Mohon tunggu...
M. Ayyubi Rezy
M. Ayyubi Rezy Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Kesejahteraan dan Orang Pinggiran

5 Mei 2017   12:28 Diperbarui: 5 Mei 2017   12:52 372
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Kesejahteraan dan Orang Pinggiran

Mendengar kata orang pinggiran, kita selalu mempresepsikan tentang anak jalanan, rumah kumuh, tidak berpendidikan, kotor dan kemiskinan, kata itu yang terus menerus kita ucapkan kepada mereka yang tidak merasakan apa yang seharusnya mereka rasakan, bagaimana susahnya untuk betahan hidup dengan apa yang ada, berbeda dengan kita yang segala sesuatunya sudah tercukupi namun masih saja tidak mensyukuri apa yang kita miliki. Keadaan ekonomi yang sangat sulit membuat mereka tidak memiliki pilihan selain melakukan pekerjaan seperti meminta atau mengemis, menjual koran dan ada juga yang menjadi pemulung, begitulah cara mereka meraut pundi-pundi uang untuk bisa bertahan hidup. Seharusnya, dizaman yang semakin maju dan modern ini kita tidak mendengar lagi yang namanya kemisikinan, kurangnya pendidikan dan jauh dari kesejahteraan, yang menjadi pertanyaan bagaimana peran pemerintah menghadapi masalah ini, apakah pemerintah hanya diam terlena dengan gaji yang terus menerus berjalan dengan lancar saja, dan apakah hanya melihat masyarakatnya terombang ambing dengan kemisikinan.

Seperti yang kita ketahui bahwa saat ini keadaan masyarakat Indonesia masih sangat jauh dari kata sejahtera contohnya saja dari segi pendidikan, masih banyak kita lihat masyarakat khusnya masyakat kalangan bawah yang tidak bisa merasakan pendidikan, padahal melalui pendidikan adalah upaya yang dilakukan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. bagi mereka pendidikan soal belakangan, yang mereka utamakan adalah bagaimana mereka bisa hidup sekarang, besok dan yang akan datang. Dan dari segi angka kelahiran, angka kelahiran masyarakat pinggiran sangat tinggi, anggapan yang mengatakan semakin banyaknya anak semakin bertambah rezeky yang dilimpahkan jadi pemerintah harus mengevaluasi angka kelahiran dikalagan orang pinggiran ini, banyaknya kicauan atau janji pemerintah tidak sekali atau dua kali mereka dengar, tapi mereka menganggap itu sebuah mimpi yang tidak akan menjadi nyata, jadi bagaimanakah pemerintah menanggapi soal masyarakat pinggiran yang semakin banyak, melihat lapangan pekerjaan diindonesia mulai susah dicari, jangankan  mereka yang minim pendidikan, serjana-serjana saja yang telah mengecam pendidikan sampai saat ini banyak yang menjadi pengangguran. Jadi bagaimana pemerintah menanggapi ini.

Pada dasarnya pembangunan kesejahteraan social adalah perwujudan dari upaya mencapai tujuan bangsa, maka dari itu dalam penyelenggaraan kesejahteraan social, pemerintah harus bisa mengeluarkan program-program yang dapat meningkatkan kesejahteraan bagsa. Contohnya saja dengan menigkatkan kualitas pendidikan, entah itu menyumbangkan buku secara gratis atau membangun sekolah dengan gratis atau lainnya, mereka tak perlu gedung yang besar, bersih dan nyaman, yang mereka perlukan hanyalah empat tiang dengan beralaskan atap begitulah mereka menginginkan pedidikan agar mereka bisa menikmati pendidikan, bagi mereka buku baru atau perlengkapan baru tidaklah teramat penting, yang mereka ingin gapai hanyalah pendidikan yang akan mendorong mereka untuk terus menuntut ilmu untuk mencapai cita-citanya kelak dan untuk bisa merubah kehidupannya yang akan datang. Pemerintah harus dari sekarang mempertimbangkan masalah ini, jadi mulai lah pemerintah dari sekarang melihat bagaimana masyarakatnya tidak terlena lagi amat pentingnya pendidikan, mungkin pemerintah bisa membuat suatu wadah untuk bisa membangkitakan motifasi anak-anak nageri yang tinggal dipinggir  jalan, seperti membuat suatu wadah menampungan barang-barang yang tak terpakai lagi baik itu perlengkapan sekolah seperti bangku, meja, dan papan tulis maupun perlengkapan belajar seperti buku, buku tulis dan alat tulis, dengan menfaatkan barang-barang yang sudah tak terpakai ini dapat dimanfaatkan lagi oleh mereka yang sangat membutuhkan.

Upaya lain yang dapat dilakukan pemerintah yaitu dengan merubah pola pikir masyarakat orang pinggiran, mungkin dengan cara membuat suatu program “Menerapkam program keluarga berencana atau KB dengan secara gratis kepada masyarakt pinggiran” dengan mensosialisasikan program ini masyarakat pinggiran akan bisa memahami bahwasaya semakin banyaknya anak semakin sulit mereka memenuhi kebutuhan dalam sebuah keluarga dan dengan program ini juga akan mengakibatkan angka kelahiran semakin sedikit, sama-sama kita ketahui bahwasanya masyarakat atau orang pinggiran tidak tau-menau tentang keluarga berencana mereka beranggapan bahwasanya semakin banyaknya anak akan semakin bertambahlah rezky, anggapan seperti inilah yang akan kita jauhkan dari mereka, mereka juga mengikut campurkan anaknya untuk mencari kerja karena mengingat kebutuhan semakin banyak dan untuk mendapatkan pundi-pundi uang.

Jadi, mulailah dari sekarang pemerintah untuk memantau lingkungan-lingkungan sekeliling orang pinggiran, mereka sangat ingin merasakan pendidikan, kesejahteraan, kenyamanan dan jauh dari kemisikinan, dengan program-program yang diusulkan tadi dengan itu pula cara pemerintah bisa menurukan angka kelahiran orang pinggiran, mengingat lapangan pekerjaan sangat susah dicari ditambah lagi daya tarik orang luar dengan sumberdaya-sumberdaya melimpah yang ada di Indonesia untuk mendorong mereka datang kesini dan juga berkat program ini masyarakat pinggiran jadi bisa tau apa itu keluarga berencana, apa manfaat keluarga berencana dan apa tujuan keluarga berencana tersebut dan juga mereka sangat ingin merasakan pendidikan, walaupun tidak berpenddikan seperti yang mereka khayalkan seperti bersekolah seperti anak lainnya yang dipenuhi dengan kenyamanan, melainkan yang mereka inginkan hanyalah pendidikan yang sederhana dengan bangunan empat tiang yang beralaskan atap dan juga perlenkapan-perlengkapan sekolah biarpun berbentuk bekas.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun