Masih jelas dalam ingatan bagaimana SKB 2 Menteri dijadikan alasan bagi kelompok tertentu untuk melegitimasi aksi kriminal mereka dalam menghalangi kebebasan beribadah di negeri ini. Banyak pihak yang telah memberikan analisis logis mengenai perlunya revisi bahkan penghapusan SKB tersebut, namun agaknya Menteri Agama kita, Suryadharma Ali, Â berpendapat lain. Dalam rapat kerja dengan Komisi VIII DPR hari Selasa (21/09) ini, beliau berpendapat bahwa peraturan itu tidak ada masalah sehingga tidak perlu direvisi apalagi dicabut. "Jika setiap ada pelanggaran kemudian aturannya diubah, itu namanya bukan peraturan. Logikanya tidak bertemu." Demikian katanya. Menag kemudian menambahkan bahwa konflik yang terjadi di Bekasi kemarin tidak ada kaitannya dengan SKB 2 Menteri. Yang terjadi, lanjutnya, adalah persoalan kepatuhan terhadap peraturan yang mengatur mengenai rumah ibadah. Lebih lanjut, Pak Ali mengungkap sebagian fakta--kita tidak tahu apakah dia tahu keseluruhan faktanya atau tidak--tentang bagaimana selama 19 tahun praktek alih-fungsi rumah tinggal sebagai rumah ibadah tersebut dibiarkan namun kemudian belakangan muncul konflik karena persoalan ketertiban umum. Ia juga setuju terhadap tindakan pemerintah daerah setempat yang menyegel rumah tersebut. Kesimpulan yang diambil oleh Menag tersebut jelas-jelas menunjukkan bahwa beliau tidak memahami kondisi yang terjadi di masyarakat. Benarkah konflik yang terjadi di Bekasi baru-baru ini tidak ada kaitannya dengan SKB 2 Menteri? Beliau sendiri yang menjawabnya dengan kalimat bahwa yang terjadi adalah persoalan kepatuhan terhadap peraturan mengenai rumah ibadah. Lagipula, bukankah pihak-pihak yang tidak menginginkan adanya rumah ibadah di Ciketing selalu menggunakan SKB 2 Menteri sebagai dasar penolakan mereka, dan bukan sekedar mengganggu "ketertiban umum" layaknya PKL? Pertanyaan kemudian adalah, jika memang benar terjadi pelanggaran, mengapa dibiarkan sampai berjalan 19 tahun dan baru dipermasalahkan sekarang? Tidakkah Pak Menteri yang pandai ini melihat ada kejanggalan dan mempertanyakannya? Jika peraturan dalam bentuk SKB yang notabene tidak ada dalam susunan perundangan kita saja sudah menimbulkan persoalan, apa jadinya jika dinaikkan statusnya menjadi sebuah Undang-Undang? Pasti mereka yang menginginkan perpecahan antarumat beragama akan senang sekali mendengarnya. Dan pastinya, kebebasan beragama di Indonesia akan mengalami degradasi yang signifikan, karena UU tersebut berpotensi besar digunakan para pemecah persatuan antarumat beragama untuk mengintimidasi umat-umat minoritas di negeri ini. Tak terbayangkan kerusuhan-kerusuhan berbau agama yang akan terjadi ke depan jika usulan setengah matang dari pak Menag ini disetujui oleh DPR. Semoga Pak Ali bisa lebih bijak menganalisa permasalahan yang terjadi. Semoga Pak Presiden tidak tergoda untuk berpikir sempit dan minim analisis seperti stafnya ini. Semoga DPR juga tidak lantas menjadikan usulan tersebut sebagai "proyek baru" mereka. Semoga umat beragama di Indonesia lebih dewasa juga dalam menyikapi keberagaman sebagai bagian dari derap kehidupan di bumi pertiwi. Semoga kerukunan antarumat beragama di Indonesia tetap terjaga dan semakin kondusif. Semoga.... [caption id="attachment_264750" align="alignnone" width="300" caption="Pak Ali"][/caption]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H