Mohon tunggu...
Novi Ahimsa Rosikha
Novi Ahimsa Rosikha Mohon Tunggu... -

simple but systematic. addict in reading novel and writing.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Mengapa Berita Bagus Masanya Sebentar, Berita Buruk Jadi Headline Lama? Ada Apa dengan Media Indonesia?

26 Juli 2011   07:49 Diperbarui: 26 Juni 2015   03:22 195
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Semalam nonton adek kelas saya yang hebat di salah satu acara talkshow di stasiun televisi. Dia hebat menurut saya, karena sudah takbanyak orang yang menepati janji di negeri ini, apalagi janji pada diri sendiri, yang logikanya bisa dilanggar kapan saja. Bersepeda dari Pati hingga Depok dengan jarak lebih dari 500 km bukanlah hal yang mudah. Tapi lihatlah, meskipun wajahnya menghitam, ia masih tampak begitu bersemangat dalam wawancara tak lebih dari 3 menit itu.

Ini berita hebat bukan? Bagi saya ini berita hebat sekali, ini berita bagus. Karena di antara ratusan orang-orang yang berjanji di depan rakyatnya, yang tidak kita ketahui apa kabar sekarang janjinya, masih ada satu pemuda Indonesia yang berjuang menunaikan janjinya. Bukan janji besar kepada rakyat. Hanya janji pada dirinya sendiri yang ia sebut nazar. Harusnya berita ini bisa mengalahkan Rakornas yang entahlah mungkin rakyat juga sudah bosan menginterpretasikan maknanya. Harusnya ini semangat baru bahwa masih ada generasi yang masih setia pada janji.

Tapi mengapa? Mengapa hanya 3 menit? Sementara butuh berhari-hari hanya untuk membahas tentang keburukan partai itu, korupsi dari fraksi ini, menjelek-jelekkan dan saling tuding. Mengapa harus begitu?

Amatilah. Kapan rakyat kita terakhir kali tersenyum mendengar kabar gembira dari berita? Bahkan, aku pun sempat mengalami trauma sendiri. Trauma nonton berita karena berita yang ditayangkan selalu menyedihkan. Mengapa kabar membahagiakan begitu jarang disorot? Kalaupun iya, mengapa hanya sebentar menjadi headline? Padahal kaburnya Nazarudin pun menjadi bulanan berita. Keburukan-keburukan dari parlemen menjadi bulanan berita. Benarkah rakyat kita memang lebih senang mengonsumsi berita buruk daripada berita membahagiakan?

Kapan berita anak Indonesia juara menjadi topik utama? Kapan berita semangat-semangat rakyat menjadi bulanan? Kapan prestasi anak Indonesia disorot? Kenapa seringkali hanya menjadi sebaris tulisan kecil di sudut televisi?

Ada apa dengan media Indonesia?

Bukankah media massa merupakan sarana yang sangat efektif untuk membentuk kognisi, afeksi, dan konasi masyarakatnya? Bukankah insan-insan media mengerti jelas tentang itu? Mengapa? Apakah ini-lagi-lagi- harus kembali pada urusan perut? Kalau begitu apa bedanya insan-insan media dengan kabar buruk yang selama ini diberitakan?

Atau jangan-jangan masyarakat Indonesia memang lebih menyukai kabar buruk? Entahlah..

Pojok Biru 2,

Senin, 25 Juli 2011

17.35

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun