Mohon tunggu...
Ayu Oktaviana Miftahul Jannah
Ayu Oktaviana Miftahul Jannah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Menulis adalah healing terbaik

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Meningkatkan Kualitas Generasi dengan Program MBG (?)

16 Januari 2025   01:37 Diperbarui: 16 Januari 2025   02:29 27
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi MBG (Sumber : Canva)

Makan Bergizi Gratis (MBG) menjadi program yang diunggulkan oleh Prabowo-Gibran ketika kampanye sebelum akhirnya pasangan ini terpilih menjadi presiden dan wakil presiden. Program MBG ini diharapkan menjadi langkah menuju visi Indonesia emas 2045, sehingga mampu menciptakan generasi unggul dan berdaya saing membawa Indonesia lebih maju di masa depan.

Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasdem), Abdul Mu'ti meninjau pelaksanaan perdana program Makan Bergizi Gratis di SMP Negeri 12 Semarang pada Senin, 6 Januari 2025. (Kemendikbud.go.id). Program tersebut serentak dijalankan di 190 titik Satuan Pemenuhan Gizi (SPPG) di 26 Provinsi, hingga akhir Januari menjadi 943 titik di Seluruh Indonesia.

Realisasi program ini berawal dari tingginya angka stunting dan gizi buruk di Indonesia. Riset Center for Indonesia Policy Studies menyatakan 21 juta jiwa atau 7% populasi penduduk Indonesia kekurangan gizi, asupan kalori per kapita harian di bawah standar Kemenkes, 2.100 kilo kalori (kkal). Pada 2023 lalu tercatat 21,6% anak balita mengalami stunting dan 7,7 % lainnya mengalami wasting atau rendahnya rasio berat badan berbanding tinggi badan. Seberapa solutif program MBG ini untuk meningkatkan kualitas generasi?.

Inkonsistensi Program

Sejak awal kampanye akan adanya program Makan Bergizi Gratis (MBG) ini sudah terjadi perdebatan. Program MBG dinilai tidak dapat menyentuh akar permasalahan stunting pada anak-anak. Menurut WHO, penanganan stunting dilakukan pada 1000 hari awal kehidupan.

Anggaran MBG yang semula 15 ribu per porsi dipangkas menjadi 10 ribu per porsi. Pemangkasan anggaran ini menujukkan belum matangnya persiapan baik tahapan maupun finansial.

Kelengkapan menu juga disoroti masyarakat, susu ikan sebagai pengganti susu sapi. Kepala Divisi Produksi Ternak Perah, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi, Fakultas Peternakan IPB University yakni Epi Taufik mengatakan proses hidrolisis enzim protein ikan membutuhkan biaya mahal dan proses panjang / ultra process food  serta berpotensi mengurangi kandungan gizi. Ketika makanan yang disajikan memilki kandungan gizi yang kurang, alih-alih menyehatkan justru menimbulkan penyakit seperti diabetes, obesitas dan gangguan lainnya.

Menghadirkan Dilema Ekonomi

Realitasnya program MBG ini membuat efek samping yang tidak dinginkan oleh pedagang kecil. Meski program MBG ditujukan untuk meningkatkan gizi siswa, tetapi tidak serta memikirkan kesejahteraan pedagang kantin yang kehilangan pelanggan mereka.

Dikutip RRI pada Januari 2025, Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan Hasan Nasbi, mengimbau kepada pedagang untuk beradaptasi dengan menjual makanan sehat yang sesuai dengan tujuan MBG. Namun, kenyataannya tidak semua pedagang bisa dengan mudah beralih ke model usaha baru.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun