Mohon tunggu...
Muhammad Irfan Ayyubi
Muhammad Irfan Ayyubi Mohon Tunggu... Freelancer - Pembelajar

Seorang bapak yang mengumpulkan kenangan

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Kami yang Kini Hidup Tanpa Cahaya

2 Februari 2021   14:53 Diperbarui: 2 Februari 2021   22:11 149
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Fiksiana. Sumber ilustrasi: PEXELS/Dzenina Lukac

Semenjak fajar dibunuh oleh kegelapan malam dalam sebuah tragedi suram, kami hidup tanpa mengenal cahaya. Hanya kelam muram tersisa, tiada lagi suka bahagia. Orang-orang tiada lagi boleh tertawa.

Hari-hari gelap datang, kami hanya dapat menyimpan pelita dalam dada. Tanpa boleh mengumbarnya. Atau pelita itu akan dihancur-leburkan begitu saja. Dan hilanglah satu per satu pelita karena diburu oleh mereka. Mereka, mereka! Mereka pemuja malam.

Mereka orang-orang berjubah hitam. Wajah-wajah mereka hitam seakan tak ada apapun di sana. Tak ada mata, hidung atau mulut. Hanya gelap dan muram, kami tiada dapat memandang wajah mereka.

Mereka kekalkan gelap malam dalam dunia kami. Tiada boleh setitik cahaya pun datang. Mereka akan menghancurkannya tanpa kami merasa, tanpa kami tahu bahwa kami ternyata membuka mata tanpa bimbingan cahaya. Mereka senandungkan lagu-lagu cinta. Membuai telinga kami semua, lalu kami akan terperdaya dan terlelap dalam pelukan malam.

Semua usaha mengobarkan pelita tiada berguna. Semua orang yang berusaha menentang kegelapan malam hanya akan jadi abu semata.   Satu per satu orang-orang lelap dipeluk malam. Dan hanya sedikit dari kami yang berusaha menyimpan pelita dalam dada.

Biarpun bintang silih berganti mengerjap di langit kelam akan dibunuh oleh mereka. Tiada setitik bintang pun boleh menari, mereka akan datang memburunya, ke segenap jengkal langit, menelanjangi cahayanya dan menyisakan ia sebagai batu tak bercahaya lagi. Setiap ada yang mencoba menunjuk sebuah titik cahaya dan berucap,

"Lihatlah ada sinar terang di sana!"

Maka detik itu pula mereka para pemuja kelamnya malam datang dan mengejar sinar itu. Bagaimanapun caranya, sebuah cahaya harus lenyap. Orang-orang harus terus hidup dalam gelap.

Biarpun fajar-fajar lain silih berganti mencoba datang, mereka penyembah kelamnya malam sigap memburunya, memastikan tiada satupun cahaya tersisa. Mereka bilang cahaya akan membutakan mata kita. Mereka bilang tak ada satu pelita pun boleh membara. Kegelapan adalah kawan setia. Kegelapan malam yang kekal adalah Tuhan mereka.

Cipayung, 27 Januari 2021

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun