gempuran angan-angan yang dipelihara dalam dadu-dadu sistematis digerakkan oleh kepala Sengkuni mungkin bisa membius dan bikin orang jual surat tanah, atau gadaikan bayi yang baru lahir
apalagi jika KTP sudah dicatat di mana-mana untuk beberapa hari napas yang berujung sesak ketika dering telepon berbunyi sahut-sahutan pada tanggal yang telah ditentukan, hingga sanak-sodara juga ikutan patungan nyebokin kotoran yang sudah lama belepotan, berkerak dalam otak
tiada pernah tahu kapan lunas, malah banyak bos-bos bertingkah bilang orang-orang nggak becus bekerja, hanya karena sungkan bayar pesangon
telor satu didadar bagi empat, rengek bayi pipis di lantai, token listrik juga ikut teriak-teriak sampai tetangga bangun,
pagi-pagi  yang punya rumah ikut menggedor pintu, butuh duit mau bayar sekolah anak,
menambah-nambah keributan ini
rapia mungkin bisa kita beli di warung dan lebih murah
ketimbang beli tambang
tapi itu bukan solusi, sebab tiap nyawa di negeri ini begitu berharga, kalau ada banyak yang bunuh diri,Â
bisa berkurang pendapatan negara.
Pondok Ranggon, 2024
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H