Pendidikan Guru Penggerak (PGP) telah membimbing para Calon Guru Penggerak (CGP) untuk melakukan perubahan paradigma dan pola bertindak untuk berkolaborasi  oleh para pendidik untuk mewujudkan Merdeka Belajar bagi murid Indonesia.
CGP memiliki peranan yang sangat penting sebagai pemimpin pembelajaran, penggerak komunitas praktisi, pendorong kolaborasi antar guru, coach bagi guru lain, dan pioneer untuk mewujudkan kepemimpinan murid. Sedangkan nilai-nilai yang harus terpatri dalam diri seorang CGP adalah mandiri, reflektif, kolaboratif, inovatif, dan berpihak pada murid. Nilai dan peran ini adalah dasar bekal dan kekuatan untuk membangun budaya positif di lingkungan sekolah agar mencapai tujuan pendidikan.
Tujuan pendidikan menurut Ki Hadjar Dewantara adalah menuntun segala kodrat yang ada pada anak-anak, agar mereka dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya baik sebagai manusia maupun sebagai anggota masyarakat.
Oleh sebab itu, pendidik hanya dapat menuntun tumbuh atau hidupnya kekuatan kodrat yang ada pada murid agar dapat memperbaiki lakunya (bukan dasarnya) hidup dan tumbuhnya kekuatan kodrat anak. Namun tetap memperhatikan kodrat zaman dalam pengembangan kodrat alam seorang anak.
Pendidikan harus mampu merubah laku hidup anak dengan memerhatikan posisi kontrol kita selaku pendidik. Manajer, posisi kontrol pendidik yang sangat baik untuk menggiring perubahan perilaku murid. Ia tidak memaksa, menghukum, atau memelas dalam penerapan disiplin bagi murid. Posisi kontrol sebagai manajer ini mampu menimbulkan motivasi internal murid ketika melakukan kesalahan.
Perlu kita ketahui bahwa ternyata motivasi setiap orang untuk menaati sebuah peraturan pun beragam, mulai dari karena takut hukuman, ingin mendapatkan penghargaan, hingga keyakinan yang ia percaya bahwa dalam setiap peraturan terdapat kebaikan bagi dirinya dan orang banyak.
Setiap manusia pula memiliki lima kebutuhan dasar, yaitu meliputi kebutuhan bertahan hidup, kebutuhan untuk diterima (cinta dan kasih sayang), kebutuhan pengakuan atas kemampuan (penguasaan), kebutuhan untuk menentukan plihan (kebebasan), dan kebutuhan untuk merasa senang (kesenangan).
Selaras dengan hal ini, dapat kita pastikan bahwa pelanggaran disiplin dapat disebabkan karena satu atau beberapa kebutuhan dasar sebagai manusia ini tidak terpenuhi dengan baik. Hal ini juga berlaku bagi para murid di sekolah kita. Penting bagi seorang pendidik untuk mampu melihat celah kebutuhan murid yang tidak terpenuhi tersebut.
Selanjutnya, untuk mengimbangi disiplin positif, kita harus menerapkan restitusi. Restitusi adalah proses menciptakan kondisi bagi murid untuk memperbaiki kesalahan mereka, sehingga mereka bisa kembali pada kelompok mereka, dengan karakter yang lebih kuat (Gossen; 2004) . Proses ini sangat dianjurkan dengan memerhatikan segitiga restitusi yaitu, menstabilkan identitas, memvalidasi tindakan yang salah, dan menanyakan keyakinan kelas.
Keyakinan kelas adalah bentuk kesepakatan yang dibuat oleh murid itu sendiri di dalam kelas. Ia berbentuk abstrak dan mengandung nilai-nilai kebajikan untuk menanamkan karakter positif dan motivasi internal bagi para murid.
Demikianlah upaya-upaya oleh peranan seorang CGP yang dapat dilakukan dalam membangun budaya positif dan mewujudkan Merdeka Belajar di sekolah. Tentunya, untuk mewujudkan hal ini membutuhkan proses yang yang tidak bisa dilakukan dalam waktu singkat dan dukungan penuh dari berbagai pihak seperti, guru, kepala sekolah, dan orang tua.