Mohon tunggu...
ayu suryaningsih
ayu suryaningsih Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa S3 Universitas Pendidikan Ganesha

seorang pengajar yang menyukai dunia anak, membaca dan menulis

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Dari Kelas ke Kekuasaan: Bagaimana Pendidikan Membentuk Identitas Politik Generasi Mendatang

29 November 2024   14:09 Diperbarui: 29 November 2024   14:09 94
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Proses Pembelajaran di kelas (Gambar dibuat dengan DALL-E)

Pendidikan bukan hanya sarana untuk mentransfer ilmu pengetahuan, tetapi juga berfungsi sebagai alat penting dalam pembentukan identitas politik generasi mendatang. Sistem pendidikan yang ada di setiap negara sering kali memiliki agenda tersendiri yang tidak hanya berkaitan dengan pengajaran akademis, tetapi juga berhubungan dengan upaya membentuk pola pikir, nilai, dan sikap politik siswa. Artikel ini akan membahas bagaimana pendidikan, melalui berbagai kebijakan dan kurikulum yang diterapkan, mempengaruhi cara pandang siswa terhadap politik, kekuasaan, dan struktur sosial di masyarakat.

Pendidikan sebagai Alat Pembentukan Identitas Politik

Pendidikan sering kali dianggap sebagai cermin dari ideologi yang mendasari suatu negara. Dari sekian banyak teori pendidikan yang ada, salah satunya adalah teori hegemoni Gramsci, yang mengemukakan bahwa kekuasaan tidak hanya dipertahankan dengan kekuatan fisik, tetapi juga melalui kontrol ideologis, salah satunya lewat pendidikan. Di sini, pendidikan berfungsi sebagai instrumen untuk membentuk cara berpikir dan bertindak masyarakat agar sesuai dengan kepentingan dominan yang ada, baik itu politik, sosial, maupun ekonomi.

Misalnya, dalam banyak kasus, kurikulum yang diajarkan di sekolah sering kali tidak netral. Materi tentang sejarah, nasionalisme, atau bahkan ideologi negara, sangat dipengaruhi oleh nilai-nilai politik yang dominan pada masa itu. Hal ini bisa dilihat, misalnya, dalam pendidikan sejarah yang mengajarkan versi tertentu dari peristiwa sejarah untuk memperkuat identitas nasional atau ideologi pemerintah yang sedang berkuasa. Masyarakat yang terdidik dengan cara ini akan cenderung memiliki pandangan politik yang sejalan dengan kebijakan pemerintah atau kekuasaan yang ada.

Kurikulum dan Pembentukan Identitas Politik

Salah satu contoh nyata dari bagaimana pendidikan membentuk identitas politik adalah melalui perubahan kurikulum yang terjadi setelah pergantian rezim politik. Di Indonesia, misalnya, setiap kali terjadi pergantian pemerintahan, kurikulum pendidikan sering kali mengalami revisi besar. Kebijakan pendidikan yang ditetapkan oleh pemerintahan baru mencerminkan nilai-nilai politik yang ingin ditegakkan oleh rezim tersebut.

Pada masa Orde Baru, misalnya, kurikulum pendidikan menekankan pentingnya nasionalisme yang kuat, yang sering kali berfokus pada pembentukan identitas nasional yang terpusat pada pemerintah yang berkuasa. Kurikulum yang ada pada saat itu menekankan pada penanaman nilai-nilai Pancasila sebagai dasar ideologi negara dan pengajaran sejarah yang mengutamakan pandangan politik pemerintah. Hal ini berfungsi untuk membentuk pola pikir siswa agar mereka menerima dan mendukung tatanan politik yang ada.

Begitu juga dengan kurikulum yang diterapkan dalam era reformasi, yang lebih mengedepankan nilai-nilai demokrasi dan kebebasan berpendapat. Pergantian rezim politik ini turut membawa perubahan dalam cara berpikir generasi muda tentang konsep kekuasaan, hak asasi manusia, dan partisipasi politik.

Sekolah Sebagai Tempat Sosialisasi Politik

Pendidikan formal di sekolah juga berfungsi sebagai arena sosialiasi politik yang pertama bagi banyak anak muda. Di sekolah, siswa belajar tidak hanya tentang matematika, bahasa, atau ilmu pengetahuan alam, tetapi juga tentang bagaimana berinteraksi dengan otoritas, cara memahami dan menilai kekuasaan, serta bagaimana peran mereka dalam masyarakat. Selain kurikulum, aspek-aspek seperti perilaku guru, kebijakan sekolah, dan bahkan iklim politik yang ada di sekitar mereka, akan mempengaruhi pandangan politik siswa.

Sebagai contoh, di sekolah yang memiliki iklim demokratis, siswa diajarkan untuk berpikir kritis, mengajukan pertanyaan, dan berpartisipasi dalam proses pengambilan keputusan. Sebaliknya, di sekolah yang lebih otoriter, siswa mungkin diajarkan untuk mengikuti perintah tanpa banyak mempertanyakan, yang pada gilirannya dapat memengaruhi bagaimana mereka melihat kekuasaan dan kewajiban politik mereka di masa depan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun