Di tengah pergeseran global menuju energi berkelanjutan, transisi energi tidak hanya tentang mengganti bahan bakar fosil dengan sumber energi terbarukan. Ini adalah transformasi menyeluruh yang mempengaruhi ekonomi, budaya, dan masyarakat. Dalam konteks ini, peran perempuan sangat krusial, terutama dalam memastikan transisi energi adil, serta memperhitungkan kebutuhan kelompok rentan. Lantas siapakah kelompok rentan itu? Berdasarkan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, disebutkan bahwa yang dimaksud kelompok rentan antara lain  orang lanjut usia, anak-anak, fakir miskin, wanita hamil, dan difabel.
Banyak dalam komunitas lokal di Indonesia, perempuan berperan ganda sebagai pengelola rumah tangga dan agen perubahan di komunitas mereka. Oleh karena itu, memberdayakan perempuan dalam transisi energi lokal adalah langkah penting untuk mencapai keadilan sosial dan keberlanjutan lingkungan.
Peran Tradisional Perempuan dalam Energi Lokal
Perempuan  Indonesia di banyak wilayah pedesaan, sering kali menjadi penanggung jawab utama dalam pengelolaan energi rumah tangga. Mereka terlibat dalam pengumpulan bahan bakar tradisional seperti kayu bakar, yang tidak hanya membebani secara fisik tetapi juga memiliki dampak lingkungan dan kesehatan yang merugikan. Misalnya, polusi udara dalam ruangan akibat penggunaan kayu bakar atau arang untuk memasak dapat menyebabkan penyakit pernapasan yang serius.
Di sisi lain, keterlibatan perempuan dalam aktivitas energi tradisional ini memberikan mereka pengetahuan yang mendalam tentang kebutuhan energi rumah tangga dan potensi lokal. Mereka memiliki keterampilan dalam mengelola sumber daya dengan cara yang efisien dan ekonomis. Memanfaatkan pengetahuan tradisional ini dalam konteks transisi energi modern bisa menjadi kunci untuk pengembangan solusi energi yang berkelanjutan dan relevan secara lokal.
Integrasi Teknologi: Pemberdayaan Perempuan sebagai Agen Perubahan
Transisi ke sumber energi yang lebih bersih seperti tenaga surya, biomassa, atau angin memerlukan adopsi teknologi baru. Perempuan, sebagai pengelola energi rumah tangga, memiliki peran vital dalam mengadopsi dan menyebarkan teknologi ini di komunitas mereka. Pemberdayaan perempuan melalui pelatihan teknis dan pendidikan energi dapat mendorong mereka untuk menjadi agen perubahan yang efektif.
Contoh Kasus: Pemanfaatan Teknologi Energi Terbarukan oleh Perempuan di Lombok
Di Lombok, perempuan lokal terlibat dalam proyek pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) di desa mereka. Mereka dilatih untuk memasang dan merawat panel surya, serta mengelola sistem distribusi energi. Proyek ini tidak hanya meningkatkan akses ke energi bersih tetapi juga memberdayakan perempuan dengan keterampilan teknis dan manajerial, yang sebelumnya didominasi oleh laki-laki.
Transisi Energi yang Berkeadilan: Memprioritaskan Kelompok Rentan
Kelompok rentan, termasuk masyarakat miskin, perempuan, dan anak-anak, sering kali terpinggirkan dalam proses pembangunan energi. Dalam transisi energi, penting untuk memastikan bahwa kelompok-kelompok ini tidak hanya menjadi penerima manfaat tetapi juga memiliki peran aktif dan suara dalam pengambilan keputusan. Ini dapat dicapai melalui pendekatan partisipatif yang inklusif, memastikan bahwa kebutuhan dan perspektif mereka diintegrasikan dalam perencanaan dan pelaksanaan proyek energi.