11 Maret 2013 – 22:59
Aku ingin menulis dengan tinta merah jambu
Berlarik cerita tentang gembira
Lalu kusimpan dalam sanubari
Sebagai penghangat untuk yang lama beku
Namun..
Jika aku tak mampu
Memberi warna seperti yang kukatakan dulu
Aku meminta satu
Biarkan aku menggurat senyummu
Menjadi aksara yang terpatri pada dinding hati
(YD)
Sudah lebih dari lima belas kali aku mengulang membaca puisi yang ditulis Yofa di blognya sehari sebelum pertemuan teakhir kami. Tapi puisi itu sama sekali tidak mengobati luka di hatiku. Mungkin satu bulanmemang belum mampu menghapus ingatanku tentang Yofa.
***
Maret 2012
Gue Dina. Cewek kelas tiga SMA yang biasa-biasa saja. Hidup gue datar, tanpa gelombang apalagi lobang. Gue berfikir.. betapa bosannya menjadi gue. Hari-hari yang gue lalui selalu mulus dan tanpa konflik. Ya..ya.. gue tahu, hidup yang dipenuhi masalah juga tidak akanmengenakkan. Tapi perlu kalian ketahui, hidup tanpa masalah juga sangat, sangaat, sangaaat membosankan. Apalagi ketika titik jenuh sudah berada di ubun-ubun dan menguasai otak.
“Aduh din, lo lama banget datangnya?PR lo udah dikerjain? Nyalin dong! ”Nara menghampiri ketika baru saja gue mendudukkan pantat gue di bangku yang tidak mulus dan penuh coretan.
“Noh! beluh gue kerjain.” Jawab gue santai.
“Hah? Kok ekspresi lo datar gitu si? Lo gak lupa kan, ini PRnya Bu Sofi? Guru killer yang gak kenal ampun?” Ucap Nara sambil menatap tak percaya.
Gue menjawab dengan menggelengkan kepala. Lantas melenggang menuju kantin untuk sarapan. Nara di belakang masih terbengong-bengong. Biarkan saja.
PR? Ah, gue ingin mendobrak kehidupan gue dengan tidak mengerjakan PR itu. Siapa tahu –eh pasti- gue di hukum untuk menyikat WC, mencabut rumput di taman depan kelas, atau hormat di bawah tiang bendera selama pelajaran berlangsung. Pasti asyik. Gue belum pernah merasakan itu semua. Ya.. sudah gue bilang kan selama ini hidup gue mulus dan datar?
“Ada PR ya? Ayo dibuka! Kitabahas bersama-sama.” Ini adalah kalimat pembuka standar Bu Sofi ketika mengawali pelajaran setelah masuk dan mengucap salam kepada seluruh penghuni kelas.
“Ada yang belum mengerjakan?” Tanyanya selanjutnya.
Nara di seberang meja melirik. Mungkin dia berfikir gue berbohong ketika berkata gue belum mengerjakan PR, atau mungkin dia sedangmembaca garis-garis muka gue dan mencoba menemukan ekspresi ketakutan. Tapi tentu saja dia gagal, dan kalau benar dia berfikir gue berbohong, dia salah total!
“Saya Bu!” Sambil mengangkat tangan.
“Kamu? Kenapa belum mengerjakan?” Tanya Bu Sofi dingin.
“Sedikit..lupa bu” Jawab gue dengan menekankan kata sedikit dan memberikan gambaran ‘sedikit’ dengan telunjuk dan jempol kanan. Gue sudah sangat senang ketika melihatgurat kecewa di wajah Bu Sofi dan kilat marah di matanya. Gue ingin sekali hukum!
“Kamu keluar kelas dan jangan masuk sampai Ibu panggil!” Kata Bu Sofi masih dengan nada dingin.
Hah? Itu saja? Yah.. kok ringan si hukumannya? Tapi gue tidak ingin memrotes. Ini saja sudah cukup untuk mengubah predikat gue dari siswi biasa-biasa saja menjadi siswi yang ‘pernah-tidak-mengerjakan-PRnya-Bu-Sofi’. Ups, tidak hanya PRnya Bu Sofi, gue bahkan hari ini juga tidak mengerjakan PR matematika dari Pak Ema dan PR sejarah dari Pak Kumis! Wah.. betapa senangnya gue hari ini. Gue pasti akan mendapatkan pengalaman menarik!
Pada saat jam Sejarah, gue di hukum untuk hormat di bawah tiang bendera, padahal saat itu jam menunjukan pukul setengah l2. Tapi gue melaksanakan hukuman itu dengan tulus dan dihiasi senyum yang mengembang di bibir. Tentu saja semua teman-teman sekelas heran. Bagaimana bisa guemenjalani hukuman di setiap mata pelajaran hari ini? Masa bodo! yang penting gue seneng dulu deh hari ini.
“Kok bisa sih dihukum seharian malah berbinar-binar?”
“Astaga, Yofa! Lo ngagetin deh!” Gue hampir saja tersedak. Gue sedang dikantin, karena sepanjang hari dihukum, gue tidak sempat sedetikpun bahkan ketika bel istirahat berbunyi untuk pergi ke kantin dan membeli minum.
“Kok lo gak masuk sih? Kan udah bel. Sekarang pelajarannya Pak Ema loh!” Sambung gue setelah mengelus dada, menenangkan jantung gue yang tiba-tiba tiba-tiba melompat seperti kesetanan.
“Lah, lo sendiri ngapain? Udah tau tadi bel, kenapa gak masuk? Pengen dihukum lagi?” Tanya Yofa sambil menarik kursi di samping gue.
“Sengaja.” Jawab gue dengandiikuti melafalkan tawa ‘hehehe’.
“Haha hehe! Aneh banget lo. Dapet hukuman, kesannya kayak dapet duit aja.”
“Lah, sekali-kali dong Fa! Hidup gue kan butuh warna. Masa iya selama gue hidup di dunia ini hidup gue datar-datar aja? Mubazir dong!” sergah gue berapi-api. Sebenarnya, Yofa ini adalah orang yang sudah lama gue taksir. Selain perhatian, dia itu care sama semua teman. Tapi karena kedekatannya dengan semua teman itulah, gue jadi mengubur semua rasa yang baru timbul itu dalam-dalam. Sangat tidak mungkin dia suka dengan gue. Cewek biasa yang kehidupannya sangat biasa.
Yofa tidak cepat-cepat membalas ocehan gue. Pandangan matanya menerawang. Entah dia sedang memikirkan apa. Entah dia mendengar atau tidak tadi gue berkata apa. Tapi, gue menangkap seulas senyum tipis dari sudut mata gue. Gue turut diam. Menunggu.
“Ya udah gue temenin ya?” Jawabnya lalu.
Hah, dia mau nemenin gue? Betapa sempurna hari rabu ini ya Tuhan. Gue sedikit GR. Ah.. tapi dia kan memang sikapnya selalu seperti itu dengan semua orang...
“Nemenin gue? Pak Ema gimana?”
“Pak Ema kosong, gue bosen di kelas. Hehe”Jleb! Bener kan apa kata gue?
Gue lalu pergi ke perpustakaan bersama Yofa dan bermain catur sampai bel pulang berbunyi. Ternyata langkah awal ‘tidak-mengerjakan-PR’ yang gue lakukan membuahkan hasil yang sangat memuaskan. Selain mendapat pengalaman di hukum, gue juga mendapat kesempatan bersama Yofa. Berdua saja! Dan ini baru pernah terjadi di kehidupan gue. (ceile, biasa aja sih)
Dihari-hari selanjutnya, sebenernya gue sangat ingin membuat aksi-aksi lain. Yang lebih heroik dan yang lebih mencekam daripada sekedar tidak-mengerjakan-PR. Tapi akhir-akhir ini gue disibukkan degan kegiatan pengayaan yang gila-gilaan. Gue kira setelah UAS (Ujian Akhir Sekolah) duaminggu yang lalu, kegiatan pengayaan akan ditiadakan. Ternyata tidak. Gue masih harus bergelut dengan latihan-latihan soal setiap hari sampai jam empat sore di sekolah. Bagi gue, kesibukan itu tidak berarti kenaikan dalam proses hidup gue yang datar. Tapi, setidaknya kegiatan itu menekan pikiran gue untuk tidak mempermasalahkan kenapa hidup gue datar.
***
Ujian Nasional sudah lewat. Pengumuman kelulusan ujian sudah berada di tangan gue. Gue lulus. Dengan nilai yang baik. Rata-rata yang baik. Dan gue diterima di Perguruan Tinggi sesuai yang gue inginkan melalui jalur undangan. Semuanya berjalan mulus. Tanpa halangan dan rintangan. Teman-teman gue? Lulus semua. Tapi banyak yang tidak lolos jalur undangan dan harus mengulang dengan tes tertulis. Yah.. bukannya gue tidaksenang dengan diterimanya gue di Perguruan Tinggi sesuai yang gue inginkan, tapi gue ingin tahu saja seperti apa rasanya tidak mendapatkan sesuatu yang kita inginkan.
Yofa masuk Perguruan Tinggi yang berbeda dengan gue. Gue tidak tahu judul alias nama Perguruan Tingginya apa, tapi kabarnya dia kuliah di Yogyakarta juga, sama seperti gue. Dan takdir mempertemukan gue kembali dengannya. Gue bergabung dengan ikatan alumni SMA tempat dulu gue bersekolah. Semua anak-anak alumni yang kuliah di Yogyakarta tergabung di sini. Gue bertemu Yofa. Yofa bertemu gue (yaelah). Berkat itu, hubungan gue dan Yofa menjadi semakin dekat dan diam-diam guemasih suka dengan Yofa.
Pada suatu waktu gue sedang bermain facebook. Iseng membuka timeline orang-orang yang gue kenal. Gue membuka timeline yofa dan dari situ gue menemukan alamat blog dia. Tanpa ragu gue langsungmembuka isi blognya. Dan.. dan gue tercengang..
27 Desember 2012
“Gue punya temen, sebut aja K, Key. Kenapa gue nyebut dia Key? Karena bentuk kunci itu unik, sama kayak dia yang menurut gue unik banget. Gue tau dia dari kelas 1 SMA, tepatnya malam pentas seni ketika MOS. Sebenernya nggak unik-unik banget si. Dia cewek biasa yang polahnya juga biasa aja. Nggak ngundang perhatian dari orang lain –kecuali gue. Gue nggak nyangka, waktu kita kelas 2 gue sekelas sama dia.............”
Gue penasaran, siapa sih si Key yang sedang diceritakan Yofa. Gue baca lagi. Sampai pada bagian ..
“.....yang paling gue inget, kejadiannya gini. Satu hari itu, dia bikin gebrakan di kelas. Dia sama-sekali-tidak-mengerjakan-tugas disemua mapel! Dia cewek yang biasanya gak pernah dapet hukuman, selalu patuh perintah, taat peraturan, manut sama guru, tentu aja bikin kita semua kaget. Dan bukannyanyesel, dia malah cengar-cengir nerima hukuman. Hahaha! gue heran banget! pas gue tanya,jawabannya ngaco banget: “Lah, sekali-kali dong Fa! Hidup gue kan butuh warna. Masa iya selama gue hidup di dunia ini hidup gue datar-datar aja? Mubazir dong!” Gila! ini nih yang bikin gue tambah tertariksama dia.Waktu itu, gue hampir aja kelepasan ngomong gue suka sama dia. Gue waktu itu ogah pacaran, jadi......”
Hah? Apah? Hah? What? What’s the meaning?! gue shock. Gue shock! GUE SHOCK!
Tiba-tiba gue tersadar, bunyi bip tanda notifikasi obrolan di facebook gue sudah menjerit berkali-kali.
<“Din”>
<“Din, ngapain lo?”>
<“Lagi ngapain, si?”>
<“Ceile, kagak bales.. Ngapain sih? Lagi kencan yah?”>
<“Woyyy!”>
<“Awas tuh setan di belakang lo”>
<“Yaeah..”>
<“LO BENERAN LAGI KENCAN YA?!”>
<“Dina, gue mau ngomongggg”>
Dan pesan terakhir<“ :[”>
<“LO GILA YA FA?!”> Balas gue.
<“Sabar dikit napa :@”> Balas gue lagi.
<“Oohh.. Lo masih hidup? Tu kencannya udah selesai?”>
Apa di bilang?
<“GUE GAK LAGI KENCAN! SOTOY LU! GILA LU! GUE LAGI NGEBLOG!”>
Balas gue cepat.
< “Oh..Lagingintipin blog siapa?”>
<“Lo”> Balas gue sejujurnya. Gue mencoba melupakan emosi gue yang tadi.
<“mau ngomong apa?”> tanya gue mengalihkan pembicaraan.
Tidak ada balasan. Satu menit. Dua menit. Tiga menit.
<“Fa! Kemana lo?”> Nihil
<“Ceileh, lo kali tuh yang lg kencan”> Masih nihil
Setengeh jam kemudian.
<“Blog gue?”> Gue heran kenapa ni anak lama banget balas chat gue.
<“Iya,”> Jawab gue sungut.
<“ J intip lagi dong.. blog gue..”>Aduh.. aneh banget ni orang.
<“OGAH” >
<“Plesae.. gue punya kejutan buat lo” >
<“Apa? Itu yang lo cerita tentang gue?”>
<“Oh, yang itu.. Lo udah baca?”>
<“Basi banget deh. Kalo lo suka sama gue bilang aja. Hahahha”> sebenernya gue ngetik ini dengan perasaan yang sangaaaattt miris. Kenapa dulu waktu SMA dia nggak nembak gue? ya walaupun entah akan gue terima atau tidak. Gue berharap semoga dia masih suka deh sama gue. Hiks
Tidak ada balasan apa-apa. Karena tidak ada jawaban sampai di menit ke lima belas, gue pun berselancar lagi di blognya Yofa. Sebenernya si karena gue penasaran..
Buat si K – 02 Maret 20l320:44
Key, Lo sering curhat sama gue, katanya hidup lo itu datar dan hambar kaya roti tawar, tanpa gelombang tanpa lubang, semuanya hanya hitam dan putih. Tanpa warna. Key,tapi kenapa justru hidup lo yang biasa aja –menurut versi lo- malah bikin gue tertarik sama lo ya? Sorry gue nulis di sini. Gue rada gak yakin aja kalau misalnya gue ngomong langsung, gue takut pulang ke kostan gue dengan muka babak belur. Gue takut sama bogem mentah lo. Hehehe.....
EMANGNYA GUE SESADIS ITU?! Dulu dia memang pernah terkena tinju gue. Tapi itu salah dia. Ngapain dia menguntit gue malam-malam ketika gue balik dari kampus? Nggak salah kan kalau gue menyangka dia pencopet, atau penjahat, atau apa kek?
......Key, gue gk tau gue ini mampu apa enggak memberikan sedikit warna dalam hidup lo. Tapi gue pengen nyoba Key, mau nggak lo kasih kesempatan buat gue?
Gue bergeming. Mencerna kembali apa yang baru saja gue baca. Selama ini, mau tidak mau gue harus mengakui, deket sama Yofa membuat hidup gue yang datar berubah sedikit berwarna. Walaupun samar, gue mengakui itu. Karena perasaan gue dengannya juga masih sama seperti dulu, apakah mungkin ini jawaban dari doa-doa gue kepada Tuhan untuk menghadirkan seseorang yang membuat hidup gue tidak datar lagi seperti dulu?
Laptop gue menyerukan bunyi bip pelan. Yofa.
Jawab gue asal. Gue sebenarnya geli. Kenapa gue diibaratkan jadi Key?
< :D >
Bip pelan.
< Apanya> Aduh sok bodoh deh gue.
< Belum buka blog gue???>
“Hahahah” Balas gue. Gue binguuuuungggg! Untung deh ini di chat. Kalau langsung? Gue jamin gue spechless!
<“Kok ketawa lagi? Udah baca?”>
<“mmm”>
<“Udah? Terus?”>
<“Hehehe..”>
<“Lo gila yah, ketawa mul? Apa jangan-jangan lo spechless? hahaha” >
Kok dia tau? Aduh gue tambah spechless, batin gue.
<“Mau ya?”> Susul dia kemudian.
<“Mau apa? Coklat? Mauuuuu”> Gue kok jadi sok bego gini?
<“Key. Gue serius.”>
Gue menatap lama layar laptop gue. Gue mencoba menyusun kalimat, tapi berkali-kali juga gue hapus. Akhirnya yang keluar malah to the point banget.
<“Iya.”>
<“Iya?”> Tanya Yofa.
<“Aduh lo bawel deh Fa. Iya gue kasih. Puas lo?!”>
<“:*”> Hah? What the hell with his emoticon?!
<“Haram bego!”> Balas gue sekenanya. Dalam hati gue: gue pacaran! gue jadian! gue jadian sama Yofaaa! Makasih ya Allah. Semoga hidup gue gak datar lagi.
<“Hehe.. Oh ya lupa. Maaf ya sayang..”>
<“Amit-amit”>
<“Kok amit-amit. Gue kan sekarang pacar lo!” >
<“Amit-amit gue dipanggil sayang sama lo! :p”>
<“Bilang aja seneng! Ya udah, besok jadi nyari buku? Jemput jam berapa?”>
Gue tersadar dari kebahagiaan gue. Dan gue mulai melambung lagi.
<“ Jadi! Kan lo udah janji dua minggu yang lalu!”>
<“Iya bawel! Inget ya! Gue sekarang pacar lo, lo nggak boleh ninju gue lagi kayadulu! Awas besok goda-goda cowok lewat! Good night, gue tidur dulu”>
Apah? Gitu aja? Gue sama dia kan baru jadian!
<“Lo tega. Nuduh cewek sendiri kaya gitu?! NIGHT!”>
***
Itulah awal kisah ku bersama Yofa. Aku tidak pernah menyangka hubunganku dengannya hanya berhitung hari. Bukan! Bukan aku putus.. Tapi ada satu kejadian yang benar-benar membuat ku tergoncang..
***
Sepuluh hari sudah gue jadian sama yofa. Kebiasaan dan sikap kami tidak berubah satu sama lain. Gue nyaman bareng dia. Dan gue menghabiskan hidup gue yang dulu datar itu dengan penuh tawa. Hari ini gue akan pergi hunting buku. Sebenarnya dia hanya menemani, yang gila buku kan bukan dia.
“Udah? Ke mana lagi?” Tanya Yofa saat kami melewati pintu keluar tokobuku.
“Udah deh.Capek” Jawab gue sambil terus berjalan di sampingnya. Yofa menjitak kepala gue. Seperti dulu dia juga sering melakukannya ketika di kelas. Dulu, yang gue tahu, Yofa menjitak semua bocah yangia temui. Ternyata gue salah.
“Tunggu sini aja, gue ambil motor dulu”
“Loh motornnya di mana?” Tanya gue heran.
“Tuh! Tadi parkirannya penuh.” Sambil menunjuk halaman kedai kopi di seberang jalan dengan dagu.
“Oh, sip” Jawab gue singkat.
Gue tidak terlalu memperhatikan Yofa yang melangkah menyebrang jalan ke halaman kedai kopi tempat dia memarkir motornya, karena sibuk melihat strukbelanja buku gue. Sampai gue mendengar seseorang berteriak..ketika suara keras menyentak dada.. Gue masih belum sadar apa yang terjadi.
Sebuah bus oleng menabrak papan reklame di sisi jalan di depantoko buku. Gue yang masih berdiri di halaman, memucat. Sebuah kecelakaan terjadi tepat di depan mata gue. Dan tiba-tiba kesadaranmasuk perlahan di otak gue.. merah. Ada darah. Ada darah di bumper bus.. darah.. Gue terpaku. Ketika kesadaran sudah genap di otak.. gue menjerti! Ada seseorang, seekor atau sesuatu yang terlindas bus itu sebelum akhirnya menabrak papan reklame dihadapan gue. Ada seseorang.. Gue gemetar berjalan. Menuju bibir aspal. Melihat dengan mata kepala sendiri. Yofa.. berkucuran darah.. merah..
“Yofa..” muka gue pucat pasi dan gue gemetar hebat. Gue bekap mulut gue untuk tidak berteriak kalap. Air mata cepat mebajiri pipi. Tiba-tiba saja gue merasa sendi-sendi kaki gue terlepas, gue lemas dan semua berubah hitam.
***
Hidupku dulu datar, tanpa lubang, tanpa gejolak, tanpa goncangan. Namun sekarang, segalanya menjadi jauh berbeda. Aku yang tak pernah mengerti, aku yang selalu ingin tahu, aku yang dulu selalu menginginkan perubahan atas hidupku, kini terjatuh kedalam sebuah lubang yang dalam. Teramat dalam hingga ketika aku menginginkan untuk keluar dari lubang itu, aku tak mampu berkutik dan berbuat apa-apa. Hari itu.. adalah goncangan terhebat yang pernah aku rasakan dalam hidupku. Walaupun pada akhirnya, melalui proses kehilangan yang terlalu cepat itulah, aku mendapatkan pemahaman yang nyata tentang mengapa hidupku harus berjalan seperti ini. Tidak ada penyesalan. Yang ada hanyalah kenangan dan penerimaan atas kehidupan ku.
Dan untuk Yofa. Lo berhasil Fa. Lo berhasil karena telah memberikan warna dalam hidup gue. Walaupun bukan warna merah jambu seperti yang lo inginkan. Lo udah membuat hari-hari gue berwarna.. Merah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H