Mohon tunggu...
Novi Ahimsa Rosikha
Novi Ahimsa Rosikha Mohon Tunggu... -

simple but systematic. addict in reading novel and writing.

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Japan: Sebuah Kesempatan dalam Kesempitan

30 Juli 2011   05:31 Diperbarui: 26 Juni 2015   03:15 168
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kenangan Terindah di Masa Putih Abu-Abu: Japan (Jagung SC8)

Siapa yang menyangka hilangnya jas lab di kelas kami menjadi awal cerita indah ini. Awalnya ini adalah berita buruk, buruk sekali di akhir kelas XI. Ibu guru Kimia mengancam tidak akan mengeluarkan nilai Kimia di rapor jika uang pembayaran jas lab tidak dilunasi. Begini ceritanya..

Semua memang berawal dari salah kami. Awalnya kami ber-24 memesan jas lab dari sekolah. Ternyata jasnya sudah butut, kami tidak mau membayarnya. Jas lab itu pun kami simpan di almari kelas kami. Hanya beberapa yang mau membelinya. Masih ratusan ribu lagi yang perlu dibayar. Entahlah, aku tidak tahu persis nominalnya, tapi temanku yang tugasnya mengurusi keuangan kelas tahu semua detailnya. Dan hari itu, masa kelas XI kita hampir usai. Semester 2 telah berlalu, tinggal menunggu rapor. Semua nilai UAS sudah kami ketahui, kecuali nilai Kimia. Kami pun kaget ketika Ibu guru Kimia kami yang baik hati tiba-tiba menjadi seperti itu.

Sekali lagi. Ini memang salah kami. Jas lab yang kami simpan itu selama setahun seolah menjadi jas lab sewaan. Anak-anak dari kelas lain yang lupa membawa jas praktikum ketika ada praktek di lab pasti langsung menuju kelas kami. Kami, yang memang baik hati (ehem), tidak pernah keberatan dengan itu. Pinjam ya pinjam aja. Sayangnya kami lupa satu hal, jas lab itu belum dibayar. Ketika Ibu guru Kimia menanyai kami tentang itu, barulah kami tersadar. Saat itu, jas lab itu sudah banyak yang hilang, tinggal ada beberapa. Mulailah kami dihadapkan pada kesempitan harus membayar uang jas lab itu. Pertanyaannya, dari mana kami mendapat uang untuk melunasinya? Sementara barangnya bahkan sudah tak berwujud, siapa yang masih mau membeli? Jika harus iuran satu kelas, kami harus membayar lebih dari 50ribu per anak, sebuah angka yang tak sedikit untuk anak SMA kelas XI. Meminta orang tua? Kami malu, ini kesalahan kami.

Mulailah diskusi itu muncul. Pak RT memimpin rapat. Namun yang ada saat itu justru diskusi film apa yang akan kita tonton esok hari. Pelajaran memang sudah usai. Seminggu masa tunggu selalu kami lewatkan untuk bermain di kelas, menyulap kelas menjadi bioskop SC8. Haha..

Ketika itu, teman kami sedang pergi untuk mengambil DVD. Kami, para cewek, lebih banyak berpikir penyelesaiannya. Namun mentok. Jas lab yang masih ada dibeli oleh yang bersedia. Namun ternyata masih kurang banyak. Hingga saat kami sudah lelah, celetukan-celetukan keluar begitu saja. Salah seorang teman kami, yang saat itu memang hobi beli jagung bakar menyelutuk. "Ya sudah, kita jualan jagung bakar aja tiap malem, mumpung di sekolah ada pertunjukan drama kan seminggu ini."

Ya, di sekolah kami ada yang namanya pekan pementasan drama. Kebetulan kelas kami sudah tampil perdana mendahului kelas lain, itu artinya, tanggung jawab kami sudah selesai. Awalnya kami menertawakan ide jualan jagung itu. Mana untung? Tapi usul itu pun kami ajukan juga ke Pak RT (sebutan untuk ketua kelas kami). Unik, siang itu juga, dua orang sceighterz boys pergi ke pasar, yang cukup jauh dari SMA kami, untuk membeli jagung. Kami membeli satu karung jagung.

Jagung sekarang benar-benar ada. Mau tidak mau, ide 'konyol' ini harus terealisasi. Kami juga sempat tanya kepada pihak sekolah apakah ide berjualan ini diperbolehkan. Kami pun mendapat izin. Siang itu juga, kami mulai bagi tugas.

Aku dan seorang temanku mulai menyiapkan peralatan, mulai dari saus, mentega, dan lain-lain. Peralatan lain seperti tikar, alat pemanggang, kuas, kami putuskan untuk meminjam salah satu anggota kami. Biar ngirit. Hehe. Ide lain pun berjatuhan seperti es di musim salju. Nggak lengkap kalau jualan jagung nggak ada minumannya. Kami pun jualan es. Coca-cola, Fanta yang botol besar kami tuangkan di gelas-gelas kecil. Kami jual seribuan. Jagung juga kami jual seribuan.

Malam itu cerita dimulai. Jualan hari pertama kami terbilang sukses berat. Jagung sold out dengan cepat. Bahkan kami juga menyediakan layanan delivery order. Haha. Kocak memang, tapi itulah kami. Bapak karyawan TU membantu kami menyalakan api di pemanggang yang awalnya mati terus, beliau mengajari kami memanggang jagung yang baik. Dodol nggak sih jualan jagung bakar tapi nggak bisa bakar jagung? Haha. Tapi kami belajar cepat. Dua bapak karyawan TU dan kakak kelas membantu kami. Alhasil perhatian penonton bukannya tertuju pada drama yang sedang ditampilkan di Joglo (semacam panggung di sekolah kami untuk pentas), tapi malah tertuju di paving samping, tempat kami berjualan. Kami senang sekali. Namun, belum apa-apa, kami sudah harus menanggung rugi lagi. Kasihan sekali ya? Tikar yang kami pinjam milik orang tua salah seorang teman bolong gara-gara kami kurang pandai, masa tempat pemanggang ditaruh di atas tikar, apinya kan jatuh? Haha, lucu sekali mengenangnya.

Kami melupakan masalah tikar sejenak. Yang penting jualan must go on. Esoknya jagung yang kami beli lebih banyak lagi. Kami juga masih jualan minuman. Alhamdulillah sold out lagi. Begitu berlangsung hingga seminggu. Kami sudah melihat wajah bendahara kelas kami berseri-seri. Itu artinya uang yang terkumpul cukup banyak. Benar.

Uang yang terkumpul lebih dari cukup untuk membayar jas lab yang hilang. Sisanya kami gunakan untuk membeli tikar baru, mengganti. Ternyata masih sisa lagi. Haha. Subhanallah kami tidak menyangka bahwa ide yang awalnya kami anggap konyol itu membawa hasil yang luar biasa. Uang sisa itu pun kami gunakan untuk makan bersama satu kelas.

Hari itu Allah sedang menunjukkan kepada hamba-Nya. Bahwa siapapun yang mau berusaha, pasti ada hasilnya. Dan semakin keras usahanya, semakin lebih pula hasilnya. Hari itu kami membuktikan bahwa di dalam kesempitan terdapat kesempatan besar. Hanya saja semua terserah kepada kita, mau mengambil kesempatan itu atau tidak.

Japan adalah kenangan terindah, simbol persahabatan kami, simbol tanggung jawab kami. Aku tahu, kalian pasti akan jadi orang besar suatu saat nanti. Aku rindu kalian, tapi semangat kalian lebih kurindukan. Semangat SCEIGHTERZ. Je'e.... :D

Pojok Biru 2,

27 Juli 2011

5.40

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun