Mohon tunggu...
ayu wardhani
ayu wardhani Mohon Tunggu... -

aku menyukai hujan yang damai

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Dia (kekasihku), Dia (perempuan itu), dan Perasaanku.

24 Maret 2014   03:49 Diperbarui: 24 Juni 2015   00:34 125
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hhhh... hari-hari yang berat harus ku lewati. Bersama Dia (kekasihku), aku coba lepaskan penat, sejenak menghibur diri. Namun kadang, Dia (perempuan itu) datang mengusik ketenangan jiwaku bersama Dia (kekasihku). Saat Dia (kekasihku) tak ada di sisi, bagian dari diriku merasa sepi. Dan saat seperti itu, Dia (perempuan itu) ku jadikan tempat pelampiasan rasa sepiku. Hingga mungkin membuatku sedikit lupa tentang Dia (kekasihku).

Yah... Aku tau, ini mungkin salah. Amat sangat salah “mungkin”. Dia (kekasihku), mencintaiku, mencoba slalu menerimaku dengan semua keadaanku, dan lebih dari tiga tahun ini sudah banyak menghiasi kanvas hidupku. Tapi Dia (perempuan itu), entah mengapa dapat mengalihkan perhatianku. Aku tak tau karena faktor dari dulu aku terlalu simpati terhadap perempuan lain atau kah aku masih memiliki perasaan lain? Sepertinya ku tak bisa membayangkannya sendiri bagaimana perasaan itu. Huwaa mungkin sedikit lupa.

Hhh... ku hembuskan nafasku. Tuhan, kenapa hidup ini terlalu rumit? Bahkan tentang perasaanku pun begini rumitnya. Dia (kekasihku), aku sangat paham dengannya. Aku amat sangat tau! Aku terpaksa sembunyikan perasaan ini dari Dia (kekasihku). Amat sangat terpaksa. Tapi semakin terus ku sembunyikan perasaan ini, semakin menggunung pula rasa bersalahku. Dan aku salah bila terus sembunyikan ini dari Dia (kekasihku). Tapi bila aku jujur langsung, aku tau, anak sungai dari mata lentiknya pasti akan mengalir. Aku tak kuasa melihatnya menangis, aku tau itu sakit. Saaaangat sakit!!

Tentang Dia (perempuan itu), aku coba untuk tak menghiraukannya. Demi Dia (kekasihku). Tapi ini perasaanku, aku tak bisa membatasinya. Dia (perempuan itu), membuatku sedikit terkesan dengan pesonanya. Tapi aku tak akan memilikinya, aku sudah memiliki Dia (kekasihku), aku tak mau terlalu jauh mengkhianatinya (kekasihku), mengkhianati rasa percayanya (kekasihku) padaku.

Tuhan, aku harus bagaimana? Aku sangat mencintai Dia (kekasihku). Saaaangat menyayanginya. Aku tak ingin kehilangan Dia (kekasihku). Tapi kenapa perasaan ini tiba-tiba datang tanpa disengaja, Tuhan? Apa aku belum terlalu mendalami perasaan Dia (kekasihku)? Apa ini memang aku yang terlalu banyak memiliki rasa simpati pada perempuan? Tuhan, bantu aku jawab semua teka-teki ini. Bantu aku, bagaimana sikapku yang seharusnya, agar aku tak menyakiti Dia (kekasihku)? Dan tak kehilangan segalanya.

Aaaaaarhgt !!! rasanya ingin sekali aku berteriak! Mengeluarkan semua isi kepala yang menyakitkan ini !! Ku hanya berharap Dia (kekasihku) untuk selalu menemaniku. Menjagaku, bahagiakan aku, tempat dimana aku bisa berbagi, aku rindu senyumnya (kekasihku).

Pagi ini, senyum dibibirnya (kekasihku) sedikit memudar. Aku tau itu. Karena kejujuranku semalam. Dia (kekasihku), terlalu peka dengan yang ku sembunyikan, dan hasilnya, aku pun jujur semuanya. Aku tau, dikamarnya, pasti Dia (kekasihku) terisak lirih.

Tuhan, aku merasa berdosa. Sangat berdosa. Kenapa aku menyayat ketulusan hatinya (kekasihku) dengan perasaanku terhadap Dia (perempuan itu)? Aku harus tegas ! aku harus memilih ! Tak mau aku kehilangan Dia (kekasihku). Aku tak berharap Dia (perempuan itu), menggantikan Dia (kekasihku) ! terlalu banyak resiko yang harus aku ambil. Aku harus memulainya dari awal dan tak jamin aku akan lebih bahagia. Dan tak jamin pula Dia (perempuan itu) sanggup bertahan seperti apa yang dilakukan Dia (kekasihku). Mungkin Dia (perempuan itu), bila merasakan hal yang sama, akan langsung pergi meninggalkanku disini sendiri. Aku tak mau! Aku tak mau menyia-nyiakan ketulusan yang sudah jelas-jelas ada. Aku tak mau mengejar apa yang aku mau, karena aku percaya, Tuhan telah berikan apa yang aku butuhkan, Dia (kekasihku). Dan aku memilih Dia (kekasihku) !!

Tentang perasaan untuk Dia (perempuan itu), biar berlalu sendiri. Aku hanya harus slalu bersyukur, dan mencoba memahami perasaan antara aku dan Dia (kekasihku). Hubungan ini sedang di uji. Sejauh manakah, hubungan ini akan bertahan?

Aku akan mempertahankannya, slalu mempertahankannya. Seperti Dia (kekasihku) bertahan sendiri dalam hubungan ini. Dia (kekasihku) mengajariku kesetiaan. Dan Dia (perempuan itu) adalah ujian untukku. Ujian untukku tetap bersama Dia (kekasihku).

Namun sesungguhnya sesuatu yang bersumber dari hati takkan mudah untuk pergi. Semoga saja waktu dapat menghapus. Mmm.. mungkin lebih tepatnya tertidur. Sama halnya seperti cinta yang dulu. Bukan aku yang sanggup menghapusnya namun waktu yang akan menghapusnya.

**

Purwokerto,

Di kamar tercinta,

22 Marer 2014, 22.46

Nb :terimakasih untuk seseorang yang menginspirasi judulnya.

Dan untuk kamu, terimakasih ceritanya, aku coba mengertimu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun