"Dongeng dan Keberagaman: Menggali Nilai Multikultural Lewat Sastra Anak di Kelas"
Oleh : Azahra Aurelai
Di era globalisasi, masyarakat dituntut untuk bersikap terbuka terhadap perubahan yang terjadi di segala aspek kehidupan, terutama yang berkaitan dengan perbedaan, keragaman, dan pluralisme budaya. Dalam konteks pendidikan anak usia dini, penyikapan terhadap keberagaman budaya menjadi sangat signifikan, dengan beberapa pertimbangan utama:Pertama, masyarakat dewasa ini memiliki kompleksitas elemen sosial yang sangat beragam. Kedua, interaksi sosial yang terjadi menciptakan konsekuensi kompleks terkait keragaman kultural. Ketiga, pendidikan anak usia dini memiliki peran strategis dalam mengembangkan kemampuan kognitif, psikomotorik, dan afektif anak, yang pada akhirnya diarahkan untuk membangun kepentingan bersama dan mencapai integrasi nasional.(Suyitno, & Suryarini, 2023).
Multikultural mengacu pada konsep keberagaman budaya dan bermacam-macam tatakrama. Dalam definisi akademis, pendidikan multikultural merupakan suatu proses pemberdayaan potensi manusia yang bertujuan untuk menghargai kemajemukan dan perbedaan yang muncul akibat keragaman budaya, etnis, suku, dan keyakinan.Konsep ini memiliki implikasi yang sangat mendalam dalam ranah pendidikan, karena pendidikan dipandang sebagai proses berkelanjutan dan tak terbatas yang berlangsung sepanjang kehidupan manusia. Pendekatan multikultural menekankan pentingnya pemahaman dan apresiasi terhadap perbedaan sebagai bagian integral dari proses pengembangan diri dan masyarakat. (Derson & Gunawan, 2021).
Melihat perkembangan zaman ini pendidikan multikultural di sekolah dasar sangat penting untuk membentuk karakter siswa sejak dini di tengah era globalisasi yang penuh keberagaman. Indonesia, dengan kekayaan etnis, budaya, dan bahasa, membutuhkan pendidikan ini agar siswa belajar menghargai perbedaan dan memahami nilai-nilai toleransi. Di lingkungan kelas, pendidikan multikultural mengajarkan siswa untuk melihat perbedaan sebagai kekuatan, bukan hambatan. Mereka dilatih mengembangkan empati, kerja sama, dan komunikasi antarbudaya, sehingga tercipta suasana belajar yang inklusif dan harmonis. Salah satu cara efektif untuk menanamkan nilai-nilai tersebut adalah melalui sastra anak, khususnya dongeng.Â
(Hafizah, dkk, 2022) Dongeng dalam sastra anak memainkan peran penting dalam membangun pemahaman keberagaman budaya pada siswa sejak dini. Melalui cerita-cerita yang sarat nilai sosial, moral, etika, budaya, dan religius, anak-anak dapat belajar tentang berbagai budaya dan tradisi dari kelompok sosial yang berbeda. Tokoh-tokoh dalam dongeng sering kali menampilkan sikap dan perilaku positif yang mencerminkan nilai-nilai budaya tertentu, sehingga anak cenderung mengidentifikasi diri dengan tokoh-tokoh tersebut dan meneladani sikap mereka.
Tokoh-tokoh dalam dongeng yang memiliki latar belakang berbeda dihadirkan untuk memperkenalkan konsep perbedaan secara alamiah. Alur cerita dirancang menampilkan interaksi positif antarbudaya, di mana perbedaan menjadi peluang untuk saling memahami. Konflik ringan diselesaikan melalui pendekatan dialogis, menunjukkan kepada anak-anak cara konstruktif menghadapi perbedaan. Dengan demikian, sastra anak tidak sekadar bercerita, tetapi mentransformasi nilai-nilai kemanusiaan dan membangun sikap inklusif sejak dini. (Dewi,2022)
Narasi dalam dongeng juga sering mencerminkan kehidupan masyarakat yang beragam, sehingga anak-anak dapat memahami dan menghargai perbedaan budaya sejak dini. Menurut Dewi (2022), sastra anak berfungsi sebagai jembatan untuk mengenalkan konsep keberagaman melalui cerita yang disesuaikan dengan pemahaman mereka. Dongeng-dongeng dari berbagai daerah Indonesia, seperti cerita rakyat Malin Kundang dari Sumatera Barat atau Timun Mas dari Jawa Tengah, tidak hanya memberikan hiburan, tetapi juga memperkenalkan norma sosial dan budaya dari berbagai suku bangsa.
Dalam konteks pembelajaran, dongeng membantu anak melihat bahwa ada berbagai cara hidup dan kebiasaan yang berbeda dari apa yang mereka kenal sehari-hari. Proses ini membantu anak mengembangkan empati dan sikap toleran terhadap orang lain yang memiliki latar belakang berbeda. Nurgiyantoro (2021) menyatakan bahwa anak-anak cenderung mengidentifikasi diri dengan tokoh-tokoh dalam cerita, yang memungkinkan mereka menyerap nilai-nilai moral secara tidak langsung.
Dengan pendidikan multikultural yang dikombinasikan dengan pembelajaran sastra anak, siswa tidak hanya diajak berpikir kritis tentang realitas sosial, tetapi juga dilindungi dari stereotip dan prasangka yang sering muncul di media sosial. Mereka belajar melihat keragaman budaya sebagai sesuatu yang harus dihargai, bukan dihindari. Dengan demikian, sastra anak menjadi sarana efektif untuk menanamkan pendidikan multikultural di sekolah dasar, membangun kesadaran budaya, dan menciptakan generasi muda yang cerdas, berkarakter kuat, serta siap menghadapi dunia yang majemuk dengan sikap terbuka dan penuh rasa hormat. (Derson & Gunawan, 2021)
Sastra anak merupakan media transformasi yang powerful dalam mengembangkan pemahaman multikultural di lingkungan pendidikan. Karya sastra anak mampu menyajikan narasi kompleks keragaman budaya dengan cara yang ramah dan mudah dipahami oleh anak-anak. Hal ini didukung oleh penelitian Dewi (2022) yang menggaris bawahi potensi strategis sastra anak dalam mentransfer nilai-nilai keberagaman. Mekanisme Transfer Nilai dari Dewi menemukan bahwa sastra anak berupa dongeng anak memiliki kemampuan unik dalam menyampaikan konsep multikulturalisme melalui narasi yang sederhana namun mendalam. Struktur cerita yang disesuaikan dengan psikologis anak mampu menjelaskan kompleksitas perbedaan budaya tanpa terkesan menggurui.