Beberapa hari ini, ide yang dilontarkan oleh Sang Pembantu Presiden yang ditugasi mengurus bidang Pendidikan yang notabene mendapatkan jatah sebesar 20 persen dari keseluruhan anggaran nasional menjadi buah bibir di warung-warung kopi dan buah jempol di media-media sosial.
Idenya sederhana saja, yakni memberlakukan jadwal sekolah sepanjang hari, atau agar terdengar lebih bermartabat (maklum, mental inlander susah direvolusi), Full-day School. Harapan Tuan Menteri pun mulia dan sederhana, yakni agar para anak didik terjaga dari pengaruh dunia luar rumah dan luar sekolah yang sudah begitu tercemar oleh dosa dan kekhilafan manusia.
Sebagian orang setuju-setuju saja dengan ide ini, namun sebagian lain menolak. Mereka yang setuju biasanya telah menamatkan pendidikan dengan pola serupa, misalnya home schooling, pondok pesantren, atau sekolah-sekolah berasrama. Sementara yang menolak biasanya adalah mereka yang merasakan model pendidikan yang wajar, dimana para murid belajar enam jam sehari di sekolah, lalu pulang ke rumah--sebagian ke tempat-tempat nongkrong. Perbedaan-perbedaan seperti ini merupakan hal yang wajar dalam sebuah pro-kontra.
Namun demikian, saya yakin, bahwa apabila masyarakat di dunia maya maupun di dunia nyata mengetahui seperti apa sebenarnya jadwal harian yang dirancangkan oleh Tim Perumus Full-day School, maka pro-kontra yang ada sekarang ini akan segera berakhir. Dari orang dalam, saya berhasil mendapatkan bocoran jadwal Full-day School yang saat ini sedang digodok.
Langsung saja, berikut ini bocorannya:
07.00-10.00: class
10.00-10.30: snacks
10.30-12.00: quiz
12.00-13.00: lunch
13.00-15.00: nap
15.00-15.30: snacks
15.30-17.00: sports
*catatan: Full-day School hanya dilaksanakan pada hari Senin-Kamis (Jumat-Minggu libur).
Perlu diingat, bocoran jadwal ini masih dalam tahap pembahasan, sehingga besar kemungkinan terjadi berbagai perubahan. Dan, semua snack dan lunch tidak akan dibebankan kepada siswa maupun orang tua/wali mereka, melainkan akan ditanggung sepenuhnya oleh Pemerintah. 20 persen dari anggaran nasional tentu lebih dari cukup untuk membayarnya, bukan?
Nah, bagaimana menurut Anda? Apakah apa yang saya sampaikan di atas cukup menghibur? :D
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H