Mohon tunggu...
Ayu SittaDamayanti
Ayu SittaDamayanti Mohon Tunggu... Ingin jadi manusia baik

_Berbagi Memori dalam Tulisan _

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Ramadan dalam Kenangan

2 April 2023   18:34 Diperbarui: 2 April 2023   18:41 518
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(Foto: Dok. Pribadi) 

Ramadan tak hanya mengenai hubungan manusia dan Sang Pencipta, namun juga mampu menghadirkan kerinduan pada hangatnya suasana rumah, musholla kecil di desa dan teman masa kecil yang kini telah hidup masing-masing bertarung melawan dunia yang tak lagi ramah. 

Ramadan juga menghadirkan kerinduan pada mereka yang telah meninggalkan dunia ini. Hanya untaian doa yang mampu mengobati kerinduan pada mereka yang telah tiada. 

Ramadan tahun '90an, Anak-anak menunggu adzan maghrib dengan penuh keceriaan. 

Ketika harumnya kolak bikinan ibu mulai tercium, ada rasa tak sabar ingin segera menikmatinya. Hanya bisa memandangi meja makan kayu sederhana namun terasa penuh syukur karena ada hidangan penuh cinta yang tersaji meski jauh dari kemewahan. 

Mendapati sang anak yang mulai gelisah, bapak akan membawanya berkeliling kampung dengan sepeda ontelnya. Menyapa teman-teman dan tetangga yang tengah bersenda gurau di pinggir jalan, menikmati manisnya udara sore menjelang senja. 

Ketika adzan maghrib berkumandang, raga terasa segar kembali. Cobaan terberat di bulan Ramadan bagi anak-anak macam dirinya kala itu adalah menahan rasa lapar dan haus, berbeda dengan kini ketika dewasa. Setiap saat bersiap bertarung menghadapi hawa nafsu dunia agar tak tersesat. 

Surau kecil di pojok kampung, mendadak penuh sesak. Semua berlomba mendapatkan tempat untuk solat. Ketika tarawih tiba, anak-anak yang baru belajar solat bersenda gurau hingga akhirnya kena marah orang dewasa. "Galak sekali. " Anak-anak saling berbisik sambil menunjuk si orang dewasa itu. Konyolnya anak-anak, selalu ada alasan pemaaf bagi mereka karena memang masih belajar. 

Tarawih usai, surau tetap meriah. Lantunan ayat suci Al-Quran menggema seantero kampung. Tak ada protes ataupun merasa terganggu. Itulah zaman dimana ibadah terasa syahdu bagi siapapun. 

Waktu sahur, teringat betapa sabarnya ibu bapak membangunkan anak-anak. Ibu yang tampak masih mengantuk karena bangun lebih awal, namun wajah penuh cintanya tetap terpancar. Sahur yang indah bagi sang anak, karena bangun tinggal menikmati hidangan sahur yang tersaji. 

Hebatnya waktu subuh di kala itu, solat subuh tak pernah kesiangan. Selepas solat, anak-anak berkeliling kampung berpesta petasan. Kebodohan kala itu, tak mengerti bahaya petasan, hanya tahu itu menyenangkan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun