Mohon tunggu...
Ayyu Sandhi
Ayyu Sandhi Mohon Tunggu... -

People may forget who you are, but they will not forget what you've done.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

“Kuliah Lagi!” Series (2): Legalisir Dokumen ke Kedutaan Taiwan

24 Juni 2014   06:24 Diperbarui: 18 Juni 2015   09:24 1178
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Setiap negara memiliki kebijakan masing-masing terkait birokrasi yang hubungannya dengan melanjutkan studi, tak terkecuali Taiwan. Kandidat mahasiswa yang akan menuntut ilmu di negeri Formosa tersebut wajib menyerahkan fotokopi ijasah dan transkrip dalam bahasa Inggris yang dilegalisir oleh kedutaan besar Taiwan (Taipei Economic and Trade Office - TETO) di Jakarta.

Tadinya saya berpikir bahwa saya tinggal melegalisir fotokopi ijasah dan transkrip saya di pejabat kampus untuk selanjutnya saya bawa ke TETO untuk dilegalisir di sana. Tapi ternyata tidak semudah itu. Sebelum sampai ke TETO, dokumen yang perlu dilegalisir harus melewati notaris, Kemenkumham dan Kemenlu terlebih dahulu. Berbagai tahap harus dilalui seperti yang saya dokumentasikan berikut ini.

Pertama, ijasah dan transkrip ASLI yang akan dilegalisir harus dalam bahasa Inggris. Jika belum, bisa diterjemahkan ke penerjemah tersumpah atau minta pihak kampus untuk menerjemahkan. Kemudian setelah diterjemahkan, ijasah dan transkrip TERJEMAHAN difotokopi sesuai jumlah yang ingin dilegalisir. Silakan kalau mau minta legalisir ke pejabat kampus dulu (barangkali untuk keperluan lain yang mensyaratkan demikian; berdasarkan pengalaman sih fotokopi ijasah dan transkrip terjemahan ini tidak perlu dimintakan legalisir ke pihak kampus terlebih dahulu).

Kedua, fotokopi ijasah dan transkrip terjemahan dimintakan cap ke notaris yang direkomendasikan oleh Kemenkumham. Mengapa harus yang direkomendasikan oleh kemenkumham? Karena berdasarkan pengalaman saya muter-muter di Jakarta kemarin, legalisir dari kampus dan cap notaris di Yogyakarta tidak berlaku dengan alasan mereka tidak memiliki spesimen tanda tangan yang bersangkutan. Kita tidak bisa berargumen, "Lho, bukankah semua notaris itu tercatat di Kemenkumham? Bagaimana bisa mereka tidak punya spesimen tanda tangannya?"

Memang SEMUA notaris itu tercatat di Kemenkumham. Bahkan tempat pelantikan mereka pun di Kemenkumham. Akan tetapi, spesimen tanda tangan mereka tersimpan 'rapi' (baca: untouchable) di bagian yang berbeda dengan bagian permohonan legalisir. Sehingga, untuk membuat spesimen tanda tangan mereka jadi terekam di bagian permohonan legalisir, kita perlu meminta notaris tersebut untuk tanda tangan di formulir yang disediakan oleh Kemenkumham. Dan itu prosesnya rumit. Tidak semua notaris bersedia menandatanganinya (formulirnya juga kosongan sih, hehehe). Untuk memangkas prosedur inilah sangat dianjurkan untuk langsung tembak ke notaris yang direkomendasikan oleh Kemenkumham.

Akhirnya saya meminta cap ke notaris bernama Ny. Sastriany Josoprawiro SH yang membuka kantor di Jalan Prof. Satrio, Kuningan Timur, Jakarta Selatan. Lokasinya tidak jauh dari Kemenkumham. Dari gedung AHU Kemenkumham, kita berjalan menuju masjid, lalu keluar gerbang belakang ambil arah ke kiri, kemudian susuri jalan menuju jalan besar 2 arah. Kita seberangi jalan tersebut (rame banget jalannya) dan begitu sudah sampai ke seberang ambil arah ke kanan. Kantor notaris terletak 50 meter dari tempat pertama kita menyeberang. Biayanya 75 ribu rupiah per dokumen (harap membawa materai sejumlah dokumen yang akan dimintakan cap) dan pastikan dokumen kita sudah diproses dengan lengkap (sudah ditempeli materai, cap dalam bahasa Inggris, diberi tanggal dan ditandatangani, dicap depan dan belakang). Di Kemenkumham ada juga semacam calo yang 'membantu' kita minta cap ke notaris, tapi lebih mahal dan kita harus pintar (baca: gigih dan tega) tawar menawar. Ironis sebenarnya. Saya harap praktik semacam ini dapat segera ditindaklanjuti.

Ketiga, fotokopi ijasah dan transkrip terjemahan yang sudah mendapat cap notaris lalu difotokopi rangkap 2. Yang 1 untuk arsip kita, yang 1 nanti ikut diserahkan ke Kemenkumham untuk arsip mereka. Kemudian, dokumen yang diserahkan ke Kemenkumham adalah: fotokopi ijasah dan transkrip terjemahan yang sudah mendapat cap notaris berikut fotokopinya, materai 6000 sejumlah dokumen, fotokopi KTP, dan surat permohonan legalisir (disediakan oleh Kemenkumham). Semuanya itu dimasukkan dalam map warna apa saja. Biayanya 30 ribu rupiah per dokumen dan dapat diambil dalam waktu 3 hari.

Keempat, setelah dokumen diambil dari Kemenkumham, dokumen tersebut difotokopi rangkap 2. Yang 1 untuk arsip kita, yang 1 nanti ikut diserahkan ke Kemenlu untuk arsip mereka. Dokumen yang diserahkan ke Kemenlu: dokumen yang telah dilegalisir Kemenkumham berikut fotokopinya, materai 6000 sejumlah dokumen, fotokopi KTP, dan surat permohonan legalisir (disediakan oleh Kemenlu). Semuanya itu dimasukkan dalam map warna KUNING. Biayanya 10 ribu per dokumen dan dapat diambil dalam waktu 2-3 hari.

Kelima, setelah dokumen diambil dari Kemenlu, dokumen tersebut kita fotokopi kembali. Tujuannya sama seperti yang saya tulis di dua poin sebelumnya. Di TETO, kita menyerahkan dokumen yang sudah melewati tahap legalisir macam-macam tersebut berikut fotokopinya, surat permohonan legalisir (disediakan oleh TETO), fotokopi paspor, dan dokumen asli sebelum diterjemahkan. Kata ciciknya sih, untuk verifikasi. Hehehe. Biayanya seperti yang tercantum di website TETO dan dapat diambil dalam 1 minggu.

Saya adalah orang yang tidak percayaan dengan orang lain. Demikian juga dengan si Mas. Oleh sebab itu sedari awal kami tidak mempercayakan proses tersebut pada agen. Konsekuensinya memang harus terampil membagi waktu dan mengirit uang (untuk beli tiket kereta bolak-balik serta untuk transportasi dan jajan di Jakarta). Experience cost-nya pun besar. Ketika berdesakan di busway, saya tidak sadar sedang dicopet orang. Akhirnya saya harus merelakan ponsel yang berisi seluruh kontak penting serta beberapa foto dan video yang menjadi kenangan untuk berpindah tangan. Apalagi saat itu saya masih dalam tahap mendaftar (baca: berebut kursi), belum mendapatkan admission offer. Tambah stres? Pastinya, hahaha. Worth it? Jelas. Yang jelas, setiap usaha harus diiringi dengan prasangka baik dan doa yang tiada putusnya.

Selamat mencoba!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun