Mohon tunggu...
Muhammad Irfan Ayyubi
Muhammad Irfan Ayyubi Mohon Tunggu... Freelancer - Pembelajar

Seorang bapak yang mengumpulkan kenangan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Pendidikan yang Menjadikan Manusia Seutuhnya Manusia

2 Mei 2019   19:53 Diperbarui: 3 Mei 2019   11:43 212
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Setiap tanggal 2 Mei pasti selalu diperingati sebagai Hari Pendidikan Nasional. Bukan sebuah hal yang berlebihan, jika hari kelahiran Raden Mas Soewardi Soerjaningrat atau yang biasa kita kenal dengan Ki Hadjar Dewantara ini kemudian ditetapkan sebagai hari nasional melalui Keppres No. 316 Tahun 1959 tanggal 16 Desember 1959. 

Bukan saja terkenal lewat Taman Siswa atau Indische Partij yang didirikan bersama E.F.E. Douwes Dekker dan Tjipto Mangunkusumo, beliau juga adalah seorang kolumnis yang tulisan-tulisannya sangat menentang Kolonial Belanda dan juga pernah mengabdi sebagai menteri pengajaran pertama Republik Indonesia adalah hal yang patut menjadikan hari kelahirannya sebagai hari "suci" bagi pendidikan Indonesia.  

Yang kemudian menjadi pertanyaan besar adalah, apakah pendidikan di negeri kita tercinta ini, sungguh-sungguh telah mencapai tujuan dalam mencerdaskan kehidupan bangsa seperti yang tertuang dalam UUD 1945? 

Pertanyaan besar tersebutlah yang kemudian membuat penulis merasa perlu mengajak khalayak pembaca untuk merenungi kembali hal-hal yang mungkin selama ini kita abaikan mumpung momentumnya bertepatan dengan Hardiknas.

Bila bersama-sama kita renungi, mengapa makin banyak orang pintar, baik bergelar Sarjana, Magister, Doktor, atau Professor tapi bukan menjadikan negeri ini semakin maju malah menjadikan negeri kita ini terasa semakin kacau balau? 

Hal ini terbukti contohnya di kalangan elit-elit yang mengaku intelektual yang ada di semua lini pemerintahan saat ini kerjaannya hanya ramai-ramai korupsi, menjadi mafia hukum, suap jabatan, gratifikasi, apalah itu semua namanya yang jelas mereka hanya  mementingkan isi perut sendiri. 

Lalu masyarakat awam bertanya, inikah buah dari pendidikan? Apakah pendidikan hanya melahirkan manusia-manusia yang amoral, krisis iman, kehilangan nurani, lupa bahwa mereka terdidik malah mencontohkan keburukan-keburukan bagi masyarakat awam?

Bila kita mau melihat secara lebih dalam, sistem pendidikan kita hanya berfokus pada nilai-nilai, standar kompetensi, indeks predikat,  yang mencetak manusia berdasarkan nilai-nilai, angka-angka, yang mencetak robot-robot industri yang tidak memiliki hati nurani yang penting terampil. 

Pendidikan di negeri ini seperti menghasilkan manusia-manusia yang hampa, yang tiada berbudi, seluruh manusia hanya dinilai berdasar ukuran profesi dan besarnya gaji. Sumber daya manusia selama ini hanya dinilai dengan indikator-indikator gaya barat. 

Manusia kini diukur berdasarkan materiil semata. Pendidikan negeri kita yang carut-marut dan salah arah inilah yang telah membawa kita kepada krisis sumber daya manusia yang luar biasa hebat.

Padahal sejatinya, pendidikan haruslah menjadikan manusia seutuhnya Manusia. Manusia yang bukan hanya memuaskan sifat kebinatangannya, perut atau bawah perutnya semata. Tujuan  mencerdaskan kehidupan bangsa bukan hanya mencerdaskan secara intelektual tapi juga spiritual dan emosional. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun