Baru-baru ini, saya menghadiri sebuah acara musik yang diadakan oleh salah satu UKM dari sebuah Universitas. Entah kenapa, setelah melihat judulnya yang berbunyi "Blues Night and Charity Toward Other", saya jadi tertarik untuk datang. Saya mengajak tiga orang teman untuk datang, karena tempat acaranya agak asing dan tidak begitu banyak orang yang saya kenal.
Acara ini diadakan oleh UKM dari Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. UKM yang menamai diri mereka KMM RIAK - Ruang Inspirasi Atas Kegelisahan ini membuat format acara blues yang serupa acara kafe. Sambil mendengarkan keindahan lengkungan melodi blues, kita bisa menikmati suguhan yang harus kita beli sendiri tentunya. Tiket yang dipatok oleh panitia juga tergolong murah. Karena judul acaranya saja sudah berbau sumbang-menyumbang, tentu saja uang hasil penjualan tiket akan disumbangkan bersamaan dengan kotak keliling untuk tambahan sedekah.
Seperti yang sudah-sudah, blues memang menjadi salah satu musik favorit mahasiswa yang menganggap diri mereka adalah golongan kiri. Entah golongan 'kiri' dari sebelah mana, saya juga kurang memperhatikan secara terperinci. Yang jelas, dari berbagai tipe manusia yang menyukai musik blues, utamanya mereka adalah mahasiswa dan mereka ini mahasiswa yang agak-agak sulit diatur. Mungkin inilah yang membuat mereka jadi disebut mahasiswa 'kiri'. Perspektif itu nyatanya bisa terbayar dengan memahami nama dari UKM yang pada hari Jum'at, 20 April kemarin, mengadakan acara blues ini. Ruang Inspirasi Atas Kegelisahan, membawa kita pada salah satu sifat mahasiswa yang tidak bisa begitu saja diatur. Tidak bisa begitu saja dijadikan kerbau, oleh pihak-pihak tertentu.
Seperti yang sudah-sudah, saya pasti membahas tentang kontribusi musik dalam sosial. Seperti yang sudah-sudah, selalu ada pesan yang terselip dari setiap macam jenis musik. Dan kali ini, blues akan jadi salah satu musik yang perlu untuk dibahas. Sayangnya, pengetahuan saya akan musik ini memang agak kurang. Jadi, saya hanya bisa membahas blues dari perspektif saya. Kalau nyatanya ada hal yang berbeda dari pemahaman kalian, mohon dimaklumi.
Kegelisahan yang digambarkan oleh salah satu organsisasi kemahasiswaan ini jelas bisa terlihat. Di tengah-tengah atmosfir Islami yang tertanam dalam nama universitas itu sendiri, masih ada para mahasiswa yang kecanduan musik dan kebingungan, harus bagaimana menyampaikannya. Mungkin saja--ini baru kemungkinan--mereka memulai UKM ini dengan susah payah. Mulai membuat organisasi yang mewakili para pemusik dan pecinta musik dari kalangan mahasiswa dengan ancaman di sana-sini. Pasalnya, Universitas Islam Negeri bukanlah universitas yang sama seperti universitas sekuler lainnya. UIN digambarkan dengan pemikiran mahasiswa kritis yang revolusioner atas segala sesuatu, apalagi agama. Dan ini menjadi tantangan terbesar bagi mahasiswa pecinta musik agar bisa membangun organsisasi mereka.
Kebanyakan orang tua yang berpemikiran kolot pastilah menilai musik dari segi negatif, sehingga organisasi kemahasiswaan yang seperti ini akan sangat sulit dibangun dalam universitas berbasis Islami. Namun, dengan segala kesungguhan dan keyakinan kuat, organisasi ini pun akhirnya bisa berdiri pada medio 98. Ketika semua ornamen masyarakat, termasuk mahasiswa, bersama-sama menggulingkan rezim Soeharto untuk mengubah tatanan pemerintahan yang ada, KMM RIAK ini dibangun dengan tujuan sama. Dengan membawa kegelisahan para mahasiswa, RIAK berhasil memusikkan kampus secara militan. Dan sejak saat itulah, RIAK giat membuat acara yang bisa menunjukkan bahwa pemusik tak melulu negatif.
Acara terbaru yang saya hadiri--sekaligus acara pertama--adalah acara blues yang sudah saya sebutkan di atas. Acara yang berformat kafe dadakan ini mem-blues-kan semua penonton pada Jum'at malam yang mengharu biru. Saya sendiri agak terbawa suasana. Entah karena memang hari itu saya sedang pusing dan bingung, jadi semakin melankolis. Suasana kafe dadakan yang remang, menambah kondisi melankolis hati saya pada malam itu. Semua musisi yang tampil hampir membuat saya ingin bersujud kegirangan mendengar alunan melodi yang bergelayut. Dan saya tak pernah menyangka, masih ada organisasi seperti ini di dalam kampus Islami. Sungguh suatu hal yang menurut saya sangat bertolak belakang. Geliat mahasiswa gelisah yang tergambar dari penyampaian mereka atas musik, memperjelas semuanya. [Ayu]
Ciputat, 24 April 2012
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H