Era reformasi membawa banyak perubahan di negara Indonesia. Setelah belenggu Orde Baru Presiden Soeharto yang berdiri selama 32 tahun telah runtuh, gerbang menuju era reformasi yang baru saja lahir memiliki banyak sekali tantangan di langkah selanjutnya. Pancasila yang selama ini digunakan dan tercoreng namanya sebagai alat Orde Baru tentunya perlu ditegakkan kembali. Di bawah ini adalah pemimpin-pemimpin Republik Indonesia yang memikul tanggung jawab besar untuk memastikan agar Pancasila tetap berada dalam setiap kebijakan yang diambil di setiap masa pemerintahan.
A. Pancasila di Masa Pemerintahan Presiden B.J. Habibie
Bacharuddin Jusuf Habibie atau B.J. Habibie diangkat menjadi presiden pada tahun 1998 setelah Soeharto mengundurkan diri dari jabatannya. Banyak kebijakan yang dikeluarkan oleh Presiden B.J. Habibie yang menciptakan perubahan besar pada awal mula era reformasi. Beberapa kebijakan tersebut di antaranya seperti :
1. Kebebasan pers, yang ditandai dengan lahirnya Undang-Undang No. 40 Tahun 1999 tentang Pers dan penghapusan Surat Izin Usaha Penerbitan Pers (SIUPP). Hal ini menjadi sejarah besar bagi kebebasan pers yang telah lama terbungkam oleh masa pemerintahan sebelumnya.
2. Kemerdekaan Timor Leste, sebagai hasil dari Referendum Timor Leste. Walaupun peristiwa tersebut sempat mendapat penolakan dari pihak militer Indonesia, Presiden B.J. Habibie tetap melaksanakan keputusan tersebut sehingga kota yang dulunya dikenal dengan nama Timor Timur berubah menjadi negara Timor Leste.
3. Pemilu demokratis, ditandai dengan lahirnya Undang-Undang No. 2 Tahun 1999 tentang Partai Politik, Undang-Undang No. 3 Tahun 1999 tentang Pemilu dan Undang-Undang No. 4 Tahun 1999 tentang MPR dan DPR. Keluarnya peraturan-peraturan tersebut membuka kebebasan bagi rakyat Indonesia untuk mendirikan partai politik serta percepatan penyelenggaraan Pemilu yang seharusnya digelar pada tahun 2003 menjadi tahun 1999.
Beberapa langkah kebijakan yang diambil oleh Presiden B.J. Habibie ini tentunya adalah suatu langkah besar dan cepat terutama di era transisi dari kekacauan '98 dan kekekangan Orde Baru. Tiga hal ini memberikan angin kencang bagi Pancasila untuk mengepakkan sayapnya menuju era kepresidenan selanjutnya. Memberikan kebebasan berpendapat, kebebasan berpolitik, dan stabilitas negara menjadi pondasi dasar kesejahteraan Indonesia di periode selanjutnya.
B. Pancasila di Masa Pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid
Masa pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid atau yang biasa kita kenal dengan nama Gus Dur terbilang singkat, dari 20 Oktober 1999 sampai 23 Juli 2001. Namun dengan waktu yang singkat itu, Presiden Gus Dur telah mengeluarkan beberapa kebijakan yang berdampak besar bagi masyarakat Indonesia. Beberapa kebijakan tersebut adalah :
1. Pengusulan pembatalan Tap MPRS No. XXV Tahun 1966 tentang Pembubaran Partai Komunis Indonesia. Kebijakan ini merupakan usaha Presiden Gus Dur untuk mengembalikan semangat pluralisme di Indonesia dan sebagai salah satu pengamalan prinsip Bhinneka Tunggal Ika yang mendorong kebebasan berideologi.
2. Pembentukan Dewan Ekonomi Nasional (DEN), sebagai upaya Presiden Gus Dur untuk memperbaiki perekonomian Indonesia yang terdampak dari krisis moneter tahun 1998.
3. Penggantian nama Irian Jaya menjadi Papua, sebagai salah satu upaya Presiden Gus Dur untuk mendapatkan kepercayaan masyarakat Irian Jaya terhadap pemerintah Indonesia serta mengembalikan harkat dan martabat masyarakat Papua.
Era singkat yang masih termasuk dalam masa transisi ini tentunya sangatlah wajar dengan ketidakstabilan dari beberapa langkah kebijakan yang dipilih oleh Presiden Gus Dur, namun langkahnya untuk tetap menjaga persatuan Indonesia dan menstabilkan ekonomi patut diakui. Presiden Gus Dur mengambil setiap langkahnya dengan Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika sebagai pondasi yang mendasarinya, walaupun dalam beberapa langkah tersebut dianggap sangat kontroversial.
C. Pancasila di Masa Pemerintahan Presiden Megawati Soekarnoputri
Megawati Soekarnoputri merupakan presiden wanita pertama di Indonesia yang menjabat mulai dari 23 Juli 2001 sampai 20 Oktober 2004. Dalam menjalankan tugasnya sebagain presiden, Presiden Megawati Soekarnoputri menerapkan beberapa kebijakan seperti :
1. Pengesahan Undang-Undang No. 24 Tahun 2003 tentang MK (Mahkamah Konstitusi), seiring dengan kebutuhan akan adanya mekanisme judicial review dalam ketatanegaraan Republik Indonesia. Undang-undang ini disepakati bersama oleh pemerintah bersama DPR dan disahkan dalam sidang Paripurna DPR pada tanggal 13 Agustus 2003. Dengan adanya MK, setiap undang-undang yang dinilai bertolak belakang dengan nilai dasar Pancasila dapat disingkirkan.
2. Pembentukan Kabinet Gotong Royong, yang dilantik pada tanggal 10 Agustus 2001. Pembentukan kabinet ini seperti yang tertulis dalam agendanya merupakan upaya Presiden Megawati Soekarnoputri untuk menghapuskan KKN (korupsi, kolusi, dan nepotisme), menyelamatkan rakyat Indonesia dari krisis berkepanjangan, mempertahankan supremasi hukum, dan menjaga hak-hak asasi manusia sebagai bagian dalam menciptakan kesejahteraan dan rasa aman masyarakat.
3. Pembentukan KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi), sebagai upaya Presiden Megawati Soekarnoputri untuk memberantas praktik korupsi di Indonesia. Komisi ini dibentuk pada tanggal 27 Desember 2002. Selain KPK, pemerintah membentuk pengadilan khusus untuk kasus korupsi, yaitu Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).
4. Beberapa kebijakan ekonomi seperti penundaan utang Indonesia ke luar negeri yang merupakan warisan dari masa pemerintahan Orde Baru pada pertemuan Paris Club tahun 2002, privatisasi BUMN dengan menjual sebagian saham perusahaan negara pada periode krisis dengan tujuan untuk melindungi perusahaan negara dari intervensi kekuatan politik, dan menaikkan pendapatan perkapita hingga 930 USD.
Walaupun terbilang cukup singkat dengan masa pemerintahan kurang lebih sekitar 3 tahun, kebijakan-kebijakan yang tercipta pada masa pemerintahan Presiden Megawati Soekarnoputri menitik-beratkan kesejahteraan rakyat Indonesia dalam agendanya. Meskipun beberapa kebijakannya terutama dalam konteks kebijakan politik kurang sempurna, pengamalan nilai Pancasila di masa Megawati tetap terlaksana.
D. Pancasila di Masa Pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY)
Susilo Bambang Yudhoyono atau yang biasa kita kenal dengan sebutan SBY merupakan presiden Republik Indonesia pertama yang dipilih langsung oleh rakyat pada Pemilu 2004. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menjabat menjadi presiden RI selama 2 periode, yaitu periode 2004-2009 dan 2009-2014. Terpilihnya Presiden Susilo Bambang Yudhoyono diikuti dengan aksi protes mahasiswa yang meminta agar presiden terpilih segera merealisasikan janji-janjinya selama kampanye presiden. Dengan kabinetnya yang bernama Kabinet Indonesia Bersatu, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengusung beberapa program dan kebijakan seperti :
1. Program Bantuan Langsung Tunai (BLT), sebagai upaya Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk pemerataan dan pengentasan kemiskinan. Bantuan ini meliputi bantuan tetap, pendidikan, dan kesehatan.
2. Program Bantuan Operasional Sekolah (BOS), yang berhasil menurunkan persentase tingkat putus sekolah dari 4.25% pada tahun 2005 menjadi 1.5% di tahun 2006.
3. Peluncuran Peraturan Presiden No. 30 Tahun 2005 tentang Rencana Induk Rehabilitasi dan Rekonstruksi Wilayah dan Kehidupan Masyarakat Aceh dan Kepulauan Nias Provinsi Sumatra Utara, sebagai upaya penanunggalan pasca bencana tragedi tsunami Aceh.
4. Pembentukan Sekretariat Gabungan (Setgab) yang berfungsi sebagai sarana komunikasi politik yang bertujuan untuk menyatukan visi dan misi pembangunan agar koalisi berjalan seiring dengan kesepakatan bersama, serta pengupayaan reformasi birokrasi yang mengedepankan aspek transparansi, partisipasi dan akuntabilitas demi menciptakan good governance.
5. Pemberian otonomi khusus ke daerah Aceh dan Papua, sebagai upaya untuk menyelesaikan konflik internal serta memberikan porsi keberpihakan, perlindungan, dan pemberdayaan kepada masyarakat daerah terkait.
Melihat dari kebijakan-kebijakan yang diambil oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, masa pemerintahannya terbilang stabil dan sangat menjaga demokrasi seperti seharusnya, menjadi salah satu pengamalan Pancasila dimana meningkatkan kesejahteraan secara perlahan. Namun yang diinginkan rakyat Indonesia bukanlah itu, melainkan peningkatan kesejahteraan rakyat secara pesat, yang mana akan sangat sulit dilakukan mengingat Republik Indonesia masih merupakan negara berkembang dengan ketidakstabilan politik dan ekonomi, serta masih bergantung pada pemimpin yang berkuasa pada masanya.
E. Pancasila di Masa Pemerintahan Presiden Joko Widodo
Joko Widodo atau yang biasa kita kenal dengan sebutan Jokowi merupakan presiden Republik Indonesia yang baru saja habis masa jabatannya, dari periode pertama 2014-2019 hingga periode kedua 2019-2024. Di periode pertama masa pemerintahan Presiden Joko Widodo, beberapa janji-janjinya semasa kampanye terwujud, yakni seperti pengadaan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS), pembangunan masif jalan tol yang hingga kini tercatat sepanjang 1,713.83 km, dan kebijakan-kebijakan lainnya yang manfaatnya bisa dirasakan oleh masyarakat Indonesia. Namun dalam satu dekade masa pemerintahannya, ada beberapa kebijakan Presiden Jokowi yang dianggap tidak sesuai dengan pengamalan nilai Pancasila. Kebijakan-kebijakan tersebut seperti :
1. Penambahan syarat pencalonan presiden dan wakil presiden dalam Pasal 169 huruf q Undang-Undang No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. MK menyatakan seseorang yang belum berusia 40 tahun bisa maju menjadi calon presiden atau calon wakil presiden selama berpengalaman menjadi kepala daerah atau jabatan lain yang dipilih melalui pemilu. Pasalnya, putusan MK ini ditambahkan di detik-detik sebelum pendaftaran pasangan calon presiden dan wakil presiden untuk Pemilu 2024 resmi ditutup, membuka gerbang lebar untuk Gibran Rakabuming Raka, anak sulung dari Presiden Joko Widodo sekaligus wakil presiden terpilih, mencalonkan diri bersama dengan presiden terpilih Prabowo Subianto. Hal ini sangat membuat resah publik dengan dugaan politik dinasti terhadap Presiden Joko Widodo pada saat itu.
2. Pengesahan RUU Omnibus Law, yang dianggap banyak mengandung pasal-pasal kontroversial yang mengabaikan kesejahteraan buruh. Pasal-pasal tersebut adalah :
- Pasal 42 ayat 1 tentang tenaga kerja asing yang hanya memerlukan Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA) untuk bekerja di Indonesia.
- Pasal 61 dan 61A terkait status kerja kontrak, yang memungkinkan perusahaan untuk memberhentikan kontrak karyawan sewaktu-waktu, atau menjadikan status karyawan sebagai kontrak seumur hidup.
- Pasal 78 terkait kenaikan jam lembur dari maksimal 3 jam sehari atau 14 jam selama seminggu, menjadi maksimal 4 jam sehari atau 18 jam seminggu.
- Pasal 79 ayat 2 yang memungkinkan perusahaan untuk memberikan hari libur hanya sebanyak 1 hari libur setelah 6 hari kerja.
- Pasal 88C tentang penghapusan Upah Minimum Kabupaten (UMK), membuat pekerja terancam tidak mendapatkan upah yang layak.
- Pasal 156 tentang perubahan skema pesangon dari yang sebelumnya mewajibkan untuk membayar pesangon sebanyak 32 kali upah dengan skema 23 kali ditanggung perusahaan dan 9 kali oleh pemerintah, menjadi membayar pesangon sebanyak 25 kali upah dengan skema 19 kali ditanggung perusahaan dan 6 kali oleh pemerintah.
- Pasal 165 terkait pemeriksaan penggunaan keuangan Lembaga Pengelola Investasi yang tidak disertai dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sehingga dinilai tidak transparan dan berpotensi korupsi.
3. Pelemahan KPK melalui revisi UU KPK. Berdasarkan daftar inventarisasi masalah (DIM) hasil pembahasan badan legislasi DPR dan pemerintah, ada 34 poin perubahan yang disepakati, antara lain perubahan status KPK menjadi lembaga eksekutif, pegawai KPK berstatus pegawai negeri, serta penyadapan harus seizin dewan pengawas. Pegiat antikorupsi mengganggap bahwa kesepakatan pemerintah-DPR untuk memasukkan pasal-pasal tersebut dalam revisi UU KPK akan melemahkan KPK.
Melihat pemimpin kita yang terakhir, nilai Pancasila mulai mengalami penurunan kembali dan bahkan terbilang melebihi penurunan di era Orde Baru. Kita sebagai pemilih aktif diharapkan untuk lebih mengedukasi diri sendiri tentang pentingnya bibit, bebet dan bobot calon-calon pemimpin bangsa di masa mendatang agar bisa menuntun negara dan masyarakat Republik Indonesia ke arah yang lebih baik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H