Mohon tunggu...
Bahjatul Uyun Agustin
Bahjatul Uyun Agustin Mohon Tunggu... -

and fear Allah in whom you believe

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Kisahku #Menghafal Qur'an Part I

27 April 2014   06:01 Diperbarui: 23 Juni 2015   23:09 195
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

menjadi seorang hamilul Qur'an atau sering di kenal Hafidzoh al Qur'an bukanlah menjadi impianku di masa kecil. namun, Allah yang menggiringku ke jalan tersebut. dari sejak kecil, aku hanyalah gadis biasa-biasa saja. dan kebetulan, aku berangkat dari keluarga yang memang mengedepankan pendidikan agama. itulah alasan mengapa aku bisa bersekolah di SD at Tarbiyah. SD attarbiyah bisa di bilang semacam SDIT. meskipun sekolah tersebut notabenenya SD, namun muatan agamanya tidak di kesampingkan. saya masih ingat kelas 4 SD antara siswa dan siswi sudah di bedakan penempatan kelasnya. dan itu merupakan bentuk bahwa SD tersebut tidak mengesampingkan pendidikan agama.

selain bersekolah, kegiatan masa kecilku juga di sibukkan dengan mengaji di TPA al Huda. awalnya, saya hanya belajar mengaji di umi' saya. namun entah kenapa, saya di masukkan di TPA dan saya masih ingat waktu pertama kali saya masuk kelas Qira'ati 2. berawal dari TPA tersebut, saya merasakan begitu menyukai al Qur'an. belajar al Quran, belajar nada Ros, menghafal surah pendek, hingga belajar tajwid dan ghorib. hingga pada akhirnya, saya lulus kelas 6 sekaligus lulus mengaji di TPA al Huda.

setelah lulus SD, orang tua saya memutuskan untuk memondokkan saya. saya di pondokkan di Jombang, tepatnya di Pondok Pesantren Putri Walisongo Cukir Jombang. pondok tersebut didirikan oleh menantu alm. KH. Hasyim Asy'ari, pendiri organisasi NU (alm.KH. Adlan Aly). ketika mendaftar, ternyata saya baru tahu bahwa disana ada 3 jurusan, jurusan Tahfidz (menghafal Qur'an), jurusan Bahasa, dan Jurusan MIPA. orang tua sempat menawarkan saya, jurusan mana yang lebih saya sukai. entah mengapa, saya secara spontan memilih jurusan Tahfidz.

"Menghafal Qur'an" adalah hal yang tidak pernah saya bayangkan sebelumnya. namun bismillah, saya memutuskan untuk memilih jurusan tersebut. orang tua saya begitu mendukung keputusan saya. selama 3 tahun, saya menjalani sekolah MTs atau SMP sambil menghafal Qur'an. awalnya, saya belum begitu memahami pentingnya menghafal al Qur'an. karna, tidak saya pungkiri bahwa umur-umur SMP adalah masa transisi, masa dimana berubahnya masa kanak-kanak menjadi masa remaja. masa yang lebih mengedepankan kesenangan sesaat. jadi saya sempat mengikuti arus teman-teman yang kurang baik. kurang baik disini maksudnya teman yang jarang jama'ah, jarang setoran hafalan, dsb.untungnya, pada kelas 3 SMP, kebetulan saya menyetorkan hafalan saya kepada istri dari pengasuh pondok (bu Titim Matin). dengan beliau saya baru sadar akan arti menghafal Qur'an, beliau yang menyadarkan saya betapa pentingnnya istiqomah bangun malam lalu memperkuat hafalanku. beliau yang seolah menjadi oase pada hati saya yang awalnya hanya seolah gurun pasir. dari beliau, saya langsung merubah tingkah laku saya yang kurang baik. meski ada segelintir teman yang kurang suka akan perubahanku, namun saya terus berbenah.

hingga masuk MA atau SMA, saya tetap pegang apa yang telah menjadi pesan bu Titim. meski kala itu, saya tidak lagi setoran pada beliau. "jadikan al Qur'an sebagai sahabat sejatimu" pesan itu yang selalu saya ingat dan yang selalu saya pegang ketika rasa malas menghampiri. al hasil, pada kelas 2 SMA, atas izin Allah saya mendapatkan penghargaan BINTANG TAHFIDZ dan itu adalah hal yang tidak pernah saya sangka. namun saya tidak pernah merasa puas meskipun mendapatkan gelar tersebut. karena sejatinya, gelar itu hanyalah refleksi diri saya untuk menjadi pribadi yang lebih baik lagi. hingga pada akhir kelas 3 SMA, saya menyelesaikan hafalan saya. saya masih ingat, saat itu saya termasuk 3 orang yang mengikuti wisuda tahfidz Al Quran dari kelas saya. sebenarnya teman-teman senasib seperjuangan yang juga menghafal Qur'an ada 19 orang. namun sayangnya tidak semua bisa menyelesaikan hafalannya dan mengikuti wisuda Tahfidz. dari sana saya berfikir, memang istiqomah itu sangatlah sulit. dan menghafal Quran butuh istiqomah dan kesabaran.

to be continued.

semoga menginspirasi

:)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun