Mohon tunggu...
Ayu Rosalina
Ayu Rosalina Mohon Tunggu... -

Cukuplah Dia saja yang menjadi saksi ku di kemudian hari

Selanjutnya

Tutup

Nature

Nabung Pohon di Jakarta Pinggiran

14 Mei 2013   20:49 Diperbarui: 24 Juni 2015   13:35 66
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hobi. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Pohon, mungkin Kami merindukan mereka. Terkadang Kami iri juga pada warga yang tinggal di daerah yang pepohonannya rindang, warga yang bebas menghirup udara bersih yang Kami rindukan.

Ah ya… Kami warga Jakarta pinggiran. Rumah-rumah mungil Kami berdiri diatas tumpukan sampah padat yang menjulang sekitar satu setengah meter dari tanah aslinya. Kami warga Ibukota pinggiran yang hampir setiap hari menghirup udara asap bakaran sampah yang dibakar setiap enam jam sekali.

Pohon, Kami merindukan makhluk hidup ciptaan Allah itu. Tapi saat kami memikirkan hal itu, lahan tempat tinggal Kami yang tak memungkinkan memelihara mereka yang menjadi kendala. Apalagi sekitar sepuluh tahun terakhir, hutan bakau di perairan payau yang tak jauh dari tempat tinggal Kami yang dahulu tempat Kami bermain bersama anak-anak Kami, seolah-olah direnggut begitu saja oleh para Konglomerat yang tak mengerti betapa Kami mencintai pepohonan itu untuk masa depan anak-anak Kami. Yah, mereka menyulapnya menjadi perumahan mewah tempat berkumpulnya kaum kaya dan sejenisnya. Marah? Tentu saja Kami marah. Tapi marahnya Kami hanya sedikit mengutuk mereka saja yang tak mengerti perasaan kami. Pohon Kami direnggut, Daerah resapan air pun di tutup. Kami marah tanpa daya.

Tapi mata jernih Kami masih bisa menatap mimpi tanpa mempedulikan amarah kami sepuluh tahun terakhir ini. Amarah hanya akan menghasilkan kemarau hati yang berkepanjangan. Saat kami memikirkan kembali lahan untuk menabung pohon-pohon yang akan menjadi jantung anak-anak kami di masa depan, maka lahan kami adalah kaleng-kaleng dan ember plastik bekas yang kami pungut di tumpukan sampah tempat berdirinya rumah-rumah mungil Kami. Kaleng-kaleng dan ember plastik bekas itu kami isikan tanah dan Kami tanami berbagai jenis tanaman. Setidaknya, Kami terus berusaha menabung bakal pohon untuk anak-anak Kami, walau Kami sendiri tidak punya lahan untuk kehidupan para pohon yang Kami rindukan itu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun