Sumber daya manusia merupakan salah satu aset terpenting di dalam sebuah Negara. Tanpa adanya sumber daya manusia yang unggul dan berkualitas, mustahil Negara tersebut bisa menjadi kuat dan hebat. Sumber daya manusia yangsehat, kuat, cerdas, dan bermoral adalah jaminan masa depan bangsa. Hanya generasi seperti itu yang mampu meningkatkan daya saing bangsa Indonesia dengan bangsa-bangsa lain di dunia dalam berbagai bidang,
Telah lama Indonesia tersohor sebagai Negara dengan kekayaan alam yang melimpah ruah, mulai dari rempah hingga minyak mentah. Kekayaaan yang seringkali membuat bangsa ini terlupa dan terlena, hingga tanpa disadari seringkali kita dibodohi dan tak jarang menjadi orang asing yang tak dihargai di negeri sendiri. Lalu salah siapa? Mengapa ini bisa terjadi? Kenyataan pahit tersebut timbul dari kurangnya pengembangan sumber daya manusia di negeri ini.
Melihat fakta yang ada saat ini, menunjukkan bahwa indeks pembangunan manusia atau human development index (HDI) Indonesia masih rendah. Indonesia berada pada urutan 111, dari 182 negara di dunia. Sementara di kawasan ASEAN, HDI Indonesia berada di urutan 6 dari 10 negara ASEAN, posisi ini masih dibawah Filipina, Thailand, Malaysia, Brunei dan Singapura. Tingkat HDI ini menunjukkan tidak kompetitifnya pekerja Indonesia di dunia kerja,
Sebagai faktor utama untuk membangun suatu bangsa, sudah selayaknya kualitas sumber daya manusia lebih ditingkatkan  lagi. Peningkatan kualitas tersebut meliputi bidang kesehatan, pendidikan, moral, dan ketrampilan. Sebagai Negara dengan jumlah penduduk terbesar ke-4 di dunia, Indonesia memiliki modal sumber daya manusia yang cukup untuk membangun Indonesia menjadi Negara yang besar dan hebat, jika saja manusia di dalamnya benar-benar berkualitas. Terlebih lagi, menurut penerbitan resmi BPS tentang proyeksi penduduk Indonesia, pada periode 2030 angka ketergantungan penduduk non produktif kepada penduduk produktif akan sangat rendah. Menurut istilah demografi, periode tersebut dianggap sebagai masa datangnya bonus demografi.
Pada waktu itu pertumbuhan penduduk dewasa melaju dengan cepat, sementara pertumbuhan penduduk lansia juga bertambah dengan lebih cepat, namun jumlahnya relatif masih kecil, pengaruhnya juga relatif kecil. Data yang disodorkanMenteri PPN/Kepala Bappenas, Armida Salsiah Alisjahbana,lonjakan populasimulai terlihat pada 2020, diperkirakan sebanyak271,1 juta jiwa. Dan pada 2035 populasi Indonesia mencapai 305,6 juta jiwa! Berpatokan dari jumlah itu maka diperkirakan jumlah penduduk usia produktif sebesar 213,92 juta jiwa (70 persen) berbanding 91,68 juta jiwa (30 persen).
Namun jangan pernah terlena dengan gembar-gembor bonus demografi tersebut, karena jika tidak ada persiapan yang matang dari semua elemen masyarakat dan pemerintah, maka semua keuntungan yang mungkin akan timbul dari momentum bonus demografi ini akan lenyap tak berbekas. Bahkan, bisa jadi berkah tersebut berubah menjadi nestapa. Hal tersebut dapat terjadi manakala mayoritas penduduk usia produktif kita berpendidikan rendah, tidak memiliki keahlian memadai, tingkat kesehatan buruk, dan terpapar narkotika.
CatatanBadan Narkotika Nasional (BNN), hingga tahun 2013 narkoba telah merenggut4,2 juta jiwa atau rata-rata mengakibatkan kematian 40 orang per tahun akibat penyalahgunaan narkoba.Prediksi BNN, angka kematian akibat narkobaakan terus meningkat hingga mencapai 5,1 juta orang di tahun 2015. Kerugian ekonomi negara akibat narkoba mencapaiRp41 triliun per tahun,terdiri dari biaya ekonomi dan sosial. Data lainnya malah menyebut kerugian akibat penyalahgunaan narkotika mencapaiRp 50 triliun per tahun. Hal yang paling memprihatinkan dari kenyataan tersebut adalah sebagian besar pengguna narkoba adalah para pemuda. Mau dibawa kemana negeri ini, jika para pemuda didalamnya telah hancur oleh kenikmatan obat terlarang bernama narkoba.
Kenyataan pahit lain yang menghantui bangsa ini adalah masih rendahnya tingkat pendidikan serta rendahnya ketrampilan yang dimiliki oleh mayoritas penduduk Indonesia. Hal tersebut bukan tidak mungkin akan menjadikan masyarakat Indonesia menjadi pembantu di negerinya sendiri. Terlebih pada 2015 mendatang Asean Economic Community akan dimulai. Dengan adanya AEC, penduduk usia produktif di negeri ini harus bersaing dengan penduduk dari Negara ASEAN lainnya seperti Malaysia, Thailand, Singapura, Vietnam dan Negara-neagara ASEAN lainnnya. Yang notabene sebagian besar dari mereka memiliki ketrampilan dan pendidikan yang lebih mumpuni, jika masyarakat kita tidak mampu bersaing maka bonus demografi yang seharusnya menjadi anugerah akan berubah menjadi bencana pengangguran masal bagi Indonesia.
Dengan melihat tantangan yang ada pada saat ini sudah seharusnya kita sebagai masyarakat Indonesia pada umumnya bersama dengan pemerintah saling bahu membahu memperbaiki generasi Indonesia. Pemberian hukuman yang tidak memihak bagi siapapun yang telah merusak mental dan kesehatan penduduk Indonesia dengan narkoba serta penggiatan kegiatan penyuluhan bahaya narkoba di sekolah-sekolah diharapkan mampu menurunkan jumlah pengguna narkoba di negeri ini khususnya pada kalangan remaja. Disamping itu diperlukan pula pelatihan ketrampilan bagi penduduk Indonesia agar nantinya bisa lebih mandiri. Sehingga anugerah bonus demografi pada periode tahun 2030 nanti akan tetap menjadi anugerah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H