Mohon tunggu...
ayuputri
ayuputri Mohon Tunggu... Desainer - Pelajar SMA

Sekolah Dian Harapan

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Ayahku, Seorang Pejuang Tanah Air

18 Agustus 2020   11:40 Diperbarui: 18 Agustus 2020   11:45 228
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Karena Ibu pernah bilang kepadaku bahwa akan menceritakannya saat aku sudah dewasa, maka aku memberanikan diri untuk bertanya kepada Ibu soal Ayah. 

"Bu, Mawar kan sudah dewasa ya, Mawar mau tanya soal Ayah...Kenapa Mawar tidak pernah melihat Ayah ya, Bu?", tanyaku kepada Ibu. 

Ibu terlihat sedang menyiapkan jawaban untukku dan terlihat sebuah rasa kesedihan di wajahnya. Aku pun menunggu jawaban yang akan keluar dari mulut Ibu. Seketika, Ibu pun menjawab. 

"Jadi begini, Nak. Ayahmu adalah seorang pejuang negara Indonesia. Ia adalah orang yang sangat berjasa bagi negara kita. Ia tanpa ragu melawan tentara Jepang meski akhirnya gugur. Ibu tidak pernah sama sekali menyesali perbuatan Ayahmu, tetapi Ibu hanya rindu sebab saat Ibu sedang mengandung kamu, Ayahmu dibutuhkan untuk menyelesaikan permasalahan Indonesia dengan Jepang.", jawab Ibu kepadaku. 

"Tetapi, bagaimana bisa Ayah dibutuhkan saat itu juga, Bu?", tanyaku masih sangat penasaran kepada Ibu. 

"Karena Ayahmu adalah pemimpin dari prajurit-prajurit Indonesia, Nak. Ayahmu harus bertanggung jawab dan kapanpun Ia dibutuhkan, maka saat itu juga Ia harus datang. Indonesia telah ditipu oleh Jepang yang katanya ingin menjanjikan kemerdekaan, tetapi nyatanya tidak sama sekali. Jepang mulai menunjukkan bahwa mereka ingin menjajah Indonesia, sebab mereka membutuhkan sumber daya alam untuk perekonomiannya. Oleh sebab itu, Ayahmu tidak rela jika bangsa Indonesia terus dijajah seperti ini.", cerita Ibu kepadaku. 

"Apakah tidak ada cara lain untuk menaklukkan tentara Jepang, Bu?", tanyaku bingung. 

"Tidak ada, Nak. Ayahmu sudah berusaha untuk lari dari tembakan-tembakan yang diluncurkan oleh tentara Jepang, dan bahkan Ia sudah melindungi tentara Indonesia lainnya, tetapi takdir berkata lain. Ayahmu ditembak di bagian dadanya oleh salah satu tentara Jepang pada saat ingin menyelamatkan Hindia-Belanda. Dengan berat hati, Ibu mengikhlaskan kepergian Ayahmu meskipun Ibu tidak diizinkan untuk mengunjungi jenazahnya, sebab kondisi saat itu masih sangat buruk, yaitu tentara Jepang masih memperlakukan kerja paksa pada bangsa Indonesia dan merampas perekonomiannya demi menguntungkan perekonomian Jepang. Bangsa Indonesia yang dijadikan budak sama sekali tidak digaji bahkan banyak yang mati karena kelaparan dan kelelahan akibat telah membangun jalan, jembatan, dan lapangan udara.", Ibu menjelaskan kepadaku. 

"Terus bagaimana dengan jenazah Ayah, Bu?" 

"Jenazah Ayah dikubur setelah Jepang menyerah pada sekutu, Nak. Kami menunggu kondisi yang sudah membaik baru menguburkan jenazah Ayah. Ibu dikabarkan kematian Ayah oleh seorang bawahan Ayahmu yang selamat dari tembakan Jepang. Ia datang ke rumah sambil menitipkan pesan terakhir Ayah yang meminta maaf karena tidak bisa hadir untuk kelahiran kamu.", jawab Ibu kepadaku. 

"Lalu, apa isi pesan terakhir Ayah, Bu?", tanyaku sambil melihat ke salah satu surat yang sedang digenggam oleh Ibu. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun