Mohon tunggu...
Philip Ayus
Philip Ayus Mohon Tunggu... -

menjaga kewarasan lewat tulisan | twitter: @tweetspiring.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Masa Lalu

23 Juni 2010   15:29 Diperbarui: 26 Juni 2015   15:20 304
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kita harus bertumbuh, dan pertumbuhan kita tentunya harus ke arah yang lebih baik. Kita harus progresif, bergerak maju. Akan tetapi bukan berarti kita harus melupakan masa lalu. Sesekali kita harus melihat spion untuk melihat apa yang ada di belakang kita, bukan? Pernahkah sebuah perusahaan otomotif memproduksi sebuah mobil yang kaca spionnya lebih besar daripada kaca depan? Itu artinya apa yang ada di depan harus menjadi perhatian utama. Demikian pula halnya dengan hidup kita. Kita harus mengarahkan pandangan kita pada apa yang ada di depan kita, lebih dari apa yang ada di belakang di masa lalu. Ketika kita berkendara, kita tentunya tidak melihat spion setiap waktu kan? Kita hanya melihat melalui spion di saat-saat tertentu saja, seperti ketika hendak berbelok, mundur, atau menyeberang. Ada kalanya dalam hidup, kita perlu melihat sekilas ke belakang agar kita bisa memilih langkah terbaik di depan. Ketika kita menghadapi pilihan-pilihan yang sulit, ketika ada peristiwa besar yang kita hadapi, kita memang perlu untuk berhenti sejenak dan melihat ke belakang. Masa lalu kita adalah referensi yang terbaik untuk menentukan masa depan kita. Tapi hati-hati, jangan sampai kita terjebak pada masa lalu saja. Ada seorang teman yang hidup dengan masa lalunya, menuduh masa lalunya yang kelam sebagai biang kerok atas sifat dan sikapnya yang sekarang ini. Tapi ini bukanlah sikap yang tepat, bukan sikap hidup progresif. Saya pernah juga terjun aktif dalam sebuah organisasi yang hidup dalam masa lalu. Meski generasi berganti, kekerasan tetap dipertahankan. Ada yang bilang sebagai wujud “balas dendam.” Akan tetapi itu semua tidak mencerminkan progresivitas. Semua orang dalam organisasi terjebak dalam stagnasi masa lalu, tidak ada yang berani maju membuat perubahan yang lebih baik. Kawan, jangan hidup di masa lalu. Hiduplah di masa kini, dan persiapkanlah hidupmu untuk masa depan. Jangan sering-sering melihat spion, nanti bisa tabrakan!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun