Mohon tunggu...
Philip Ayus
Philip Ayus Mohon Tunggu... -

menjaga kewarasan lewat tulisan | twitter: @tweetspiring.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Kebijakan dan Ketidakpercayaan*

9 April 2012   09:56 Diperbarui: 25 Juni 2015   06:50 250
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Di dalam sebuah hubungan, ketidakpercayaan membuat kedua belah pihak harus membayar mahal. Hal ini berlaku pula dalam sebuah negara. Ketika rakyat tidak mempercayai pemimpin mereka, kebijakan apapun akan gagal diterapkan, karena mereka akan langsung menolaknya. Rakyat tidak percaya bahwa pemimpin mereka akan benar-benar merealisasikan rencana kebijakan tersebut.

Ketidakpercayaan akan diikuti oleh penolakan, yang merampas legitimasi kebijakan pemimpin. Oleh karenanya, pemerintah harus “membeli kembali” kepercayaan rakyat, yang bisa dilakukan melalui “cara-cara yang halus” maupun “cara-cara yang kasar.”

Beberapa keadaan memungkinkan pemerintah untuk membuat “tawar-menawar” dengan “kepala suku” yang menolak kebijakannya. Tentu saja, dalam semua proses tawar-menawar itu ada harga yang harus dibayar pemerintah. Jika cara ini berhasil, para kepala suku akan membujuk rakyatnya untuk mendukung kebijakan pemerintah.

Bagaimanapun juga, di dalam keadaan tertentu, pemerintah merasa perlu untuk mengambil langkah yang “keras.” Ratusan hingga jutaan prajurit diturunkan ke jalan. Para pemrotes harus diperlakukan “sebagaimana seharusnya” menurut standar militer. Hal ini tak hanya butuh biaya besar, tetapi juga dimungkinkan muncul korban jiwa.

Satu-satunya cara bagi pemerintah untuk mendapatkan kepercayaan publik adalah dengan menerapkan “kebijakan terbuka.” Tiap kebijakan atau rencana yang dibuat pemerintah harus dibuka kepada publik. Alasan-alasan di balik munculnya kebijakan dan angka-angka yang ada di dalamnya harus dipublikasikan. Tiap sanggahan yang muncul harus diterima sebagai pertimbangan untuk memperbaiki kebijakan tersebut.

Akan tetapi, “kebijakan terbuka” itu takkan berhasil seandainya pemerintah tidak mempercayai rakyatnya. Yang menyedihkan, “sikap negatif” ini ada dalam tubuh pemerintahan kita sekarang. Pemerintah Indonesia nampaknya mengambil “langkap negatif” terhadap pendapat-pendapat yang “berbahaya” bagi kebijakan. Tiap sanggahan diperlakukan sebagai upaya untuk melemahkan pemerintahan. Padahal, kemajuan takkan pernah terjadi jika tak ada kepercayaan.

Jadi, apa yang kita miliki sekarang di Indonesia adalah ketidakpercayaan “ganda.” Publik tidak mempercayai pemerintahnya dan pemerintah, sebaliknya, tidak mempercayai rakyatnya sendiri. Ketidakpercayaan seperti ini tentu saja membuat negeri ini harus membayar harga yang sangat mahal. Oleh karenanya, negeri ini sangat membutuhkan dua hal:  kepercayaan dan ketulusan, baik dari rakyat maupun dari pemerintah.

Pertanyaannya adalah, siapakah yang akan memulai?

*Terjemahan bebas dari artikel saya sendiri di blog

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun