Mohon tunggu...
Muhammad Irfan Ayyubi
Muhammad Irfan Ayyubi Mohon Tunggu... Freelancer - Pembelajar

Seorang bapak yang mengumpulkan kenangan

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Kencan

18 November 2020   17:50 Diperbarui: 18 November 2020   17:53 55
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Fiksiana. Sumber ilustrasi: PEXELS/Dzenina Lukac

Yang Maryam ingat, kencan pertama dengan Pono begitu mengesankan. Hal yang tidak bisa dilupakan seumur hidupnya. Setelah sepanjang malam menghabiskan waktu berdansa di udara dengan musik orkes dangdut yang mengiringi, mereka mengakhiri malam dengan janji esok hari akan pergi berkencan.

Maryam sesungguhnya ingin tenggelam di Samodra lepas. Mati pada dasarnya, dihancurleburkan reptil-reptil raksasa, atau dikoyak-koyak makhluk samudera lainnya. Hanya Pono kurang yakin. Ia khawatir betul Maryam malah meluluhlantakkan mereka, meneguk semua airnya sampai kering, lalu ditumpahkan semuanya pada daratan. Membakar semua makhluk-makhluk laut itu dengan mata yang membara menyala-nyala hingga binasa. Bisa repot segala.

Pono menawarkan mati dihajar angin dingin di atas giri, Hingga tulang belulangnya runtuh satu per satu terlucuti. Atau mati beku dalam puncaknya yang diselimuti abadinya salju. Namun kebekuan mana yang bisa melawan api membara dalam mata gadisnya itu? Pono malah takut salju akan meleleh, pepohonan kering terbakar,  dan lagi-lagi, bisa-bisa binasa segala.

Maka keduanya akhirnya memutuskan pergi ke tanah pekuburan. Maryam mengingat ketika berdua mereka menunggangi bangau peliharaan Pono, yang tiba-tiba meronta-ronta di perjalanan. Mereka berdua pun meninggalkan si bangau dan terus berjalan.

Mereka tiba di tanah pekuburan, dan terbenam di dalam. Menyaksikan tulang-tulang kering tertimbun tahunan, menikmati wangi anyir bekas-bekas pembantaian, melihat tubuh-tubuh dalam rekaman diorama sejarah; Orang-orang yang musnah oleh serakah, geliat masa muda yang ditelan jaman, pergerakan-pergerakan mati dihapus geliat belatung-belatung  pemusnah. Mati dan takkan bangkit lagi.

Mata Maryam merah menyala-nyala, begitu panas hingga juga ingin dibakarnya segala. Ia ingat betul Pono menahannya sambil berkata,

"Yang telah mati tak bisa mati dua kali."

Maka hari itu, mereka berdua menikmati hari dengan menari sembari menaburkan serpihan kembang.

Cipayung, November 2020

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun