Mohon tunggu...
Ayu Thalia
Ayu Thalia Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi Sosiologi

🌻 Belajar, berkarya, berdakwah, dan bermanfaat.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Analisis Konflik Antara Sopir Angkutan Umum dan Pengemudi Taksi Online di Wilayah Zona Merah Kota Malang

18 Desember 2024   09:20 Diperbarui: 18 Desember 2024   09:20 82
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Taksi (Sumber: Pixabay.com)

Beberapa waktu lalu terjadi konflik antara pengemudi taksi online dan sopir angkot di Kota Malang yang disebabkan karena kesalahpahaman terkait wilayah zona merah. Seorang pengemudi taksi online diduga menjemput penumpang di wilayah zona merah yang seharusnya dilarang menjemput penumpang di area tersebut bagi taksi online, hingga akhirnya pengemudi angkot protes yang berujung pada mediasi polisi. Dalam pertemuan tersebut, terungkap bahwa kurangnya komunikasi dan pemahaman tentang zona merah menjadi penyebab konflik. Dua belah pihak akhirnya sepakat untuk berdamai dan mematuhi aturan yang berlaku (detiknews, 2017).

Dari perspektif teori konflik kelas yang dikemukakan oleh Karl Marx, perseteruan antara pengemudi angkot dan taksi online mencerminkan persaingan atas sumber daya ekonomi, yaitu penumpang. Pengemudi angkot merasa sopir taksi online mengambil sebagian wilayah ekonominya yang menyebabkan berkurangnya penghasilan mereka. Pandangan Marx juga menyatakan bahwa konflik muncul akibat perbedaan kepentingan antara kelompok yang memiliki akses lebih besar terhadap sumber daya, dalam hal ini taksi online yang didukung teknologi, dan kelompok yang memiliki akses terbatas, yaitu pengemudi angkot yang terikat pada aturan konvensional (Susan, 2014). Konflik ini juga mengungkapkan adanya ketimpangan struktural yang menguntungkan taksi online dan menunjukkan dampak kapitalisme modern di mana teknologi disruptif dan layanan online mengubah pola ekonomi tradisional. Situasi ini menciptakan ketidakseimbangan antara taksi online yang lebih diuntungkan dan pengemudi angkot yang terpinggirkan oleh perkembangan tersebut. 

Dari perspektif Marx, peran negara dalam mengatur persaingan di sektor transportasi penting untuk meredakan ketegangan dan mengatasi ketimpangan yang terjadi. Konflik ini juga mencerminkan perubahan budaya dalam cara masyarakat menggunakan layanan transportasi di era modern. Preferensi masyarakat terhadap taksi online yang lebih fleksibel dan efisien juga turut memengaruhi posisi pengemudi angkot. Oleh karena itu, konflik ini tidak hanya menjadi pertarungan ekonomi tetapi juga mencerminkan dinamika sosial dan perubahan budaya dalam masyarakat. Penting bagi pemerintah untuk mengatur persaingan di sektor transportasi agar semua pihak dapat dilindungi dan mendapatkan perlakuan yang adil.

Pohon Konflik (Sumber: Penulis, 2024)
Pohon Konflik (Sumber: Penulis, 2024)

Konflik antara pengemudi angkot dan taksi online di Kota Malang dapat dianalisis menggunakan alat bantu analisis konflik, yaitu pohon konflik, untuk membantu memetakan hubungan antara akar penyebab, masalah utama, dan dampak konflik agar nantinya dapat ditemukan upaya resolusi konflik yang tepat (Susan, 2014). Masalah utama (batang pohon) dalam kasus ini adalah kesalahpahaman dan ketegangan terkait pelanggaran zona merah oleh pengemudi taksi online. Akar penyebab konflik (akar pohon) mencakup ketidakjelasan regulasi tentang zona merah yang mengakibatkan interpretasi berbeda oleh kedua pihak, persaingan ekonomi yang semakin ketat karena penumpang menjadi sumber daya terbatas, serta ketimpangan dalam akses teknologi, di mana taksi online yang berbasis aplikasi memiliki keunggulan dibandingkan angkot tradisional. Selain itu, perubahan sosial akibat kehadiran teknologi disruptif juga menjadi penyebab yang memicu konflik, karena angkot belum sepenuhnya mampu beradaptasi dengan perkembangan ini. Dampak konflik (daun pohon) mencakup gangguan keamanan dan ketertiban di Kota Malang, menurunnya kepercayaan masyarakat terhadap transportasi umum, dan potensi kerugian ekonomi bagi kedua belah pihak. Melalui pohon konflik ini, akar permasalahan dapat diidentifikasi secara jelas sehingga langkah-langkah penyelesaian, seperti memperjelas aturan zona merah dan memfasilitasi adaptasi teknologi bagi angkot, dapat dilakukan untuk mengatasi konflik secara efektif.

Penyelesaian konflik antara pengemudi taksi online dan angkot di Kota Malang dapat dilakukan dengan pendekatan arbitrase, yang terbukti efektif dalam mencegah terulangnya insiden serupa. Dalam proses ini, pihak ketiga yang netral, seperti mediator independen atau lembaga pemerintah terkait seperti Dinas Perhubungan dan kepolisian, berperan sebagai penengah dan pengambil keputusan. Pertama, proses arbitrase dimulai dengan mendengarkan aspirasi dan keluhan dari kedua belah pihak untuk menggali akar permasalahan. Misalnya, ketidaktahuan pengemudi taksi online mengenai zona merah dan kekhawatiran pengemudi angkot tentang persaingan yang tidak sehat. Setelah itu, pihak ketiga menetapkan aturan yang jelas dan rinci, termasuk definisi dan pemahaman zona merah yang mudah dipahami oleh semua pihak. Keputusan yang dihasilkan dari arbitrase dituangkan dalam sebuah perjanjian tertulis yang disepakati oleh kedua belah pihak. Perjanjian ini mencakup komitmen untuk mematuhi zona merah, sanksi bagi pelanggar, dan jadwal sosialisasi rutin untuk memastikan bahwa informasi terus diperbarui bagi para pengemudi. Dengan adanya dokumen tertulis, keputusan tersebut menjadi memiliki kekuatan hukum yang mendorong semua pihak untuk menghormati kesepakatan yang telah dibuat. Selain itu, arbitrase menciptakan suasana diskusi yang kondusif, di mana setiap pihak merasa diperhatikan tanpa tekanan emosional. Melalui pendekatan ini, penyelesaian konflik tidak hanya bersifat reaktif, tetapi juga preventif, dengan membentuk mekanisme komunikasi dan pengawasan yang berkelanjutan. 

Konflik antara pengemudi angkot dan taksi online di Kota Malang merupakan bentuk persaingan ekonomi dan ketimpangan akses terhadap teknologi yang memunculkan ketegangan sosial. Analisis berdasarkan teori konflik Karl Marx menunjukkan bahwa konflik ini timbul dari perbedaan kepentingan untuk memperebutkan sumber daya yang terbatas antara kelompok yang lebih diuntungkan oleh teknologi modern (taksi online) dan kelompok yang terpinggirkan (angkot). Dengan menggunakan pohon konflik, akar masalah seperti ketidakjelasan regulasi, ketimpangan teknologi, dan perubahan sosial dapat diidentifikasi untuk mencari solusi yang tepat. Penyelesaian melalui arbitrase yang melibatkan pihak netral, seperti pemerintah atau kepolisian, dapat menciptakan aturan yang jelas dan memfasilitasi kerjasama antar pihak. 

DAFTAR PUSTAKA

detiknews. "Salah Paham, Taksi Online dan Angkot di Kotang Malang Nyaris Bentrok." 09 Desember 2017, Salah Paham, Taksi Online dan Angkot di Malang Nyaris Bentrok Baca artikel detiknews, "Salah Paham, Taksi Online dan Angkot di Malang Nyaris Bentrok" selengkapnya https://news.detik.com/berita-jawa-timur/d-3762028/salah-paham-taksi-online-dan-angkot-di-ma. Accessed 13 Desember 2024. 

Susan, N. (2014). Pengantar Sosiologi Konflik (Edisi Revisi ed.). Kencana.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun