Hari ini (Senin, 29/06) lagi-lagi saya menjadi tidak nyaman dengan pemberitaan Kompas. Dalam reportasenya yang berjudul "Jalur Gaza Gelap Gulita," Kompas--menurut saya--menyajikan berita yang sekedar menyulut kebencian terhadap Israel namun tanpa didukung penjelasan atau bukti yang kuat. Di dalam berita tersebut, Kompas mengabarkan bahwa sepertiga penduduk Jalur Gaza saat ini tidak memperoleh aliran listrik yang diakibatkan oleh habisnya persediaan bahan bakar pembangkit listrik di sana. Pemberitaan kemudian dilanjutkan dengan penjelasan teknis kelistrikan di Gaza, dimana Israel memenuhi 70 persen kebutuhan listrik, kemudian Mesir (5%), dan pembangkit listrik di Gaza yang tadi diberitakan tidak beroperasi karena kehabisan bahan bakar. Sesuai data yang disampaikan, gelap gulitanya jalur Gaza seharusnya merupakan kesalahan pemerintah Hamas yang mengoperasikan pembangkit listrik bermasalah tersebut. Akan tetapi, entah mendapat ilham dari mana, Kompas "memaksa" pembacanya untuk melimpahkan kesalahan tersebut pada Israel. Lihat saja bagaimana pemberitaan tiba-tiba beralih pada blokade Israel terhadap Gaza. Blokade ini, konon menyebabkan "penerangan listrik di jalur Gaza tidak pernah normal." Lebih lanjut, Kompas menulis sebuah kalimat "Israel dengan berbagai kedok mengurangi atau bahkan kadang memutus aliran listrik ke Gaza." Kedok seperti apakah yang dimaksud oleh kalimat tersebut? Lalu, apa kaitan kalimat-kalimat di paragraf ke-empat itu dengan paragraf-paragraf setelahnya, yang menceritakan tentang perselisihan dan saling lempar tanggung jawab antara Hamas dan otoritas Palestina? Kompas sebagai media cetak terbesar di negeri ini semestinya mengingat kembali fungsinya sebagai penyampai berita yang dituntut untuk menyajikan berita yang "netral" (baca: tidak provokatif), bukannya bermain-main dengan opini masyarakat. Saya bukan pendukung Israel ataupun Palestina, karena saya adalah warga negara Indonesia yang menganut asas politik "bebas-aktif" dalam kancah pergaulan dunia. Ke depan, saya berharap Kompas bisa lebih berhati-hati dalam mengolah setiap berita sebelum ia diterbitkan dan dibaca banyak orang. http://content.kompas.realviewusa.com/djvu/Kompas/Kompas/28-Jun-2010/webimages/page0000009_2.jpg
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H