Pembahasan mengenai Upacara Tiwah ini banyak sekali baik yang tertulis maupun lisan. Tahun 1996 dulu saya pernah membuat karya tulis tentang judul ini di mana sebagai syarat kelulusan saya untuk mata pelajaran IPS ketika saya kelas 3 SMU. Pada saat itu saya membuatnya berdasarkan Library Research atau studi pustaka saja yang didasarkan pada buku "Kalimantan Membangun" dari Pak Tjilik Riwut dan "Kembang Rampai Nusantara", saya lupa penulisnya dan pengamatan saya menghadiri acara Tiwah juga. Tetapi saya ingin bercerita tentang Upacara Tiwah ini dari beberapa sumber lain bahwa ada terdapat perbedaan antara Tiwah di beberapa kabupaten di provinsiku.
Tiwah merupakan salah bentuk kebudayaan dari suku Dayak Ngaju di Kalimantan Tengah, yang mana Upacara “Tiwah” ini wajib dilakukan oleh setiap keluarga Dayak yang mempunyai keluarga yang sudah meninggal dan beragama Hindu Kaharingan. Sehingga Upacara Tiwah ini perlu diadakan sekali untuk mengantar jiwa (roh) atau Liau dari orang yang sudah mati ke tempat peristirahatan terakhirnya. Menurut Bapak Dunis Iper, dalam Kamus Bahasa Dayak Ngaju-Indonesia (2009:756), menjelaskan bahwa “Tiwah merupakan salah satu upacara ritual keagamaan yang tertinggi, yaitu pengantar arwah (roh) orang-orang yang telah meninggal dunia menuju tempat yang kekal.
Pendapat lain menurut seorang tokoh Dayak dari Desa Tumbang Samba yakni seorang mantan Damang Adat bahwa Upacara Tiwah ialah suatu proses pelaksanaan untuk mengantarkan roh ke Lewu Tatau dan Tiwah ini merupakan upacara paling akhir dalam ritus kematian masyarakat Dayak. Walaupun ada berbagai/bermacam-macam pendapat tentang definisi Upacara Tiwah, tetapi dapat ditarik satu makna bahwa Upacara Tiwah merupakan bagian dari kepercayaan Suku Dayak Ngaju, khususnya masyarakat yang masih menganut agama Hindu Kaharingan.
Nama lain dari Tiwah sendiri dikenal dengan Wara ataupun Ijambe. Pelaksanaan Tiwah bisa berbeda di setiap wilayahnya. Ketika saya masih SMP saya pernah menghadiri Upacara Tiwah di Desa Sei Gohong, Tangkiling, Kecamatan Bukit Batu. Saya menyaksikan pemindahan tulang-belulang dari salah satu keluarga ke dalam Sandung, kebetulan keluarga saya hadir di sana atas undangan sepupu saya, yang sedang meniwahkan orangtua dari istrinya. Hampir setiap hari keluarga saya berkunjung ke sana, selama 1 minggu. Tetapi yang tidak saya lupakan ketika acara "Hajamuk" atau"Hakasai", yang mana beras sudah direndam lama sampai beberapa hari dan sudah hancur dioleskan ke wajah tamu, keluarga maupun penonton dari acara Tiwah tersebut.
[caption id="attachment_415746" align="aligncenter" width="274" caption="dok. pri"][/caption]
Pelaksanaan Tiwah di beberapa wilayah kabupaten di provinsiku berbeda dalam jangka waktu pelaksanaannya, pemimpin upacaranya, dan tata upacara pelaksanaan Tiwah tersebut. Jika di Kabupaten Katingan terutama wilayah Kasongan, Pendahara, Buntut Bali, dan sekitarnya di mana pelaksanaan Tiwahnya berlangsung selama 1 hari sampai 1 minggu saja. Pemimpin upacarannya adalah "Pisur", dan jasad yang sudah meninggal dimasukkan ke dalam peti kecil atau Raung. Jangan diharapkan peti matinya seperti kebanyakan peti mati pada umumnya, ukurannya benar-benar pas di badan saja, dengan motif perahu. Saya sendiri pernah mengikuti prosesi Tiwah sehari ini di Kecamatan Tewang Sangalang Garing atau Pendahara, pada tahun 2006 awal saya bermukim di daerah tersebut. Salah seorang anak didik kami kecelakaan dan meninggal, lalu pada hari yang ketiga jasadnya dimasukkan ke dalam Raung diantar ke peristirahatan terekhirnya perkuburan di belakang kampung, di mana kita harus melewati sawah dan semak belukar untuk menuju ke tempat tersebut.
Pada saat itu diadakan ritual adat dulu sebelum Raungnya dimasukkan ke dalam "Pambak". Saya sempat melongok sebentar ternayata di dalam Pambak sudah ada beberapa Raung yang diletakkan tersusun rapi di dalamnya. Ternyata itu adalah kerabat atau keluarga dari siswa saya tersebut, yang sudah meninggal sebelumnya. Jika keluarga memiliki biaya atau dana di kemudian hari barulah dilaksanakan pemindahan tulang-belulang ke dalam Sandung.
[caption id="attachment_415748" align="aligncenter" width="300" caption="dok. pri"]
Pambak di Pendahara
Gambar di atas adalah hasil jepretan keponakan saya dari suami yang memang tinggal di daerah Pendahara. kebetulan saya meminta data untuk penelitian siswa saya tahun lalu jadilah saya meminta transfer data lewat social media. Untunglah zaman sekarang internet sudah sampai ke pelosok kecuali untuk beberapa daerah saja.
[caption id="attachment_415751" align="aligncenter" width="300" caption="dok. pri"]