Mohon tunggu...
ayuramadhan
ayuramadhan Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi

Saya merupakan mahasiswa baru Univeresitas Airlangga Surabaya Fakultas Vokasi Prodi Kearsipan dan Informasi Digital

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kebocoran Data Kembali Lagi di Indonesia

11 Desember 2024   14:54 Diperbarui: 11 Desember 2024   14:54 15
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Komisi I DPR pun mendesak pemerintah untuk serius menangani kasus peretasan tersebut dengan meningkatkan keamanan siber dan keamanan data pribadi masyarakat secepatnya. "Ini sudah terjadi yang kesekian kalinya, dan harus menjadi alarm keras untuk Pemerintah agar segera meningkatkan keamanan siber sehingga data setiap warga negara terlindungi," ujar Anggota Komisi I Sukamta, dalam keterangan tertulis yang diterima Parlementaria, di Jakarta, Kamis (19/9/2024).

Dugaan kebocoran data ini disampaikan pendiri Ethical Hacker Indonesia Teguh Aprianto dalam unggahannya di media sosial pada Rabu (18/9). Setidaknya ada 6 juta data Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) yang dibocorkan dan dijual oleh Bjorka di Breach Forums. Beberapa data yang bocor, di antaranya bahkan milik Presiden Joko Widodo, Wakil Presiden terpilih Gibran Rakabuming Raka, Ketua Umum PSSI Kaesang Pangarep, hingga Menteri Keuangan Sri Mulyani serta beberapa data yang diduga milik sejumlah menteri lainnya.

Sukamta menilai, masalah kebocoran data tidak boleh berhenti hanya sampai pendalaman dan investigasi saja seperti sebelumnya. "Pemerintah harus segera mengambil langkah konkret dalam memperkuat keamanan siber di semua sektor, termasuk di sektor Pemerintahan maupun swasta," kata Politisi Fraksi PKS ini.

Kebocoran data NPWP mencakup informasi sensitif seperti Nomor Induk Kependudukan (NIK), alamat, nomor telepon, dan email. "Perlindungan data harus menjadi prioritas utama, bukan hanya sebagai reaksi terhadap insiden, tetapi sebagai kebijakan jangka panjang yang sistematis," tegas Sukamta.

Menurut Sukamta, kebocoran kali ini merupakan ancaman serius mengingat sudah mengincar data Presiden sebagai orang nomor satu di Indonesia hingga para pejabat level menteri."Ini merupakan ancaman serius, tidak hanya bagi privasi individu tetapi juga bagi keamanan nasional. Kasus ini adalah bukti nyata bahwa keamanan siber di Indonesia masih sangat rentan," ucap Legislator dari Dapil Daerah Istimea Yogyakarta (DIY) itu.

Pihak pemerintah, dalam hal ini Menteri Keuangan Sri Mulyani menyatakan sudah meminta Dirjen Pajak dan seluruh pihak di Kementerian Keuangan untuk melakukan evaluasi terhadap masalah kebocoran data NPWP tersebut.

"Selain evaluasi, pemerintah juga harus melakukan investigasi internal untuk mengetahui kelemahan dari sistem data yang dimilikinya," tukas Sukamta.

Komisi I DPR yang membidangi urusan komunikasi dan informatika pun meminta pemerintah memberikan penjelasan yang detail kepada masyarakat mengenai kebocoran data ini. Sukamta mengatakan, hal tersebut bertujuan agar masyarakat merasa lebih aman terkait informasi data yang bocor. "Masyarakat harus bisa merasa aman bahwa data pribadi mereka dijaga dengan baik oleh pemerintah dan institusi terkait. Sehingga perlu adanya penjelasan detail dari pemerintah. Jika kebocoran terus terjadi dan tidak ada penjelasan, maka kepercayaan masyarakat akan sulit untuk dipulihkan," paparnya.

Data dari Kementerian Komunikasi dan Informatika menujukkan bahwa sepanjang tahun 2019 hingga 14 Mei 2024 sudah ada 111 kasus kebocoran data yang ditangani. Hal itu membuat Indonesia masuk ke dalam 10 negara dengan kebocoran data terbesar dalam kurun waktu dari Januari 2020-Januari 2024 menurut Surfshark, perusahaan virtual private network (VPN) asal Belanda. Indonesia juga menjadi negara dengan kebocoran data terbanyak ke-8 di dunia dengan estimasi 94,22 juta akun bocor.

Melihat data tersebut, Sukamta menilai keamanan siber bukanlah masalah yang bisa dianggap remeh dalam era digital ini. Ia kembali menegaskan pentingnya negara segera membentuk lembaga Otoritas Perlindungan Data Pribadi (OPDP) sebagaimana amanat UU No 27 tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi (PDP). "Saya sudah berulang kali menyampaikan untuk segera keluarkan aturan pembentukan lembaga PDP. Banyaknya kasus kebocoran data yang bahkan penegakan hukumnya pun jarang ada kejelasan menunjukkan Indonesia sudah sangat membutuhkan lembaga perlindungan data," tegas Sukamta.

Lebih lanjut, Sukamta kembali mengingatkan pentingnya tenaga IT yang berkompeten untuk membantu Negara."Teknologi terus berkembang, dan kita harus bisa mengikuti perkembangan tersebut agar sistem kita tidak mudah diretas. Salah satunya dengan merekrut tenaga IT yang berkompeten. Jangan asal comot sebagai formalitas saja," sebutnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun