesia yang kaya akan budaya, agama, dan suku. Namun, seringkali keberagaman ini tidak selalu dipandang sebagai hal yang positif. Beberapa orang melihat perbedaan ini sebagai penghalang atau bahkan alasan konflik. Padahal, keberagaman bisa menjadi kekayaan yang memperkaya kehidupan kita bersama.
Di era globalisasi, keberagaman menjadi lebih terlihat. Orang dari berbagai latar belakang bertemu dan hidup bersama dalam satu lingkungan. Jika keberagaman ini dikelola dengan baik, maka bisa menjadi sumber kekuatan yang mendorong kreativitas, kerja sama, dan kemajuan. Sebaliknya, jika tidak dihargai, keberagaman bisa menjadi pemicu konflik dan perpecahan.Di tingkat mahasiswa, keberagaman juga sering terlihat dalam kegiatan kampus, baik dalam kelompok belajar, organisasi, maupun kehidupan sehari-hari. Dengan membahas topik ini, kita bisa lebih memahami pentingnya menghargai perbedaan dan menjadikannya kekuatan, bukan pemisah.
Keberagaman merupakan salah satu ciri utama dari kehidupan masyarakat Indonesia, yang terdiri dari berbagai suku, agama, bahasa, dan budaya. Hal ini sering kali menjadi tantangan, namun jika di olah dengan baik, keberagaman juga bisa menjadi sumber kekayaan yang sangat berharga. Dalam pendidikan misalnya, keberagaman dapat menciptakan lingkungan yang lebih dinamis dan kaya akan pengalaman. Misalnya, mahasiswa yang berasal dari  daerah yang berbeda sering berbagi pengetahuan dan pengalaman, yang membuat proses belajar menjadi lebih terbuka dan menyenangkan. Sebagaimana diungkapkan oleh Subandi dan Widodo (2020), "Keberagaman dalam pendidikan tidak hanya memperkaya pengalaman belajar, tetapi juga mengajarkan nilai toleransi dan saling menghargai" (Subandi & Widodo, 2020). Oleh karena itu, sangat penting bagi kita untuk melihat keberagaman bukan sebagai penghalang, melainkan sebagai sumber kekayaan yang memperkaya kehidupan sosial kita.
Toleransi dan empati juga memegang peranan penting dalam menjaga hubungan antarindividu dalam masyarakat yang beragam. Toleransi mengajarkan kita untuk menerima perbedaan, sementara empati mengajarkan kita untuk memahami perasaan orang lain. Kedua nilai ini sangat diperlukan agar kita bisa menjaga keharmonisan dalam berinteraksi. Misalnya, saat bekerja kelompok, ada anggota kelompok yang memiliki pandangan atau cara berpikir yang berbeda. Dengan sikap empati, kita bisa memahami alasan di balik pandangan mereka dan bekerja sama untuk mencapai solusi yang terbaik. Sebagaimana Prasetyo dan Sari (2021) menjelaskan, "Toleransi dan empati adalah kunci untuk membangun masyarakat yang damai dan harmonis, terutama dalam konteks masyarakat yang multikultural" (Prasetyo & Sari, 2021). Dengan menerapkan nilai-nilai ini, kita dapat menciptakan hubungan sosial yang lebih konstruktif.
Di samping itu, inklusi sosial dan keadilan merupakan dua aspek penting lainnya dalam menjaga keberagaman. Inklusi sosial berfokus pada pentingnya keterlibatan semua individu, tanpa memandang latar belakang, dalam segala aspek kehidupan. Dalam masyarakat yang beragam, memastikan tidak ada kelompok yang merasa terpinggirkan sangatlah penting. Sebagai contoh, di kampus, dalam sebuah organisasi, penting untuk memastikan bahwa setiap anggota, terlepas dari latar belakang suku, agama, atau asal daerah, memiliki kesempatan yang sama untuk berkontribusi. Lestari dan Azmi (2022) mengungkapkan, "Inklusi sosial dalam masyarakat multikultural memastikan bahwa semua kelompok memiliki kesempatan yang sama untuk berpartisipasi dalam kehidupan sosial dan ekonomi" (Lestari & Azmi, 2022). Dengan menciptakan inklusi, kita membantu membangun masyarakat yang lebih adil dan setara.
Mengelola perbedaan secara bijaksana juga penting dalam menjaga keberagaman sebagai sumber kekayaan. Mengelola perbedaan dengan bijak mengharuskan kita untuk tetap menghargai perbedaan dan menggunakan komunikasi yang efektif untuk mengatasi konflik yang mungkin terjadi. Misalnya, dalam keluarga yang anggotanya memiliki agama yang berbeda, berbicara secara terbuka untuk saling memahami keyakinan satu sama lain bisa membantu mempererat hubungan dan menghindari kesalahpahaman.Nurcahyo dan Fitriani (2023) menyatakan, "Manajemen keberagaman yang baik membutuhkan komunikasi yang terbuka dan saling menghormati untuk menciptakan hubungan sosial yang sehat" (Nurcahyo & Fitriani, 2023).
Terakhir, mengurangi stereotip dan diskriminasi merupakan langkah penting dalam membangun masyarakat yang inklusif dan harmonis. Stereotip dan diskriminasi muncul ketika kita menilai seseorang hanya berdasarkan latar belakang tertentu, tanpa memahami lebih dalam tentang individu tersebut. Untuk mengurangi hal ini, pendidikan tentang keberagaman sangat diperlukan. Sebagaimana Pramono dan Sari (2020) menjelaskan, "Pendidikan yang menanamkan nilai keberagaman akan membantu mengurangi stereotip dan diskriminasi dalam masyarakat" (Pramono & Sari, 2020). Dengan mengurangi stereotip dan diskriminasi, kita bisa menciptakan lingkungan yang lebih inklusif dan menghargai perbedaan.
Dengan demikian, keberagaman tidak perlu dijadikan pemisah, melainkan sebagai kekayaan yang memperkaya kehidupan kita. Dengan memandang perbedaan sebagai potensi, kita dapat memperkaya pengalaman hidup dan menciptakan masyarakat yang harmonis. Toleransi, empati, inklusi sosial, serta pengelolaan perbedaan yang bijaksana adalah yang utama dalam menjaga keberagaman agar tetap menjadi kekuatan. Upaya ini harus disertai dengan pendidikan yang menanamkan nilai-nilai keberagaman untuk mengurangi stereotip dan diskriminasi, sehingga tercipta lingkungan yang adil dan inklusif. Jika keberagaman dikelola dengan baik, kita dapat hidup harmonis dalam masyarakat yang beragam, saling menghargai, dan mencapai kesejahteraan bersama di berbagai aspek kehidupan.Sebagai generasi muda, kita memiliki peran penting untuk menjaga keberagaman sebagai kekayaan yang membawa manfaat bagi seluruh masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
Subandi, M., & Widodo, W. (2020). Keberagaman dalam Pendidikan Multikultural: Menumbuhkan Rasa Toleransi dalam Masyarakat. Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, 26(1), 23-34.