Partai politik merupakan salah satu sarana pembangunan negara, yang didasarkan pada usaha-usaha untuk mengakomodasi kepentingan dan aspirasi masyarakat. Partai politik menjadi instrumen penting dalam perjalanan negara hukum demokratis, terutama yang memiliki pluralitas tinggi sebagaimana yang dimiliki Indonesia. Kedudukan partai politik dalam hal ini tentunya tidak hanya dibatasi pada aspek kepentingan rakyat saja, namun dalam hal tertentu juga merupakan bentuk perjuangan bagi berbagai kelompok sosial masyarakat yang ada dalam suatu negara. Salah satu corak kepartaian yang ada dalam sistem ketatanegaraan Indonesia, dalam hal ini adalah partai politik Islam. Partai politik Islam merupakan suatu akronim atau sebutan bagi kelompok partai politik yang secara ideologis mendasarkan pandangan dan cara geraknya atas dasar nilai-nilai ke Islaman.
Partai politik Islam di Indonesia, sejatinya tidak sama sekali menjadi suatu penegas bahwa bangsa Indonesia menjadikan agama Islam sebagai nafas politik kebangsaannya. Kehadiran partai politik Islam di Indonesia, secara tegas merupakan bentuk kebebasan berserikat, berkumpul, dan berpendapat dalam sosial masyarakat Indonesia. Partai politik Islam dalam sejarah peradaban bangsa, tentunya tidak baru eksis dalam beberapa tahun terakhir saja. Eksistensi partai politik Islam, sejatinya telah dimulai sejak lama dan bahkan secara umum dalam hal ini termasuk pada partai politik berbasiskan agama. Indonesia dalam perjalanan politik kebangsaan, hingga saat ini tercatat pernah memiliki beberapa partai politik berbasis keagamaan.
Adapun beberapa contoh partai politik berbasis keagamaan tersebut, antara lain adalah Partai Kristen Indonesia (Parkindo) yang pernah eksis dari tahun 1950 hingga 1973, Partai Kristen Demokrat yang berdiri pada tahun 2005, Partai Katolik yang merupakan lanjutan dari Partai Politik masa pemerintahan kolonial Belanda tahun 1918, dan berbagai partai politik keagamaan lainnya. Meskipun secara ideologis mendasarkan konsep pemikiran politiknya atas nilai keagamaan tertentu, namun kehadiran partai politik berbasis keagamaan di Indonesia secara tegas merupakan bentuk kebebasan dalam bersosial masyarakat. Meskipun kehadirannya tidak dilarang dan sangat diberikan ruang, pada faktanya kehadian partai politik Islam di Indonesia dalam beberapa kesempatan tidaklah mencerminkan nilai-nilai Islam yang moderat. Isu-isu sosial muslim Indonesia, selalu menjadi bahan kampanye sekaligus sarana mempengaruhi pemikiran masyarakat yang paling utama. Tidak jarang, para partai politik berbasis keagamaan Islam juga mendengungkan pentingnya pelembagaan masyarakat Islam yang terorganisir dan seolah-olah Islam menjadi dominasi tanpa batas dalam konteks negara.Â
Sebagaimana yang terjadi dalam periode Pemilu sebelumnya, dimana hampir semua partai politik Islam membawa isu keUmmatan yang seolah-olah sangat mendesak untuk selalu diperjuangkan. Namun konsep perjuangan atas nilai-nilai keumatan, seakan terus mengalami inklusifikasi dan cenderung mengarah pada polarisasi. Polarisasi sendiri adalah suatu kondisi ketika sosial masyarakat, terklasifikasikan dalam beberapa bagian yang didasarkan atas egoisme tertentu. Polarisasi bisa dikatakan sebagai penyempitan sosial akibat pandangan yang terlalu inklusif tentang suatu aspek. Polarisasi juga bisa dipandang sebagai kegagalan demokrasi, untuk membangun kedewasaan berbangsa dan bernegara.
Sehingga atas dasar yang demikianlah, maka konsep-konsep polarisasi kebangsaan hendaknya ditolak dan tidak didasarkan pada konsep politik keUmmatan yang dimiliki oleh partai politik di Indonesia. Ideologi Islam bukanlah konsep untuk menolak ideologi lain secara frontal dan inklusif, melainkan sebagai sudut pandang pelembagaan politik yang berkemajuan dan diorientasikan pada kerangka pembangunan negara. Sehingga pada titik inilah, politik identitas agama apapun (terutama dalam hal ini Islam) sangat tidak relevan untuk terus dikembangkan. Karena bagaimanapun juga, para founding fathers dan pendahulu bangsa telah menyepakati bahwa Islam atau agama apapun, bukanlah negara yang diinginkan oleh masyarakat. Masyarakat menginginkan negara yang harmonis dan kolaboratif, tanpa pembedaan atas dasar apapun yang merugikan golongan tertentu dalam sosial masyarakat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H