Kesultanan Banten terletak  di Tatar Pasundan tepatnya di propinsi Banten Indonesia. Wilayah kerajaannya meliputi sebelah barat dari pantai Jawa sampai ke Lampung. Kehidupan politik di Kesultanan Banten mendapatkan kemajuan setelah Sultan Hasanuddin mengambil alih kesultanan tersebut. Ia adalah putra dari seorang panglima tentara Demak yaitu Fatahillah.Â
Pada awalnya, Kerajaan Banten merupakan wilayah kekuasaan Kerajaan Demak. Daerah Pajajaran pada awalnya beragama hindu pada abad ke-16. Kerajaan Pajajaran memiliki bandar-bandar penting seperti Banten, Sunda Kelapa, dan Cirebon. Kerajaan Pajajaran bekerja sama dengan Portugis sehingga Portugis diizinkan untuk mendirikan kantor dagang dan benteng pertahanan di Sunda Kelapa.
Nama Sunda Kelapa diubah menjadi Jakarta yang artinya kemenangan setelah Fatahillah merebut pelabuhan Sunda Kelapa. Tidak hanya merebut pelabuhan Sunda Kelapa, Fatahillah juga menguasai seluruh pantai utara Jawa Barat.
Seperti di kesultanan-kesultanan Jawa lainnya, raja-raja yang berkuasa juga mengalami pergantian. Sultan pertama di Kesultanan Banten adalah Sultan Hasanuddin. Ia berkuasa selama 18 tahun (1552-1570 M). Â
Banten mencapai kemakmuran saat Sultan Hasanuddin memperluas kekuasaannya hingga daerah penghasil lada yaitu Lampung dan menguasai selat Sunda yang merupakan jalur utama perdagangan. Berkat Sultan Hasanuddin, banten menjadi pelabuhan yang ramai dikunjungi oleh para pedagang dari seluruh dunia. Â Pada tahun 1570 M, Sultan Hasanuddin wafat.
Kemudian pada masa pemerintahan Sultan Ageng Tirtayasa, Kerajaan Banten mencapai puncak kejayaan karena ia berusaha menentang kekuasaan Belanda dan menaklukan VOC. Tetapi tidak lama, Sultan Ageng Tirtayasa ditangkap dan dipenjara di Batavia yang disebabkan oleh perang saudara dengan Sultan Haji yang merupakan putranya sendiri.
Ia merasa kecewa sebab putranya menjalin hubungan dengan Belanda, sehingga putranya meminta bantuan dengan Belanda untuk menyerang Sultan Ageng Tirtayasa. Sultan Ageng Tirtayasa wafat tahun 1691 M.Â
Kehidupan ekonomi Kesultanan Banten mengalami kemajuan setelah berada dibawah pimpinan Sultan Ageng Tirtayasa, yaitu menjadi bandar perdagangan dan pusat penyebaran agama Islam.
Alasan Banten sangat mendukung untuk menjadi pusat perdagangan dan penyebaran agama Islam adalah tempatnya strategis, jatuhnya Malaka ke tangan Portugis, dan Banten mempunyai bahan ekspor penting, yaitu lada. Banten juga mempunyai kota pelabuhan yang ramai, terbuka, dan makmur. Banten menjadi pelabuhan internasional pada abad ke-7.
Kesultanan Banten juga mengalami kemajuan di kehidupan sosial budaya setelah mengalami kemajuan di kehidupan politik dan ekonominya. Setelah Banten berhasil mengalahkan Pajajaran, pengaruh Islam semakin kuat di daerah pedalaman sehingga masyarakatnya sudah hidup berdasarkan ajaran Islam.
Tetapi, pendukung Kerajaan Pajajaran pindah ke Banten selatan yang dikenal sebagai Suku Badui yang menolak ajaran dan agama Islam. Salah satu peninggalan budaya Kesultanan Banten yang sudah diketahui banyak orang adalah Masjid Agung Banten. Masjid Agung Banten teletak di desa Banten lama, kecamatan Kasemen. Bagian ujung menara Masjid Agung Banten mirip dengan mercusuar dan atapnya mirip dengan pagoda khas China, sehingga menjadi keunikan dalam masjid tersebut.
Di bagian kiri-kanan masjid tersebut terdapat serambi dan komplek pemakaman Sultan Banten bersama dengan keluarganya. Terdapat juga bangunan gapura-gapura di Kaibon Banten. Di samping itu juga terdapat bangunan istana yang dibangun oleh Lucas Cardeel, yang merupakan orang Belanda namun menganut agama Islam.
Tetapi semua masa kejayaan dan kemakmuran Kesultanan Banten ini mengalami penurunan yang sangat drastis setelah Sultan Ageng Tirtayasa  meninggal, sehingga kehidupan masyarakat Banten mulai dicampuri Belanda.
Kesultanan Banten mengalami keruntuhan akibat terjadi perebutan kekuasaan antara Sultan Ageng dengan putranya, Sultan Haji di tahun 1680 M. Dengan adanya perselisihan ini, VOC memberikan dukungan kepada Sultan Haji untuk melakukan perang saudara.
Dalam perang saudara ini, Sultan Ageng terpaksa mundur dari istananya dan pindah ke Tirtayasa. Tidak hanya itu, Sultan Ageng pun ditangkap dan ditahan di Batavia pada  14 Maret 1683 M.
Perang saudara yang terjadi menimbulkan ketidakstabilan pada pemerintahan berikutnya dan menyebabkan konflik karena masyarakat Banten merasa tidak puas dan tidak terima atas campur tangan VOC dalam urusan Banten.
Wilayah Banten menjadi kawasan kolonialisasi setelah Kesultanan Banten dihapus. Pada tahun 1926, Banten menjadi bagana dari Provinsi Jawa Barat. Masyarakat Banten telah terinspirasi oleh perjuangan yang telah dilakukan oleh raja-raja Banten untuk tidak membeda-bedakan keberagaman dalam negeri dan pantang menyerah untuk menegakkan keadilan agar Indonesia dapat menjadi negara yang makmur dan masyarakat yang tinggal di Indonesia dapat lebih menumbuhkan rasa cinta tanah air dan rasa nasionalisme baik dari generasi muda sampai generasi tua.
Tujuan saya membuat artikel ini adalah agar kita semua dapat mengingat dan mengenang Kerajaan Banten di Indonesia yang mempunyai banyak manfaat positif yang dapat dicontoh dan ditiru. Sebagai masyarakat Indonesia, kita harus bangga dengan perjuangan-perjuangan yang telah dilakukan oleh para pejuang kita dimasa lalu yang tak kenal rasa letih hingga bercucuran keringat hanya untuk memperjuangkan Indonesia.Â
Referensi:
https://www.zonasiswa.com/2015/06/sejarah-kerajaan-banten-kehidupan.htmlÂ
https://www.romadecade.org/kerajaan-banten/#!
https://www.gurupendidikan.co.id/kerajaan-banten/
https://www.respublika.id/2017/10/18/masa-keruntuhan-kesultanan-banten/
https://jagosejarah.blogspot.com/2015/05/sejarah-kerajaan-banten.html
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H