Mohon tunggu...
Ayu widhiyantiprasetyo
Ayu widhiyantiprasetyo Mohon Tunggu... Jurnalis - Mahasiswi

She who walks with light and wind -- Dream weaver, musician, folk soul, forest child, heaven bound ✨

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Alasan Muhli Rubianto atau Ki Joko Wasis Memilih Menjadi Pelukis Sukarela di Alkid

14 November 2023   22:17 Diperbarui: 14 November 2023   22:32 145
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumentasi Pribadi (Ki Joko Wasis)

Jogja - Menjadi seorang pelukis sebagai profesi utama saat ini sudah tidak banyak digemari kalangan anak muda lagi karena di nilai menjadi profesi yang kurang menjamin. Namun, siapa sangka seorang pria paruh baya asal kota Yogyakarta melilih profesi ini sebagai mata pencaharian untuk menghidupi keluarganya dengan hanya di bayar sukarela.

Muhli Rubianto atau biasa orang kenal dengan nama Ki Joko Wasis rupanya telah menjadikan profesi ini sebagai profesi utamanya selama puluhan tahun lamanya dengan hanya dibayar sukarela saja oleh pelanggannya. Berawal dari masa kecilnya yang belajar menggambar dari tetangganya tukang pembuat gambar sampai pada masa kelas 5 atau 6 sd beliau belajar menggambar bersama pak tinosidin.

Berawal dari diminta oleh teman-temannya untuk digambarkan wajahnya dengan cukup dibayar dengan sebungkus rokok. "ternyata kebanyakan orang memberi itu, saya pikir sudah bisa menghargai seni, dan dari cuma sekedar memberi rokok lalu berjalan terus sampai sekarang dibayar suka rela," ungkapnya, Minggu (12/11) lalu.

Dokumentasi pribadi (Ki Joko Wasis sedang memandang ke arah lapangan alkid)
Dokumentasi pribadi (Ki Joko Wasis sedang memandang ke arah lapangan alkid)

"saya melihat kalimat sukarela itu lebih memanggil, karena orang tidak semuanya ingin sesuatu harus dengan harga yang tinggi, kalau tidak dengan harga yang tinggi tetapi bisa mendapat ya sudah tidakpapa dengan harga suararela itu lebih menarik, karena ternyata saya bertahan dengan sukarela sampai hari ini juga orang-orang tetap pada suka," ujar ki joko wasis, Minggu (12/11) lalu.

"yang saya berikan di lihat dari hasilnya bisa 50 itu sudah cukup saya berikan dari hasil yang ia gambar," ujar  ajeng pelanggan lukisan, Minggu (12/11).

dengan tidak mematok harga pada karyanya dan membiarkan pelanggan mengapresiasi karyanya dengan membayar sukarela karena menurutnya penilaian seni di mata orang itu berbeda-beda, orang akan merasakan nilai seni dengan begitu mereka akan sadar bagaimana menghargai sebuah karya seni.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun