Senja hari begitu melankoli, seperti kita yang meneguk secangkir kopi... Kerik jangkrik mengalun melodi, mencoba hiasi senja yang tak berirama. Apakah dewa sedang murka? Ataukah dewa senja sedang nelangsa hatinya? Sungguh, tak ku ingini senja yang begini, yang melankoli, yang hanya berbunyi derik jangkrik menggumam melodi, menderau salah dalam kepingan hati...
Denting cangkir kopi kita beradu mesra
pada awalnya.
Sampai kepulan asapnya menghakimi kita
atas rasa yang tak lagi sama.
Dan hatimu meradang, meronta.
Memaksaku mengiba kepingannya.
Semburat bayangku melangkah lelah
terhuyung menggumuli senja yang menua
meninggalkan kau dan bayangmu
di ujung temaramnya lampu
Maafkan ku yang terlanjur mampu
untuk menggumam, "Aku bukan rusukmu."
Dan kau kembali meneguk kopi
bersama cangkir pada senja yang melankoli
Mencoba tertawakan hal yang bahkan tak lucu
meski kau jadikan lelucon semu
Ku tahu kau menopengi kepingan
hatimu yang terlanjur menderau kesalahan
Di tengah kau dan aku
bayangan temaramnya lampu
menusuk senja yang berlalu
tanpa tahu satupun kita, telah menghempas palsu
rusukmu bukan aku...
#semoga kau bahagia
Jakarta, 19 Desember 2011
(repost dari akun kemudian saya di sini)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H