Saat ini, istilah anxiety atau kecemasan dan GERD telah menjadi salah satu kata yang sering digunakan dan didengar oleh kaum gen Z. Namun, selain menggambarkan kegelisahan pada perasaan, nyatanya istilah anxiety juga dapat mengacu pada kesehatan tubuh anak muda. Jadi sebenernya, anxiety dan GERD itu apa sih?
   Anxiety atau kecemasan adalah suatu kondisi normal saat seseorang mengalami stres dan tekanan. Pada remaja, kecemasan sering kali dipicu oleh berbagai faktor seperti tekanan akademik, masalah sosial, dan perubahan hormonal. Sedangkan GERD adalah kondisi medis di mana asam lambung naik ke esofagus, menyebabkan seperti nyeri dada, sensasi terbakar, dan gangguan pencernaan (Dinas Kesehatan, 2023).
   Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), kecemasan adalah gangguan mental yang ditandai dengan perasaan cemas atau khawatir yang berlebihan, yang dapat mengganggu aktivitas sehari-hari dan kesejahteraan individu (WHO, 2022). Pada remaja, kecemasan sering kali dipicu oleh berbagai faktor seperti tekanan akademik, masalah sosial, dan perubahan hormonal. Berdasarkan laporan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes, 2023), prevalensi gangguan kecemasan pada remaja di Indonesia semakin meningkat, dengan banyak di antaranya mengalami dampak negatif terhadap kesehatan fisik mereka.
   Lalu apakah ada keterkaitan antara GERD dan anxiety? Sebenarnya anxiety tidak termasuk penyebab GERD namun anxiety bisa meningkatkan resiko adanya GERD. Menurut kemenkes, Gangguan fisik (GERD) dapat mempengaruhi gangguan jiwa (cemas), begitu juga sebaliknya gangguan jiwa (cemas) dapat mempengaruhi atau memunculkan gangguan fisik (GERD).
   Studi yang diterbitkan dalam Journal of Gastroenterology menyebutkan bahwa kecemasan dapat meningkatkan produksi asam lambung dan memengaruhi motilitas saluran cerna, yang pada gilirannya dapat memperburuk gejala GERD (Smith et al., 2022). Ketika seseorang mengalami stres atau kecemasan, sistem saraf simpatik yang aktif dapat merangsang produksi asam lambung yang berlebihan, sementara pengendalian fungsi otot esofagus menjadi kurang optimal.
   Lalu apa saja gejala dari GERD anxiety? Orang yang terkena GERD anxiety kebanyakan susah tidur dikarenakan Refluks asam mungkin lebih buruk saat berbaring, yang bisa menyebabkan seseorang sering terbangun. Sementara itu, kecemasan dapat memengaruhi pola tidur dan dapat membuat seseorang sulit tidur atau tetap tertidur. Di samping itu, ada beberapa gejala GERD lainnya yang juga perlu diketahui :Â
1. Sakit dada
2. Kesulitan menelan (disfagia)
3. Regurgitasi cairan asam atau makanan
   Gejala kecemasan lainnya berbentuk :Â
1. Merasa gelisah atau gugup
2. Merasa terancam atau dalam bahaya
3. Detak jantung yang cepat
4. Hiperventilasi
5. Kesulitan mengendalikan rasa khawatir
   GERD anxiety bisa dicegah daan diatasi dengan cara mengelola stres dan cemas yang cukup untuk diri kita sendiri. Penanganan yang efektif untuk mengatasi masalah ini memerlukan pendekatan multidisipliner. Berikut adalah beberapa strategi yang dapat diterapkan :
1. Manajemen Stres dan Kecemasan : Terapi psikologis seperti terapi kognitif-perilaku (CBT) telah terbukti efektif dalam mengurangi kecemasan dan meningkatkan kesejahteraan psikologis (Beck, 2021). Program manajemen stres, termasuk teknik relaksasi dan mindfulness, juga dapat membantu mengurangi gejala kecemasan dan GERD.
2. Modifikasi Gaya Hidup: Mengadopsi pola makan yang sehat dan seimbang serta menjaga kebiasaan tidur yang baik dapat mengurangi gejala GERD. Hindari makanan yang dapat memicu refluks asam dan cobalah untuk makan dalam porsi kecil namun sering (Dinas Kesehatan, 2023).
3. Pendekatan Medis: Konsultasi dengan profesional medis untuk diagnosis dan pengobatan GERD sangat penting. Penggunaan obat-obatan antasida dan inhibitor pompa proton (PPI) dapat membantu mengendalikan produksi asam lambung dan meringankan gejala GERD (Smith et al., 2022).
4. Pendidikan dan Kesadaran: Meningkatkan kesadaran di kalangan remaja mengenai dampak kecemasan terhadap kesehatan fisik mereka sangat penting. Program pendidikan kesehatan di sekolah dan komunitas dapat membantu remaja memahami pentingnya mengelola stres dan menjaga kesehatan pencernaan.
Sumber :
1. WHO. (2022). Mental Health and Substance Use. World Health Organization.
2. Kemenkes. (2023). Situasi Kesehatan Mental di Indonesia. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
3. Dinas Kesehatan. (2023). Laporan Kesehatan Masyarakat 2023. Jakarta: Dinas Kesehatan.
4. Smith, R. D., et al. (2022). "Psychological Factors and Gastroesophageal Reflux Disease: A Review." Journal of Gastroenterology, 57(2), 105-118.
5. Beck, J. S. (2021). Cognitive Behavior Therapy: Basics and Beyond. Guilford Press.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H