Mohon tunggu...
Ayu puspita lestari
Ayu puspita lestari Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

RUANG OPINI

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Perempuan Palestina dan Ruang Keterbatasannya

8 November 2023   21:13 Diperbarui: 8 November 2023   21:46 227
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
 Sumber Dok Pribadi

Satu bulan sudah  pertempuran terjadi antara Hamas dan Israel. Banyak yang telah menjadi korban dari pertempuran antara Hamas dan Israel ini,  sampai pada tanggal 3 November 2023 total korban di jalur Gaza mencapai 9.227 orang. Korban tewas itu termasuk 3.826 anak-anak dan 2.405 Perempuan. Sementara 1.200 anak-anak masih tertimbun reruntuhan bangunan. Dampak seperti kekurangan makanan, obat-obatan, pakaian bahkan air bersih. Penggunaan kamar mandi pun  harus dijatah, bahkan mandi dibatasi beberapa hari sekali. Apotek dan toko sama-sama menghadapi berkurangnya persediaan karena pengepungan. Air bersih telah menjadi barang langka di wilayah Gaza, Palestina, sejak negara tersebut dibombardir Israel. Di tengah situasi pertempuran ini pun mengakibatkan banyak perempuan Gaza yang terpaksa mengkonsumsi pil penunda menstruasi karena ketiadaan air bersih, sanitasi yang buruk,serta minimnya produk menstruasi seperti pembalut.

Menurut laporan terbaru dari Al Jazeera, para perempuan mengkonsumsi tablet norethisterone yang biasanya diresepkan untuk kondisi seperti perdarahan menstruasi yang parah, endometriosis dan nyeri haid. Menurut Dr Walid Abu Hatab, seorang konsultan medis kebidanan dan ginekologi di Nasser Medical Complex di selatan kota Khan Younis, tablet tersebut menjaga kadar hormon progesteron tetap tinggi untuk menghentikan rahim melepaskan lapisannya, sehingga menunda menstruasi. Meski termasuk obat resmi, pil tersebut memiliki efek samping seperti pendarahan vagina yang tidak teratur, mual, perubahan siklus menstruasi, pusing dan perubahan suasana hati. Namun, para perempuan Gaza tak punya pilihan lain. Selain itu, lebih dari 50.000 wanita hamil di Gaza dan Tepi Barat dengan perkiraan 13.649 persalinan bulan depan Para perempuan di Gaza terpaksa melahirkan secara caesar tanpa anestesi atau bius. 

Menurut Nevin Adnan, seorang psikolog dan pekerja sosial yang berbasis di Kota Gaza, perempuan biasanya mengalami gejala psikologis dan fisik pada hari-hari sebelum dan selama menstruasi. Seperti perubahan suasana hati dan nyeri perut bagian bawah dan punggung. Gejala-gejala ini dapat memburuk pada saat stress seperti perang yang sedang berlangsung." Perpindahan menyebabkan stress yang ekstrem dan itu mempengaruhi tubuh wanita serta hormonnya, " kata Adnan dilansir dari Al Jazeera.

Menurut Adnan, wanita di jalur Gaza mengalami insomnia, rasa gugup terus-menerus dan ketegangan ekstrem. Saat ini, lebih banyak perempuan yang bersedia meminum pil penunda menstruasi untuk menghindari rasa malu karena kurangnya kebersihan, privasi dan pembalut.

Dalam ruang konflik, seperti perang hingga genosida, perempuan mengalami penjajahan dan penindasan berlapis. Bukan hanya dilukai, dibunuh, dan diusir dari tanahnya sendiri. Perempuan Palestina juga merenggut hak seksual dan reproduksinya. Situasi ini jelas menghilangkan hak privasi perempuan dan merawat diri, terutama saat menstruasi. Dengan kenyataan bahwa menstruasi secara umum masih dipandang sebagai tabu, serta pilihan beberapa perempuan untuk membuatnya jadi urusan privat. Kondisi menstruasi yang dihadapi perempuan Palestina adalah satu dari sekian hal yang menandai adanya penindasan berlapis pada perempuan dalam ruang konflik. Opresi tersebut terutama berdampak pada tubuh perempuan. Bagi perempuan, penjajahan dan konflik bukan hanya soal perampasan hak hidup hingga hak bermukim. Pembatasan akses terhadap hak-hak menstruasi perempuan dalam konteks bentuk penindasan.

Perempuan dihadapkan pada situasi yang tidak manusiawi, dimana mereka harus melahirkan di tengah-tengah pengeboman tak berkesudah, dengan sumber daya sanitasi yang terbatas untuk memastikan persalinan aman dan perawatan lantaran seringnya kasus pendarahan pasca melahirkan.

Selain krisis produk sanitasi dan menstruasi, persoalan lain yang dihadapi perempuan terkait menstruasi di daerah konflik adalah terganggunya fasilitas kesehatan. Hal ini terjadi di Palestina, ketika banyak rumah sakit dan fasilitas kesehatan darurat turut menjadi target pengeboman Israel. Alhasil, akses terhadap pelayanan kesehatan reproduksi yang penting menjadi terbatas atau bahkan tidak ada sama sekali.

Aspek kekerasan berbasis gender juga merupakan bentuk penindasan lain yang dialami perempuan terkait isu menstruasi serta seksual dan reproduksi secara umum. Perempuan dapat menjadi korban kekerasan seksual atau eksploitasi terkait menstruasi mereka. Hal itu merupakan penindasan serius yang rawan terjadi di tengah situasi kritis. Hal ini seharusnya mendapatkan perhatian serius untuk memastikan hak-hak reproduksi dan kesehatan perempuan di tengah kondisi krisis terpenuhi. Penting pula adanya akses yang adil dan aman terhadap produksi-produksi menstruasi serta pelayanan kesehatan reproduksi di daerah konflik.

Mengatasi pembatasan dan keterbatasan akses hak menstruasi perempuan dalam situasi seperti yang dialami perempuan tentunya harus terlindungi. Semua pihak mesti memastikan akses yang adil dan setara terhadap pelayanan kesehatan reproduksi serta produk menstruasi yang diperlukan. Menyadari dan mengatasi penindasan ini merupakan langkah penting menuju kesetaraan gender dan perlindungan hak-hak perempuan di masa konflik dan krisis kemanusiaan. 

 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun